Rembulan malam 2
Oleh
Ahmad
Mahasiswa Fak. Adab dan Ilmu Budaya
UIN
Sunan Kalijaga
Sekapur
Sirih....
“Jika engkau
merindukan orang yang engkau cintai, maka orang yang engkau cintai itu akan
merasakan rasa rindu yang engkau rasakan,
berilah kado yang Spesial kepada orang-orang yang engkau sayangi dan cintai, agar
engkau tetap di kenang olehnya”
Sepenggal dari kata sekapur sirih adalah rangkap dari
cerita kehidupan seorang suami yang
sangat mencintai istrinya, bahkan sepeninggal dirinyapun masih tetap memberikan
kado spesial untuk sang istri tercinta...
memilki kebaikan di dunia maupun di akhirat adalah sebuah
mimpi besar bagi orang-orang yang berhati mulya seperti sosok Hafizul. Tentunya
sosok kebaikan yang di miliki Hafizul menjadi sebuah sosok yang di rindukan
bagi setiap orang walaupun ia telah tiada. namun kisah dan namanya tetap akan
hidup untuk selama-lamanya di hati orang-orang terdekatnya termasuk sang istri
tercinta.
Apa yang
terjadi kepada Hafidah sepeninggalnya Hafizul sang suami tercinta???
Kado spesial
seperti apakah yang akan di berikan kepada Hafidah setelah kepergiannya???
Anda ingin
tahu kisah kelanjutan Rembulan malam???
Silahkan
baca , semoga bermamfaat dan selamat membaca....^_^.
Awal
Berkabut putih...
*****
Bunyi gemerincingan air mengalir dari langit dan jatuh
kebumi, membasahi selauruh alam semesta, setiap bebutiran air yang jatuh adalah
keberkahan dari tuhan kepada makhluknya yang memiliki kehidupan di muka bumi
ini, setiap bebutiran hujan jika telah menyatu menjadi satu maka akan
berbentuklah sebuah aliran sungai kecil, dari aliran sungai kecil itu kemudian bersatu menjadi satuan yang lebih
besar dari berbagai aliran sungai hingga akhirnya mengumpul menjadi suatu
lautan yang lebih luas dari penggabungan berbagai lautan hingga menjadilah
sebuah samudra yang luasnya berkali-kali lipat dar lautan. Di manakah ke
agungan Tuhan yang kurang menjelaskan bagi setiap hambanya? tentulah jawabannya tidak ada. hanya satu
penciptaannya saja telah membuat mata manusia terpukau akan kebesaranNya,
tetapi kehidupan semu di dunia ini telah menjadikan manusia buta akan dari
keagungan Tuhannya.
Berbeda dengan
seorang pemuda yang sedang menikmati nyanyian dari gemerinciangan air hujan
yang sedang turun, setiap butiran hujan yang jatuh maka satu kalimatullah yang akan
ia lontarkan melalui buah bibirnya yang kemerahan.
Abdul Khalid pagi itu menikmati hujan yang sedang turun
walaupun hujan itu sebenarnya telah mengurungkan niatnya untuk masuk ruangan
perkuliahan di UGM yogyakarta. Senin pagi itu hujan turun dengan derasnya,
pukul 09.00 wib dia harus sudah berada di kampus di karenakan hari ini adalah
hari perkenalan dirinya kepada mahasiwa lama di kampus tersebut, Namun ternyata
hujan belum juga berhenti hingga jam menunjukkan pukul 10.00 wib. Akhirnya ia
mengurungkan niat untuk masuk di hari pertamanya.
Hujan di hari itupun tetap menunjukkan keegoisannya
seolah-olah hari itu adalah hari dia berkuasa dari awan cerah, dan awan
cerahpun seakan-akan menunjukkan rasa lemah dirinya terhadap hujan, di
karenakan titah Tuhannya, sebab Tuhan memiliki suatu rencana yang dahsyat
kepada makhluknya seperti yang terjadi delapan belas tahun yang silam hujan dan
beserta kabut putih menyelimuti takdir di antara kelahiran Abdullah kholid
dengan sosok bayi mungil yang cantik dan mulya.
Jam menunjukkan pukul 17.00 perlahan demi perlahan hujan yang sejak pagi mengguyur kota
yogyakarta kini telah redah dengan
sendirinya, dan orang-orang yang sejak
tadi menantikan hujan berhenti dan bisa melanjutkan berbagai kegiatan mereka,
ada yang mulai membuka warung kecil yang berada di pinggiran jalan, ada juga yang
membuka tempat penjualan lesehan makanan di pepinggiran trotoar jalan kota yogyakarta
dan tak luput pula tempat pavoritnya masyarakat menengah kebawah, angkringan
adalah tempat pavorit masyarakat jogja maupun masyrakat pendatang yang dari
luar kota jogja di karenakan makanan yang harganya murah meriah.
Sore itu terlihat di pepinggiran jalan masih basah dan
nampak begitu becek, dengan berat hati Abdul Khalid keluar dari kediamannya di
karenakan dirinya tidak mau melewatkan akan keindahan di sore hari pada hari
pertamanya berada di kota pelajar itu. Abdul Khalik berniat untuk keluar dan berjalan-jalan sebentar
bersama sahabat barunya.
Hari pertama dan luar biasa bagi dirinya di karenakan ia
merasakan betapa indahnya di pepinggiran kota jogja, dia di temani Roni sahabat yang baru di
kenalnya sejak ia berada di kota pelajar.
Mereka saling mengenal di karenakan berada di dalam satu tempat tinggal bersama
di sebuah kos-kossan kecil di dekat kampus mereka berkuliah.
Hampir satu jam mereka mengitari sebagian pepinggiran kota
jogja setelah puas berjalan-jalan mereka
kembali ke kos di mana kini mereka bernaung melalui hari-hari mereka bersama-sama
untuk beberapa Tahun kedepan, merajut sebuah mimpi yang ingin mereka torehkan
di negeri indonesia ini.
Malam semakin menampakkan keperkasaannya dari terangnya
matahari, hanya tampak sedikit cahaya bintang kecil dan di hampiri cahaya
rembulan malam yang sudah mulai menampakkan keindahannya. dan yang pastinya
rembulan itu akan mampu menarik perhatian dari setiap mata yang menatapnya.
Tit.....tit...tit...
1 pesan masuk dan 2 panggilan tak terjawab dari seorang Ayah yang nan jauh. Sms tersbut hanya berisikan sebuah pesan tanya dari sang Ayah di karenakan Abdul khalid sejak tadi tidak mengangkat telpon ketika di hubungi. secepat kilat Abdul Khalid akhirnya membalas pesan tersebut setelah beberapa detik kemudian handphone Abdul Khalid kembali berbunyi.
1 pesan masuk dan 2 panggilan tak terjawab dari seorang Ayah yang nan jauh. Sms tersbut hanya berisikan sebuah pesan tanya dari sang Ayah di karenakan Abdul khalid sejak tadi tidak mengangkat telpon ketika di hubungi. secepat kilat Abdul Khalid akhirnya membalas pesan tersebut setelah beberapa detik kemudian handphone Abdul Khalid kembali berbunyi.
Hallo....!
Assalamualaikum...
Wa alaikum
salam... jawab sang Ayah.
Bagaimana
kabarnya nak.... tanya sang Ayah.
Baik
Ayah,,,, jawab Abdul Khalid.
Bagaimana,
sudah betahan di jogja...???sang ayah bertanya kembali
Untuk
sementara ini Khalid belum tahu ayah, betah atau tidak yang pasti Alhamdulillah
berkat ayah Khalid merasa nyaman-nyaman saja di sini...
jikalau begitu
rajin-rajin ya belajar di sana...!
Baiklah
ayah...Khalid janji akan rajin-rajin di sini sebagaimana janji Khalid
kepada Ummi..
Baguslah
nak...Sudah dulu ya, ayah ada pekerja’an yang mesti segera di kerjakan,
Assalamualaikum....
Syukron ayah
sudah memberikan semangat dan dorongan untuk khalid, wa alaikum salam...
Bagaikan layaknya seorang ayah dan seorang anak mereka
selalu saling bertanya akan keadaan mereka masing-masing, terutama ayah angkat
Khalid yang selalu mengecek perkembangan khalid setiap pekannya di karenakan ia
sangat menyayangi Khalid seperti anaknya
sendiri, Pembicaraan merekapun berakhir dengan singkat antara khalid dengan
seorang Ayah yang sekarang sedang berada di Netherlands menempuh gelar doktor
bagian sastranya itu.
******
Delapan belas tahun silam, malam itu sungguh malam yang
penuh berkabut, hawa terasa dingin untuk dirasakan semua orang bahkan mungkin
akan sangat mengganggu pemandangan bagi si pengguna jalan, malam berkabut
menyimpan beribu-ribu tanda bahaya bagi setiap orang yang berani melangkahkan
kakinya keluar rumah. Hingga saat ini yang harus di lakukan adalah bagaimana
rasa takut itu di hadapi sehingga manusia berani untuk melangkah menuju suatu tujuan dengan selamat.
Pakkkkk.....cepat
!!!
Teriak seorang wanita yang tak mampu lagi menahan rasa sakit dari perutnya, ia terus berusaha
keras untuk menahannya namun terkadang ia sendiri tak mampu lagi untuk lebih
lama menahan rasa sakit itu, dan semakin lama rasa sakit itu semakin
menunjukkan rasa perihnya.
Pakkk
cepat...!!!
kembali lagi wanita itu berteriak menyuruh sang sopir
mobil agar menambahkan kecepatannya. Wajah
yang berada malam itu semua di rundung kecemasan tak ubahnya seseorang yang
di kejar oleh malaikat kematian. Bahkan
di samping wanitu itu duduk seorang ibu paruh bayah yang tak mampu menyimpan
expresi kecemasannya walaupun rasa sakit seperti itu pernah ia alami.
Ummi, Hafidah tidak kuat lagi...! sahut Hafidah
kepada ummi Rohani
Sang ibunda yang secara tidak langsung pernah mengalami
hal yang sama seperti yang di alami Hafidah ketika melahirkan Zaidul Ali dan Hafidah,
Ia mencoba menenangkan Hafidah,
sabar nak
sebentar lagi kita mau sampai.
Ummi,
Hafidah tidak tahan lagi..!!! teriak Hafidah sekali lagi...
Mempertimbangkan rumah sakit yang masih jauh dan dengan
keadaan yang tidak memungkinkan untuk melanjuti perjalanan, Sang ibunda pun
akhirnya meminta agar Pak Tugiman sopir mobil tersebut berhenti.
Pak tolong carikan rumah terdekat sini dan kita minta
pertolongan kepada mereka agar membantu melancarkan persalinan Hafidah!!!
Perintah sang ibunda kepada pak Tugiman.
Baik buk...!
Dengan sigapnya sang sopir cepat melangkah keluar mobil
dengan di temani oleh Zaidul Ali, setelah melihat kekanan dan kekiri akhirnya pandangan
Pak Tugiman dan Zaidul Ali tertujuh kepada sebuah rumah cukup besar dan mewah
yang tak jauh dari pemberhentian mobil
itu, dengan sedikit berwajah melas pak Tugiman dan Zaidul Ali mencoba meminta
pertolongan kepada orang yang berada di rumah tersebut, hingga akhirnya sang
pemilik rumah memperbolehkan mereka untuk melakukan persalinan di rumah mereka.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedu-dukanmu.” (Q.s.
Muhammad: 7).[1]
Itulah takdir Allah betapa ia menyayangi hamba-hambanya
yang bertakwa, bukan suatu kebetulan tapi inilah peran dari takdirNya, ternyata
di dalam rumah mewah tersebut ada seorang ibu Bidan yang ternyata juga sedang
menunggu kelahiran seorang anak dari anak perempuannya.
Berbagai perlengkapan persalinan sudah di siapkan, rungan
itu terasa hangat, hangat di karenakan rintihan dari Hafidah yang merasakan rasa sakit yang luar
biasa yang tak tertahankan. Terlihat dari dalam kamar yang tak jauh dari
Hafidah merintih kesakitan, ada seorang wanita hamil yang juga mendengarkan
rintihan Hafidah, sempat timbul rasa kekhuatiran di dalam dirinya karena tak
lama lagi ia juga akan merasakan hal yang sama.
Dengan pengalaman dan keahlian yang telah di miliki ibu
bidan, sedikit Instruksi dari sang ibu Bidan agar Hafidah menarik nafas
dalam-dalam kemudian mengeluarkannya secara perlahan hingga di lakukannya
berulang-kali. Semua yang berada di dalam rumah tersebut berdebar-debar
menantikan kelahiran seorang anak baru ke dunia. ketika teriakan keras terakhir Hafidah
terdengar dan.......
Oaghhhh....Oaghhhh....Oaghhh.....
Terdengarlah tangisan seorang anak bayi laki-laki malam
itu, Zaidul Ali akhirnya merasa tenang mendengar teriakan anak kecil itu
menandakan persalinan berjalan dengan lancar, tak sabar lagi untuk melihat
keponakan barunya Ini Zaidul Ali masuk ruangan dan melihat betapa bercahayanya sosok
bayi laki-laki itu dan indah untuk di pandang oleh setiap mata yang
memandangnya.
Sang kakak Zaidul Ali kemudian menggendongnya dan
menaruhkan bibirnya tepat di telingah kanan bayi mungil itu, Allahu akbar,
Allahu akbar 2x... Sang kakak ternyata mengazankan bayi mungil yang barus saja
merasakan kehangatan dunia, betapa
tenang sang bayi ketika ia mendengar bacaan azan dari sang paman seolah-olah ia
sedang di peluk oleh seorang ayah yang baik hati sambil di nyanyikan sebuah
lantunan lagu yang begitu indah mampu menentramkan semua hati yang mendengarkannya.
Melihat hal itu
air mata Hafidah pun tak tertahankan lagi untuk mengalir dari pelipis matanya, airmata itu mengalir bagaikan derasnya aliran
sungai yang menuju ke aliran yang lebih rendah. Karena ia melihat sosok lelaki
bercahaya sedang menghampiri si bayi
mungilnya dan iya turut mengumandankan
azan bagi si bayi mungil itu, hati Hafidah menangis karena sang suami ternyata
selalu ada untuknya selama ini.
Mas
hafizul....!(hati kecil Hafidah memanggil
suaminya itu )
Sambil menatap Hafidah dan tersenyum sosok laki-laki
bercahaya itu kemudian menghilang seiring Azan berakhir dari mulut Zaidul Ali.
Kembali lagi hati kecil Hafidah menangis karena ia sangat merindukan suami
tercintanya.
Tidak lama beberapa menit dari kelahiran bayi laki-laki
mungil itu, tiba-tiba saja terdengar rintihan seorang perempuan dari kamar yang tidak begitu jauh dari tempat
persalinan Hafidah, ternyata akan lahir pula seorang anak gadis perempuan di malam hujan berkabut
putih itu. Seorang anak yang di takdirkan Tuhan menjadi bidadari dunia dan akan
memiliki kepribadian yang mulya.
***----****
Pepohonan nan
rindang yang dulu berada di depan pesantren Daarul Huffazd tanpa terasa kini telah
tiada dan di gantikan dengan sebuah bangunan kecil yang berjejer di pepinggiran
jalan. Rerumputan yang dulunya memenuhi
pepinggiran jalan kini berganti dengan sebuah adukan-adukan semen yang telah
membeku. Dahulunya masa-masa kekanakan kini telah terlihat sudah tampak tumbuh
besar Enam tahun berlalu dengan begitu cepatnya kini, si bayi mungil itu sudah
berubah menjadi sosok seorang anak laki-laki kecil yang tampan.
Tiada terasa
Hampir satu jam Hafidah duduk bersama anak kesayangannya Abdul Khalid...
Ummi, ummi
menangis karena menceritakan kisah Abi ya???
Tanya Kholid.
Ya nak,,,
ummi sangat merindukan Abi kholid. ummi sangat mencintai dan menyayangi Abi,
sebagaimana ummi menyayangi dan mencintai diri Ummi, Abi takkan pernah
tergantikan oleh siapapun di dalam hati Ummi.
( Hafidatun Millah Menangis sambil memeluk Anaknya).
Ummi bisakah
kita bertemu sama abi ???
Mendengar pertanyaan anaknya hati Hafidah seakan-akan
tersayat sebuah silet kecil, ternyata anaknya yang tak pernah merasakan pelukan
dan kehangatan dari seorang ayah mampu merasakan kerinduan yang mendalam
terhadap Sang ayah Hafizul.
Dengan
eratnya Hafidah memeluk Abdul Khalid, do’akan Ummi, Kholid dan Abi agar bisa
bertemu kelak di akhirat sana, yang harus Kholid lakukan sekarang adalah memperbanyak
mendo’akan Abi di sana, agar Abi tenang bersama baginda Rasulullah dan para
sahabat di akhirat.
Ummi kholid
janji akan menjadi anak yang berbakti kepada orang Tua dan Kholid takkan pernah
melupakan untuk selalu mendo’akan Abi dan Ummi di setiap sujud Kholid. Dengan tegas dan cerdasnya kholid berjanji kepada
ibunya.
Semoga kamu
seperti abimu yang selalu menepati janjinya,,,
Pasti ummi
kholid janji,,,!tegas kholid kepada sang ibunda.
sekarang
kamu tidur ya nak, besokkan kamu harus bersiap-siap masuk di pesantren Daarul
Huffazd..
Baiklah ummi...selamat
malam ummi!
Ya, mimpi yang indah... ( Hafidah mencium kening anaknya ).
Malam yang sungguh indah, tampak jelas keindahannya di
kala rembulan malam muncul dengan sinarnya, orang-orang yang menatap rembulan itu tidak akan
merasakan rasa sakit kelopak matanya di karenakan keindahan rembulan malam
menyimpan beribu-ribu kelembutan yang mampu memikat hati setiap Makhluk Tuhan
dan pastinya tidak akan menyakiti jiwa-jiwa manusia di kala rembulan malam
pergi dengan lembutnya menyingsing mentari pagi.
Abdul kholid tertidur dengan lelapnya dirinya seakan-akan
di temani oleh rembulan malam sehingga menciptakan sebuah khayalan di dalam
mimpinya, mimpi yang akan menjadikannya manusia dewasa, mimpi yang akan di
rajutnya bersama makhluk Tuhan lainnya, mimpi yang akan mengantarkannya kepada
cita-cita tertinggi inilah awal di balik kisah
tabir kabut putih akan tetapi kisah yang akan di rajut sekarang
adalah kisah rembulan malam II bersama sang ibunda Hafidah.
Yang di
rindukan...
Orang yang telah lama tidak kembali dari kampung
halamannya maka ia patut di beri gelar sang musafir, musafir adalah orang-orang
yang tak pernah mengenal lelah akan langkahnya menuju sampai kesuatu tujuan.
Abdul Khiyat adalah sosok seorang pecinta ilmu, ia akan
berkelana kemanapun ia akan melangkah dan pergi menuju pencapaian ilmu yang
tertinggi, hingga pada akhirnya dirinya layak di sebut sebagai sang Musafir
Ilmu, bertahun-tahun lamanya ia tak
kembali kedesa kecil di bagian sumatera selatan, bertemu dengan sahabat-sahabat
tercintanya Hafizul, Arif dan Dedi dan bertemu dengan orang-orang terdekat
lainnya Namun hal yang tak di ingatnya adalah kedua orang tua angkatnya.
Telah lama dirinya tidak mengingat bagaimana rupa kedua orang
tuanya, semenjak ia pergi dari rumah meninggalkan kenangan yang ada hanya di
karenakan ia tidak terima akan perlakuan
dari kedua orang tua angkatnya di dalam mendidik dirinya. Setiap hari , setiap
jam dirinya harus merasakan rasa sakit betapa tega kedua orang tua terhadap
dirinya yang semakin lama semakin menunjukkan rasa ketidak pri kemanusiaan
kepada Abdul Khiyat.
Hanya di karenakan dirinya adalah anak yang di angkat
dari keluarga sederhana pada keluarga kecil, semenjak ia lahir kedua orang tua
kandungnya telah meninggalkan dirinya sehingga ia harus di asuh oleh kedua
orang tua angkatnya yang penuh kekejaman.
Semenjak kecil telah di tinggalkan oleh kedua orang tua
kandungnya dan semasa beranjak dewasa ia telah didik dengan keras dari kedua
orang tua angkatnya, membuat dirinya sadar bahwa dirinya pantas mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dari yang ada. Keputusan itupun akhirnya di
lakukannya pergi kelampung bersama Hafizul beberapa tahun silam dan tinggal
beberapa waktu lama di Pesantren Daarul Hufazd membuat dirinya menjadi sosok
yang penuh dengan derajat kemulyaan.
Selama dua tahun ia berada di pesantren Daarul Huffazd
banyak hal yang di lakukan terutama ia
sering membantu parah ustaz dan Ustazah di pondok tersebut. Hafizul tinggal di
sana menjadi seorang anak dalam di tempat sang Kyai. demi kemudahan dirinya
untuk bisa bertahan hidup lebih lama lagi dari kejamnya kepedihan dunia ini.
Hari-harinya di isi dengan tilawah dan bekerja.
Hingga suatu saat ia di takdirkan bertemu dengan seorang
wanita pujaan hatinya, yang dulu hatinya di penuhi dengan kebelengguhan rasa
dendam, kemaraahan dan rasa kebencian, semenjak berjumpa dengan wanita tersebut
membuat dirinya mengerti apa itu cinta. Akan tetapi cinta itu hanya bisa
tersampaikan di dalam hati kecil saja, karena di saat kedekatan mereka terjalin
ternyata wanita itu hanya menganggap dirinya sebagai seorang kakak tidak lebih.
dan cinta itupun pada akhirnya hanya bisa ia pendam selama bertahun-tahun
semenjak bertemu dan berpisah terhadap wanita tersebut.
Setelah bertahun-tahun lamanya ia berkelana meninggalkan
pondok yang banyak mengajarkan kebaikan-kebaikan pada dirinya, yang
menghantarkannya kepada sebuah impian terbesar di dalam merajut kehidupan di dunia, merangkainya
menjadi sebuah tanaman yang beraroma wangi sehingga mampu memberikan mamfaat kepada
orang lain yang mencium dan merasakannya.
Ada rasa Enggan dirinya untuk kembali kepondok yang telah
memberikannya jalan kehidupan itu, pondok yang pernah mempertemukannya dengan
sang pujaan hati sehingga ia belajar
mencintai bukan belajar untuk membenci. sungguh betapa berat hatinya untuk kembali
kesana setelah ia mengetahui kabar pernikahan sang pujaan hati, hatinya
tersayat-sayat oleh sebuah silet tumpul yang perlahan demi perlahan menembus
bagian terdalamnya, seketika itu juga merasakan betapa hancur hati Abdul Khiyat.
Setelah enam tahun ia mendengar kabar pernikahan dari
sang pujaan hati iapun akhirnya memutusan kembali meniatkan untuk kembali
mengunjungi pondok tercintanya, karena ia sadar tanpa adanya kehidupan di
Pesantren Daarul Huffazd takkan mungkin menghantarkan dirinya kepada sebuah
titik kesuksesan seperti sekarang ini, gelar S2 yang telah ia rasakan itu semua
berkat sebuah langkah dari pesantren
tercintanya.
******
Tin tin
tin.....
Suara mobil angkot berwarna merah yang menuju kesebuah
jalan pedesaan kecil. Orang yang berada di dalamnya saling berdesak-desakkan,
ada orang tua terhimpit oleh yang muda, ada yang anak kecil hanya terdiam
melihat suara bising dari para penumpang karena kondisi mobil yang tak begitu
layak lagi untuk di pergunakan, dan sesekali terdengar suara ledakan besar dari
sisi knalpot mobil.
Siang itu Abdul Khiyat telah sampai kelampung dan kini
telah menuju kesebuah pondok kecil di pinggiran jalan menuju arah selatan,
tidak lama kemudian terdengarlah suara mobil tua kusam berwarna merah berhenti
tepat di depan gerbang Pondok pesantren Daarul Huffazd. Seketika itu pula
terlihat sosok Abdul Khiyat yang baru saja menurunkan barang-barangnya dari
mobil tua itu.
Tidak di duga-duga oleh Abdul Khiyat ternyata dirinya telah
di tuggu oleh sosok seorang ibu-ibu yang sudah mulai sedikit memutih pada
bagian rambutnya dan tampak dengan jelas kerutan pada dahi dan pipinya, beliau
adalah Bu Nyai Khodijatur Rahmah dan juga melihat sosok seorang laki-laki yang tidak jauh berbeda
dengan kondisi sosok seorang ibu yang menantinya, rambutnya yang telah nampak memutih,
dahi dan pipinya yang terlihat dengan jelas sebuah kerutan, beliau adalah Kyai Abdul
Majid
Kedua orang tersebut adalah orang yang sangat berpengaruh
di pondok tersebut di karenakan merekalah penerus dari pendiri awal pondok
pesantren Daarul Huffazd. Dan bagi Abdul
Khiyat mereka adalah orang tua yang sesungguhnya bagi dirinya,
menemaninya ketika di masa-masa terpuruk, seorang mantan Preman yang cukup
terkenal dan di segani di tempat tinggal sebelumnya mencoba mencari jalan
petunjuk Tuhan yang akhirnya dia menemukan jalan yang di inginkannya, berada di
pondok tersebut dan di terima dengan baik oleh kedua orang yang selalu mengaggapnya
sebagai anak bukan sebagai seorang santri
biasa.
Semenjak kepergian Abdul Humman anak laki-laki satu-satunya
dari Pak Kyai dan dan bu Nyai membuat mereka sangat menyayangi Abdul Khiyat, di
karenakan Abdul Humman meninggal dalam keadaan su’ul khotimah sebagai anak pecandu
Narkotika. Dan itulah yang tidak di ingin oleh Pak Kyai dan Bu Nyai hal yang
sama terjadi terhadap manusia yang ingin
membenahi diri mereka dari
kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan, sebagai menebus rasa bersalah pak Kyai dan buk
Nyai atas Abdul Humman yang mereka abaikan selama bertahun-tahun di karenakan
mereka tidak mau menerima dan melihat anak yang pecandu Narkotika itu.
Assalamualaikum....pa
Kyai, bu Nyai ( sambil memcium tangan mereka )
Wa alaikum
salam anakku Abdul Khiyat (jawab kyai sambil memeluk Abdul Khiyat dan di ikuti
oleh bu Nyai )
MasyaAllah
kini kamu benar-benar telah menjadi orang hebat nak...
Syukurlah pak
Kyai dan bu Nyai semua itu berkat do’a dan
dukungan dari kalian berdua...
Tidak begitu lama percakapan terjadi di antara mereka
bertiga, sambil berjalan kerumah kediaman pak Kyai dan bu Nyai, banyak hal,
pengalaman sesuatu yang telah di alami dan di
telah di lalaui oleh Abdul Khiyat semenjak melangkahkan kakinya
meninggalkan pulau sumatera bagian lampung ini.
Bahkan kehidupan di rumah pak Kyai dan bu Nyai terasa
sepi semenjak kepergian Abdul Khiyat kepulau jawa dalam waktu yang cukup lama,
keramaian itu akan terasa ketika para santri yang sedang sibuk membaca
ayat-ayat Allah di halaman pekarangan masjid ataupun di pepinggiran pagar
pondok, dan di dekat Asrama mereka masing-masing.
Sesampainya di rumah Abdul Khiyat tinggal di kamar Abdul
Humman sebagaimana dulu ia tinggal di sana selama masa mengabdi kepada sang Kyai
dan bu Nyai selama dua tahun lamanya hingga akhirnya ia harus berat hati
meninggal kedua orang tua tersebut di karenakan mengejar cita-citanya di pulau
jawa dengan beasiswa dari Kemenag kota bandar lampung membuatnya bisa
melanjutkan study S1 dan S2-nya di UGM yogyakarta[2].
Tiada terasa kini
ia telah berdiri kembali di lingkungan yang banyak mengajarkannya sebuah pengalaman
dan bekal kehidupan untuk menggapai semua yang ia inginkan semenjak kecil. Dua
hari berada di pesantren daarul Huffazd membuatnya terasa seperti menjadi anak
dalem pak kyai dan bu nyai seperti dahulu, tilawah Al-Qur’an selalu
berkumandang dari ujaran bibirnya yang mampu mengalahkan kemerduan dari sebuah
dentingan piano, sehingga membuat setiap
telinga yang mendengarnya pastilah akan terpukau akan nada yang di sampaikan
oleh nada-nada yang di Lafazdkan oleh Abdul Khiyat.
Dua hari,,,
kenangan...
Manusia memang seakan-akan terlahirkan oleh sebuah kisah
dan sebuah perjalanan dari alur sebuah cerita kehidupan yang mana perjalanan
itu akan selalu ada celah dari sebuah kisah yang akhirnya membuat sebuah
pengalaman yang sangat berarti dalam kehidupan mereka masing-masing.
Tak jauh berbeda dengan keadaan Abdul Khiyat ternyata hari itu lampung kenangan
telah kedatangan sosok seorang bidadari nan anggun, bidadari yang akan membukakan
semua mata yang telah lama terpejamkan, bahkan setiap bunga yang sedang layupun
akan bermekaran ketika merasakan keanggunan dari sosok sang bidadari itu.
Hafidah beserta anak kecilnya baru saja menempuh
perjalanan yang nan jauh, dari luar kota lampung perjalanan mereka yang cukup
memakan waktu sehari semalam itu membuat rasa lelah yang tak tertahankan lagi,
semenjak Hafidah melahirkan Abdul Kholid mereka telah meninggalkan kota lampung
selama enam tahun lamanya mereka tinggal di tempat orang tua Hafizul di desa
kecil pinggiran kota palembang.
Semenjak kepergian Ummi Rohani menemui sang khalik
pemilik nyawa dari segala nyawa membuat
Hafidah merasa sedih dan kehilangan, sang mertua yang merasa kehilngan
anak kesayangannya hafizul tidak ingin
lagi kehilangan manantu dan cucu kesayangannya itu meminta dirinya agar mau tinggal bersama
mereka di desa kecil di pepinggiran kota palembang.
Zaidul Ali yang sejak dulu sudah memiliki keluarga dan
rumah sendiri di kota metro politan lampung terkadang mengunjungi adik
tercintanya itu selama berada di lampung maupun setelah perpindahannya kedesa
kecil itu, terutama keponakan tersayangnya yang selalu mampu membuatnya
tersenyum ketika ia mentap si bayi mungil yang kini telah berubah sosok menjadi
seorang bocah kecil yang sangat tampan.
Setelah dua hari
dirinya berada di kota lampung membuatnya ingin menyegerakan pergi
kepondok pesantren yang pernah menjadi kenangan semasa kecil dan pondok
terakhir melihat dan menatap orang-orang
yang ia cintai, pondok yang telah melahirkan seorang kader-kader dakwah baru
bagi kebaikan islam di masa yang akan mendatang. dua hari itu pula rasa yang
tak tertahankan lagi dirinya untuk kembali kerumah lamanya rumah yang telah ia
tinggali bertahun-tahun bersama kedua orang tuanya, rumah yang telah mengajarkannya sebuah arti
kehidupan, rumah yang telah membuatnya merasakan kehidupan di bawah bayangan
rembulan malam, akankah kisah kehidupan itu akan kembali lagi seperti dulu di
kala rembulan malam bersinar dengan indahnya??? Semua itu hanya Tuhanlah yang
tahu.
Sekembalinya kelampung untuk meneruskan hidupnya dan
ingin agar Abdul Khalid menimba ilmu di Pondok Pesantren Daarul Hufaazd membuat
dirinya ingin sekali menyegerakan pergi kepesantren. di hari kedua Hafidah meniatkan
dirinya untuk pergi kepesantren sambil mengantarkan Abdul Khalid mendaftar
sebagai santri disana.
Sore itu terdengar suara kecil dari injakan kaki seorang
wanita yang baru turun dari mobil angkot kecil, hatinya berdebar-debar karena untuk
yang pertama kalinya dirinya menginjakkan kaki di lingkungan pesantren daarul
Huffazd setelah kepergiannya enam tahun yag lalu, betapa gemetar dirinya ketika
berada di lingkungn pesantren itu banyak sekali bayangan-bayangan dari kenangan
lalu menghantui benak dan pikirannya. Terbesit di hatinya ingin menangis namun
ia tetap mencoba untuk tegar menerima keadaan itu semua.
Assalamualaikum....nak
Hafidah?? ( sapa seorang ibu yang telah jelas nampak
rauh wajah Tuanya)
Wa alaikum
salam....Masya Allah buk nyai...!
Nak Hafidah,
bagaimana kabarnya sekarang?? Tanya bu
Nyai kembali.
Alhamdulillah
bu nyai selalu dalam perlindunganNya...
Pasti ini Abdul
Khalid...? Tebak
bu nyai yang sejak dari tadi melihat si bocah kecill yang enam tahun lalu
pernah dia asuh.
Iya bu nyai
ini Abdul Khalid... jawab Hafidah.
Subhanallah
kini dia sudah besar, semoga menjadi anak yang sholeh ya! Sambil memegang kepala
Abdul Khalid.
Iya bu Nyai... Abdul Khalid menjawab perkataan bu nyai.
Mendengar Abdul Khalid menjawab perkataan sang ibu nyai
membuat ibu nyai tersenyum manis seolah-olah senyuman manis itu mengantarkan
dirinya merasakan senyuman di kala masa mudanya.
Ayo nak
kerumah ibu...! ajak bu Nyai.
Bersama bu Nyai dan anaknya Hafidah menuju kesebuah rumah
sederhana dari bangunan lama, namun tetap berdiri dengan tegaknya di
karenakan rumah itu di rawat dengan baik
oleh sang penghuninya. Rumah itu adalah rumah bu Nyai yang telah menemani masa-masa
tuanya bersama sang suami...
Silahkan
duduk nak...! perintah buk nyai kepada Hafidah
Iya, buk
nyai. Pak kyai kemana ya bu ??? tanya
Hafidah yang sejak dari tadi tidak melihat sosok sang Kyai.
Baru tadi
pagi ia berangkat keluar kota...
Sendirian bu
Nyai???
Tidak, dia
di temani oleh anak kami???
anak bu nyai,
siapa??? Tanya Hafidah sedikit bingung karena telah
lama buk nyai tidak memiliki anak.
Maksudnya
anak angkat kami, Abdul Khiyat.
Apa bu nyai Abdul
Khiyat??? Hafidah merasa penasaran.
Seketika itu pula ia mencoba mereka-reka sosok Abdul Khiyat
yang sedikit sama dengan nama Agus Abdullah Khiyad beberapa tahun silam yang
sempat dekat dengan dirinya, yang selalu memberikan nasehat , orang yang selalu
memberikan dirinya motivasi-motivasi baru agar ia selalu bangkit dari
keterpurukaan di dalam kehidupannya sosok seorang malaikat yang telah
menyelamatkan dirinya dari bahaya yang hampir mengubah hidupnya menjadi hampa
menjalani hari-hari di dunia ini. Namun sekuat apapun ia mengingat hanya wajah
sebatas waktu itu yang mampu ia ingat, entah apakah sang kakak telah berubah
atau tidak, bahkan masih mengingat dirinya atau tidak namun yang pasti Hafidah masih
mengingat dengan jelas masa-masa kedekatannya bersama Agus Abdullah Khiyad sang
kakak yang begitu berarti baginya.
*****
Hari adalah awal dari sebuah arti perjalanan kehidupan
manusia, cerita kehidupan tak pernah berhenti di kala manusia masih memiliki
perjalanan hari, selama manusia masih memilki nafas atau nyawa maka selama itu
pula mereka akan melalui ribuan atau jutaan hari tanpa di sadari oleh akal
pikiran mereka hanya di kala masa tua barulah mereka menyadari ternyata kini
hari-hari mereka sudah mulai berkurang dan terbuang dengan sia-sia.
Hari itu kota palembang penuh dengan kesibukan manusia
yang sedang berlalu lalang di jalanan
raya kota palembang, ada sebagian manusia yang sibuk akan berjualan dan sambil
melayani pembeli. Ada pula berjualan makanan dan terlihat kepulan asap dari
wajan kecil makanan tersebut, terlihat dengan jelas manusia melakukan kegiatan
hari-hari mereka dengan rutinitas yang hampir sama.
Terlihatlah sosok seorang wanita yang sedang duduk manis
di bangku bagian belakang bus, menghayati akan nyanyian merdu dari sang
pengamen cilik. Anak kecil yang menyanyikan lagu raja dangdut menyayikan lagu
sang raja dangdut lirik demu lirik, bait demi bait dan sungguh indah untuk didengar oleh telinga
yang berada di dalam bus itu, setelah nyanyian itu berhenti sang pengamen kecil
kemudian berjalan kearah Hafidah dan mengulurkan tangan mengharap belas kasih
dari Hafidah.
Dia memberikan sedikit riskinya
kepada anak kecil yang meminta uang kepada dirinya setelah menyelesaikan
keinginan sang anak pun pergi dan tidak tampak lagi di hadapan Hafidah dan
sahabatnya itu. Hari itu Hafidah pergi dari pesantren bersama sahabat
karibnya untuk menyaksikan pertandingan pinal sri Wijaya Vs Persipura[3] tanpa
seizin dari pihak keamanan pesantren
Pukul satu siang mereka telah berada di Kilo Meter dua
belas kota palembang, mengingat jadwal pertandingan akan di mulai
pukul tujuh malam maka Hafidah dan Sila sahabatnya itu menyempatkan diri untuk
pergi berjalan-jalan sebentar di sekitar pasar 16. Hampir dua jam mereka berada di pasar 16, karena ini adalah pengalaman pertama mereka
berada di kota palembang maka mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Setelah puas
mengitari sisi bagian pasar tersebut mereka merasa kelelahan dan beristirahat
di tempat restoran kecil yang tidak jauh jaraknya dari pasar 16, puas dengan
menyantap hidangan yang ada mereka tidak menyadari bahwa uang yang mereka
miliki telah di curi para pencuri pasar 16.
Fidah... gi
mana nih, kok dompet aku tidak ada?
Tiba-tiba
Sila merasa kaget karena baru menyadari dirinya telah kecurian. Dan seketika
itu pula Hafidah memeriksa banrang miliknya ternyata mereka berdua telah
kecurian semenjak berada di pasar tersebut, rasa cemas pun menghampiri mereka
berdua di karenakan mereka bingung harus berbuat apa. Apalagi mereka baru
pertama kali ini berada di kota palembang dan belum terlalu memahami seluk
beluk kota tersebut dan tidak satupun orang yang mereka kenal.
Bagaimana
mbak??? Tanya sang pelayan.
Aduh mbak bagaimana
ya kami baru saja kecopetan, dompet kami
beserta isinya tidak tahu hilang kemana...
Jawab Sila dan di ikuti Hafidah yang meyakinkan pernyataan Sila kepada sang
pelayan.
Maaf mbak
itu resiko mbak berdua, sebaiknya mbak bertemu dan menyelesaikannya dengan
manager kami saja. Saran sang pelayan kepada mreka
berdua.
Hampir satu jam mereka berada di rungan manager restoran
tersebut untuk menyelesaikan permasalahan mereka, pada akhirnya mereka keluar
dari ruangan tersebut dengan dada dan hati yang lega di karenakan sang manager
memberi keringanan kepada mereka dengan cara menyita sementara waktu barang
yang mereka miliki, akan tetapi masih
ada permasalahn baru yang akan di hadapi oleh Hafidah dan Sila sahabatnya itu. Permasalahan yang akan benar-benar mengancam
diri mereka berdua, permasalahan yang tidak patut untuk di anggap mudah oleh
siapapun, permasalahan antara hidup dan mati di antara mereka berdua.
Waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam
namun mereka masih dalam keadaan terpuruk mereka benar-benar tidak tahu harus kemana, langkah
kaki merakalah yang menghantarkan ke suatu tempat yang sama sekali mereka belum ketahui
secara pasti kecuali sebuah jembatan yang menyambung antara sisi sungai yang
satu dengan sisi sungai yang lainnya,
mereka berusaha beristirahat di tempat peristirahatan taman yang berada
di dekat jembatan Ampera.
Rasa resah dan kebingungan terus menghampriri mereka,
tanpa uang, alat komunikasi, di tambah
lagi tidak satupun orang-orang yang
berada di sekitar mereka yang di kenal.
Tidak terlalu begitu banyak orang-orang yang nampak kelihatan berjalan
di taman itu di karenakan sebagian orang kota palembang telah berkumpul di
sebuah stadion jaka baring palembang untuk menyaksikn laga pertandingan Sri
Wijaya VS Persipura. hanya ada beberapa
pemuda dan pemudi yang sedang asyik berpacaran di pepinggiran sungai musi,
seorang pengamen yang berkali-kali menyanyikan lagu-lagu mereka, dan beberapa
orang tua yang sibuk mengurusi jualan mereka di bawah jembatan Ampera.
Hafidah dan sahabatnya itu menyesali akan tindakan mereka
yang pergi dari pesantren tanpa seizin
pengurus keamanan pesantren,
sesekali juga terlihat Hafidah memukuli
kepalanya sendiri karena menyesali akan perbuatannya yang memaksa Sila turut
serta menemaninya melarikan diri dari pesantren.
Di saat mereka sedang sibuk mengintrofeksi diri masing-masing.
tidak di sadari
oleh mereka telah nampak sosok tujuh pemuda dalam keadaan mabuk yang sedang menghampiri dan berniat mengganggu
Hafidah dan Sila sahabatnya itu di karenakan tergoda akan kecantikan dari paras
wajah Hafidah.
rasa kuatir dan cemas diri Hafidah dan Sahabatnya mereka
mencoba meminta pertolongan dari orang-orang
yang berada di sekitar mereka, namun sayangnya semua mata yang pada saat
itu menyaksikan kejadian hanya terdiam terpaku seakan-akan mereka tidak mau
tahu akan urusan ketujuh pemudah itu terhadap Hafidah dan Sila Sahabatnya.
Suasanapun semakin mencekam ketujuh pemuda itu semakin
menunjukkan tingkah beringas mereka kepada Hafida dan Sila. hijab yang
melindungi bagian kepala Hafidah terlepas di karenakan tarikan dari salah satu
ketujuh pemuda tersebut. hatinya ketakutan, ingin sekuat mungkin untuk berlari
dari keadaan yang sedang di alaminya namun dia tak kuasa melawan keadaan yang
ada.
Hafidah merasa cemas dia benar-benar pasrah di malam itu,
tiada daya dan upaya dirinya untuk melawan hanya kepasrahanlah yang ada,
dirinya merasa sedih melihat dirinya dan temannya tidak mampu melakukan apa-apa
dan di tempat umum seperti itu tidak ada satupun orang yang mau menolong
dirinya dia hanya bisa menangis kecil melihat keempat pemuda itu mulai
melepaskan penutup aurat yang lainnya. Dirinya benar-benar pasrah dan hanya
kepada Tuhanlah dia meminta pertolongan dari ketujuh pemuda itu.
pukkkkk...!!!
Dasar pemuda
kurang ajar....
Tidak tahu dari arah mana suara dan pukulan itu, namun
yang pasti keempat pemuda yang sedang
sibuk melepaskan pelindung aurat Hafidah dan ketiga pemudah yang sedang sibuk
memegang Sila sahabatnya itu, kini di sibukkan dengan pukulan dari sosok seorang
preman yang berambut panjang memiliki tubuh sawo matang dan di bantu oleh beberapa
temannya memberikan pelajaran kepada ketujuh pemuda tersebut.
Sempat terjadi perlawanan oleh ketujuh pemuda tersebut
akan tetapi perlawanan itu hanya menghasilkan sesuatu kesia-siaan. bagaikan di
kejar oleh anjing gila yang sedang menyerang manusia itupula yang terjadi
dengan ketujuh pemuda tersebut di karenakan mereka terkocar-kacir atas serangan
dan gertakan dari sang pemimpin kelima preman itu.
Siapa yang tidak kenal dengan dirinya, semua orang jika
bertemu dengannya akan merasa takut, semua orang tidak mau berurusan dengannya
dan semua orang yang di hajarnya akan pasti babak belur, terkocar-kacir lari tidak
tahu arah kemana mereka akan kabur dengan mengeluarkan jurus langkah seribu
mereka, itulah sosok preman yang
terkenal di jembatan ampera sungai musi kota palembang yang memiliki anak buah
di seluruh pelosok kota. Namun setiap manusia apapun itu sebarapa pun kuat dan
besarnya keberanian yang mereka miliki tetap ada yang mereka takuti termasuk
sang preman.
Satu hal yang paling di hormati dan di takutinya adalah
sang imam besar masjid agung palembang, dirinya sangat menghormati sosok sang
ulama tersebut apapun yang di katakan sang imam pastilah ia penuhi, termasuk
untuk mengamankan wilayah jembatan ampera yang tidak begitu jauh dari masjid
agung yang sering di pergunakan para pemudi untuk melakukan perbuatan maksiat.
Sang preman itu tidak mengharapkan upah dari sang imam
namun keberkahanlah yang di harapkannya dari sang imam, dan hampir semua preman
yang berada di sekitar wilyah ampera kini mulai sedikit demi sedikit mengenal apa itu ajaran islam yang selama ini hanya
mereka kenal, dan tidak jarang pula sang imam besarlah yang selalu memberikan
ajaran itu. Banyak sekali ilmu agama yang kini mulai mereka dapatkan dari
ajaran sang imam termasuk sang pemimpin dari preman tersebut tetapi kini
tinggal prakteklah yang mesti di lakukan oleh mereka dan sang pemimpin
premanlah kelak yang akan mengamalkan ilmu dari sang Imam dan akan menjadim imam
besar di Baitullah, rumah Allah yang penuh keberkahan di sebuah pesantren
ternama lampung selatan.
Tiada terasa beberapa menit suasana tegang kini telah
menjadi tenang kelima orang yang menolong Hafidah dan sahabatnya itu mampu
mengalahakan ketujuh pemuda yang mengganggu mereka berdua.
Terima kasih
bang??? Ucap Hafidah kepada sang pemimpin preman tersebut.
Ya
sama-sama, Lain kali hati-hati jangan sampai duduk di tempat yang sepi...!
Nasehat pemimpin preman itu kepada Hafidah.
Kalian
kenapa berada di sini??? tanya sosok preman yang telah menolong Hafidah
Dengan terang jelasnya Hafidah menceritakan akan kejadian
yang sedang menimpa mereka di mulai ketidak tahuannya tentang kota palembang,
di susul dengan kejadian pencopetan di pasar dan kejadian yang baru saja
menimpa diri mereka. sosok preman yang sedang setia mendengarkan cerita Hafidah dan sahabatnya itu lekas
menggerakkan tangannya kesaku celana bagian kanan dan mengambil sebuah
Handphone miliknya. Tidak lama kemudian dia menekan tombol “Calling”
seakan-akan dia menghubungi seseorang.
Satu jam setelah dari waktu sosok preman yang sedang
sibuk menelepon tadi tiba-tiba saja datang remaja yang berusia tujuh belas
tahun datang dan menghampiri mereka, tidak tahu apa yang di serahkan remaja
tujuh belas tahun itu kepada sang pemimpin preman tersebut, yang kemudian
menyerahkannya kepada Hafidah.
Benar dompet
ini milik kalian?
Tanya sang pemimpin preman.
Benar
bang...! benar bang
Jikalau
begitu tolong di cek ada yang hilang atau tidak???
Syukur
semuanya masih lengkap, terima kasih banyak bang!!!
Ya,lain kali
hati-hati dengan barang bawaan kalian kota palembang banyak sekali pencuri
handal jadi jangan mudah lengah terhadapnya... nasehat sang preman.
Iya bang...
Sekarang
kalian mau kemana??? Tanya sang preman
Tidak tahu
bang!!!
Sekarang
lebih baik kalian beristirahat dan tidur
di masjid agung palembang saja di sana kalian akan aman menunggu esok pagi
kembali ketempat kalian berdua.
Dan pemimpin preman kemudian mengantarkan mereka berdua
kemasjid Agung untuk bermalam di sana, sang satpam yang mengenal sosok pemimpin
preman itu kemudian mengizinkan kepada kedua wanita tersebut untuk bermalam
hingga menjelang esok hari. Sebelum mereka beristriahat di dalam masjid mereka
menyempatkan diri untuk berbincang-bincang sedikit dengan sang preman yang
menolongnya.
Nama abang
siapa dari tadi mengbrol kita belum tahu namanya??? tanya hafidah sambil tersenyum manis.
Sang preman yang sedang berdiri di hadapan Hafidan dan
Sila sahabatnya itu tersenyum mencoba menahan dirinya di karenakan paras cantik
yang di miliki Hafidah sempat membuat hatinya tergetarkan dari rasa kelelakian
yang dimilikinya.
Panggil saja
saya Agus Abdullah Khiyad, atau Abdullah
khiyad, kalau kalian berdua siapa? Jawab sang
preman itu, dan bertanya kembali.
Nama saya
Hafidatun millah dan ini teman saya Sila!
Oh Hafizah
dan Sila??? Ternyata dirinya salah menyebut
nama Hafidah.
Bukan bang,
Nama saya Hafidah bukan Hafizah. Bantah Hafidah
Karena nama
itu yang saya sebut pertama kali dan saya menyukainya maka saya akan memanggil
kamu dengan nama Hafizah...
Ya sudah
bang tidak apa lumayan bagus juga ... Hafidah mengalah
sambil tersenyum...
Pertemuan yang tidak di sangka-sangka oleh dirinya,
pertemuan yang telah lama terjalin namun pertemuan itu akan lama pula berpisah
dan kemudian akan terjalin kembali.
Sore itu sudah
mulai gelap dan Hafidah masih terbuaikan dengan bayangan di saat pertemuan
pertamanya dengan sang kakak kesayangan Agus Abdullah Khiyad dan kemudian
mengahantarkannya pada pertemuan selanjutnya di pesantren Daarul Huffazd,
Hafidah sangat merindukan perjumpaan dengan Agus Abdullah Khiyad semenjak
perpisahan mereka dari pesantren demi menuntut cita-cita tertinggi mereka
masing-masing, namun tidak tahu kapankan Tuhan akan mempertemukan mereka
kembali.
Terdengar suara azan dari sebuah masjid yang tidak begitu
asing lagi bagi Hafidah, masjid yang menyimpan berjuta-juta kenangan antara
pertemuannya dengan sang kakak, sang suami tercinta Hafizul Rahman. Masjid yang
telah menjadi saksi atas ijab qobul dirinya dengan suami yang penuh akan
ketauladanan terhadap dirinya, masjid yang telah menjadi awal mimpi-mimpinya,
masjid yang telah mendekatkan dirinya kepada sang khalik, ayah, ibunda, dan
Hafizul Rahman, masjid yang akan selalu
di ingatnya hingga akhir hayatnya.
Waktu
magrib telah datang, semua para santri telah meninggalkan kesibukan mereka
masing-masing dan berkumpul di dalam satu bangunan di dalam Baitullah hanya
untuk mendapatkan keridhohanNya dan syafaat dariNya. Semua makhluk Tuhan
khusyuk di dalam sujudnya, tak ada sedikitpun kebisingan yang akan mengganggu
perjalanan di dalam sujud mereka bagi hamba-hamba Tuhan yang beriman.
Subhannallah, walhamdulillah, Allah akbar adalah nada yang terdengar oleh
telinga manusia yang begitu khusyuk di dalam zikir mereka.
Bunga tidur, kenangan lama!
kebisingan siang dan sore hari akan sangat mengganggu di
dalam peristirahatan setiap peristirahatan manusia, namun di saat tibanya
kebisingan malam maka semua mata akan terlelap dengan nyenyaknya bahkan kembang
tidurpun akan selalu ada dan menghampiri di kebisingan malam mengalun-alun di
dalam mimpi manusia yang mengalaminya semua rasa mungkin akan terbuai oleh
lantunan nyanyian dari kebisingan malam itu tak tersadarkan bahwa mereka telah
tertidur dengan pulasnya.
Di mana
saya,????
Tanya Hafidah kepada dirinya sendiri di karenakan ia
tidak tahu kini ia sedang berdiri di mana, yang ada saat itu hanyalah sebuah
ruangan kecil yang terang benderang mengalahkan cahaya lampu yang berkekuatan
lebih dari beribu-ribu watt. Hafidah benar-benar merasa bingung kenapa dirinya
berada di tempat yang sama sekali tidak dia ketahui.
Assalamualaikum....
!
Terdengar suara yang ia kenal dari arah luar ruangan, Hafidahpun
tertuju kesebuah pintu saat itu, pintu yang memancarkan cahaya kekuning-kuningan
di karenakan terbuat dari inti mas yang memiliki nilai harga jual yang tinggi. Hafidah kemudian melangkahkan
kakinya kearah pintu tersebut, di saat di buka dan dilihatnya telah berdiri
sosok lelaki bercahaya dirinyapun terkagetkan dengan sosok lelaki yang
bercahaya putih berdiri di hadapannya
itu, dia sungguh mengetahui sosok lelaki bercahaya itu dia adalah Hafizul
sang suami tercintanya.
Abi kemana
saja, ummi sangat merindukan Abi,,,,! Tanya Hafidah
Ummi tidak
perlu menangis dan sedih, selama ini Abi pergi jauh hanya untuk mencarikan
sebuah kado spesial untuk Ummi...
Kado apakah
itu Abi??? Tanya Hafidah penasaran.
Suatu saat Abi
akan memberitahukan kadonya Ummi..
Hafizul yang tersenyum kepada Hafidah dan menunjuk kearah
salah satu sosok lelaki bercahaya yang sedang berdiri tepat di depan ratusan
orang yang memiliki wajah yang berseri-seri
dan bercahaya seperti sosok lelaki
bercahaya yang sedang berdiri di depan mereka.
Abi akan
turut berma’mum kepadanya. Itulah kado Abi untuk Ummi
Hafidah terbangun dari mimpinya, hatinya berdebar-debar
karena baru saja memimpikan suami tercintanya, namun mimpi itu membuat dirinya
merasa bingung dan bertanya-tanya Akan maksud dari sang suami mengatakan akan
memberikan sebuah kado spesial yang nanti di berikan kepada dirinya kelak dan
siapakah sosok lelaki bercahaya itu yang sedang berdiri tepat di depan ratusan orang
yang sedang bermakmum kepadanya.
Ummi, Ayo
kemasjid..!!! Abdul khalid mengajak ibunya.
Terbuai akan memikirkan kado spesial yang akan di berikan
oleh sang suami dan sosok lelaki bercahaya di maksud suaminya di dalam mimpi tersebut, Diapun terkagetkan dengan suara Abdul Khalid yang
sejak dari tadi sudah bersiap-siap untuk pergi kemasjid. Ternyata bunga tidur itu
membuat dirinya terbuai dari lantunan akan seruan Tuhan. dirinya beristigfar
memohon ampun kepada Tuhan atas kelalaiannya.
Sehabis shalat shubuh dan mengaji Hafidah lebih memilih pagi itu untuk bersantai
di taman kecil yang berada di depan rumah bu Nyai, Hafidah duduk santai bersama
anaknya Abdul Khalid. Terbayang di dalam
benaknya memilki harapan untuk bisa duduk bersama sang suami, tiba-tiba saja ia menangis terseduh di hadapan
Abdul Khalid.
Ummi ada apa,
kenapa ummi menangis seperti tadi malam di saat menceritakan tentang Abi??? Tanya Abdul khalid.
Tidak ada
apa-apa nak ummi hanya saja sedang merindukan Abi.
Pagi itu Hafidah merasa sedih di karenakan ia hampir saja
mengabaikan pesan sang suami, dan melalaikan akan perintah Allah. Semenjak
kepergian Hafizul, dirinya tidak pernah sedikitpun untuk melalaikan waktu
shalat, bahkan dia selalu menyiapkan dirinya ketika akan masuk waktu shalat.
Tidak pernah terbesit di dalam dirinya untuk
melalaikannya apalagi untuk meninggalkannya.
Hafidahpun meneceritakan akan kisah sang suami kepada
Abdul Khalid dan pertanyaan itupun berlanjut menjadi sebuah kisah cerita dari Hafizul.
*****
Mas
Hafizul.....!!! teriak hafidah.
Seketika semua orang menyaksikan peristiwa penyelamatan dramatis
itu terkagetkan dengan teriakan Hafidah. Semua orang menyegerakan diri untuk turun
dari pos pertama menuju kearah bawah dari ketinggian lima ratus kaki itu dan di
ikuti oleh orang yang berada di pos kedua. Terlihat dengan jelas sosok
laki-laki yang sedang menahan rasa sakitnya setelah ia terjatuh dari ketinggian
lima ratus kaki.
Sempat ia tersangkut di bagian pepohonan membuat dirinya
mampu bertahan dari luka yang ada, namun ia tampak begitu lemah dan tak berdaya
yang hanya ada sesekali ia mendengar suara keributan dari orang-orang yang akan
menolongnya. Tidak lama dari rasa sadarnya perlahan demi perlahan diapun
memejamkan kedua matanya.
Setiap mata yang menyaksiakan atas perjuangan sang suami
kepada sang istri tentunya akan merasa ibah, pengorbanan yang tak sia-siapun
terjadi walaupun terkadang harus
mengorbankan diri demi orang-orang yang
di cintai, tentunya cinta yang tuluslah yang akan mampu melakukan semua itu.
Dulu dirinya yang tak ingin mencintai orang lain dikarenakan di dalam hatinya telah tertulis
akan sebuah nama dari sosok lelaki yang lebih ia cintai daripada yang
mencintai, kini rasa itu akan mampu di sentuh oleh perjuangan dari sebuah
ketulusan cinta yang di miliki sang suami kepada istri yang di cintainya, dan
Hafizulpun telah menunjukkan ketulusan cinta itu.
Mas
hafizul....!
terdengar sosok seorang perempuan menangis terseduh-seduh
sambil menyebut dirinya dan terdengar suara beberapa orang yang tidak begitu
asing baginya terutama suara ayah dan ibunda tercinta. Malam itu ternyata Hafizul siuman dari pingsannya setelah
beberapa jam lalu ia tertidur tidak sadarkan diri. Tanpa di sadari oleh dirinya, Dia telah
berbaring di rumah sakit, tak berdaya sedikitpun beberapa bagian tubuhnya tak mampu ia
gerakkan. Hanya gerakan mulut dan tangannyalah yang masih mampuh dia gerakkan.
Ummi...!!!
Hafidah yang sejak dari tadi duduk di samping Hafizul tersadarkan
akan suara kecil dari suaminya, dan sesegera mungkin iya menghapus air matanya
dan membalas panggilan suaminya itu.
Mas ini aku,
Hafidah!!! Sambil meneteskan air mata.
Ummi di mana
Abi, kenapa abi berbaring di atas kasur???
Tanya hafizul yang masih kebingungan.
Mas istirahat
ya....! jangan terlalu banyak berbicara.
Hafidah
mencoba menenangkan suaminya namun dirinya tetap meneteskan air mata karena tak
kuasa melihat kondisi sang suami.
Semua mata yang melihat pembicaraan itu, terpaksa harus
meneteskan air mata karena melihat betapa tegarnya sosok Hafidah yang mencoba
menenang suami tercintanya itu. Bahkan jutaan bintang di langit dan rembulan
turut serta merasakan kesedihan di ruangan kecil itu melihat akan pengorbanan
Hafizul dan ketabahan dari istrinya terhadap musibah dan ujian yang sedang di
hadapi mereka berdua.
Malam
semakin larut Hafizul yang sejak dari menahan rasa sakit pada tubuhnya mencoba
kembali berbicara kepada sang istri dan keluarga yang hadir.
Ummi, maukah
ummi mengabulkan permohonan Abi yang terakhir???
Terdengar dari luar ruangan tetesan dari butiran hujan
jatuh sedikit demi sedikit, Awan yang malam itu sempat cerah kini berubah
menjadi pekat dan hitam, dan langitpun tertutup oleh awan di karenakan dirinya
ingin menunjukkan rasa kesedihannya malam itu. Bahkan rembulan begitu tampak
redup,cahaya bintang yang begitu terang kini telah berubah seakan-akan semua
alam ingin menunjukkan rasa kesedihan mereka kepada pemilik hati yang mulya
yang akan pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.
Perkataan itu seolah memberikan sebuah tanda bahwa
Hafizul ingin lekas berpamitan untuk pergi jauh, jauh sekali tanpa adanya
kebisingan dari kehidupan dunia, tanpa adanya gangguan dari siapapun, merangkap
sebuah kehidupan yang terbebaskan dari rasa kesalahan dan dosa.
Zaidul Ali yang tak kuat menahan air matanya keluar dari
ruangan karena ia tak ingin sahabat sekaligus adik iparnya melihat dan merasakan
kesedihan yang di alami dirinya sehingga akan membuat diri Hafizul semakin
sedih dan terpuruk.
Mendengarkan perkataan Hafizul tiba-tiba saja semua mata
yang berada di ruangan itu kembali lagi meneteskan air mata dengan derasnya.
Namun Hafidahlah yang paling tegar ia tidak mau melihat suaminya sedih di
karenakan ia menangis di hadapannya.
Katakanlah
mas, apapun permintaan mas Hafizul akan ummi kabulkan.. bahkan ummi harus
berkelana kemanapun hanya untuk memenuhi permintaan mas Hafizul ummi akan
lakukan itu mas, asalkan mas Hafizul lekas sembuh dan jangan mengatakan seperti
itu lagi....! hati Hafidahpun menangis karena
takut akan kehilangan sang suami.
Janji ummi akan menepatinya...!
Tanya Hafizul sambil menampakkan raut kesedihannya, di karenakan ia sadar bahwa dia tidak akan lama lagi meninggalkan semua orang
yang ia cintai dan sayangi itu termasuk sang istri tercinta.
Ummi janji
Abi, ummi sangat sayang dan mencintai abi, pasti ummi akan tepati janji itu... !tiada terasa air mata Hafidah pun menetes.
Mendengar
apa yang di ucapkan sang istri, air mata
Hafizulpun menetes dengan derasnya betapa dirinya bahagia dan senang karena istri
yang selama ini dia sayangi dan cintai kini telah membukakan hatinya kepada dirinya.
Ummi jangan
sedih, tetaplah tersenyum, Abi akan selalu ada untuk Ummi dan tetaplah hidup
walaupun tanpa Abi,pasti suatu saat ummi akan bertemu orang yang tepat untuk
menggantikan posisi Abi. Hal yang terakhir abi inginkan adalah ummi bersama
abi shalat berjama’ah di masjid jami’
karena di sanalah abi akan mengantarkan orang yang pantas untuk ummi cintai.
Suatu permintaan yang sangat berat bagi Hafidah karena
melihat kondisi Hafizul yang tak mungkin harus beranjak dari tempat tidurnya
malam itu, namun Hafidah harus menepati janji yang telah ia janjikan,
permintaan yang tak mungkin untuk di tolak olehnya dan iapun dengan berat hati
mengabulkan permintaan terakhir suami tercintanya.
Azan shubuhpun akhirnya terdengar dari pembesar suara
masjid Jami’ tanda waktu shalat telah datang, shubuh itu semua santri merasakan
kesedihan yang mendalam karena sejak dari tadi malam merindukan sosok seorang
imam seperti Hafizul yang mampu menarik lantunan-lantunan ayat Al-Qur’an kepada
mereka sehingga setiap lantunan ayat-ayat itu mampu membuat mereka terbuai
dalam lamunan kekhusyu’an mentadabburi ke agungan Tuhan.
Semua santri telah berada di rungan dalam masjid Jami’ seperti
biasanya ada sebagian santri yang sibuk membaca Al-Qur’an dan ada juga sebagian
yang masih terbuai akan lamunan kenikmatan dari tidur, ada juga yang sedang
sibuk menyiapkan diri untuk shalat tahiyatul Masjid.
Sepuluh menit berlalu, masuklah sosok sang imam yang
duduk di atas kursi roda dan di belakangnya wanita cantik sholehah dan tampak
keanggunannya di balik mukenah putihnya sambil mendorong kursi roda tersebut
menuju ke depan tempat sang imam berdiri.
Para santri terkejut di karenakan sang imam adalah ustaz
Hafizul Rahman imam yang sangat mereka rindukan akan lantunan-lantunan bacaannya.
setelah Hafizul berada di urutan sejadah imam, Hafidah berlalu darinya menuju
barisan terdepan sap putri yang berada
di lantai dua tepat di atas makmun laki-laki. Sehingga dapat dengan
jelas Hafidah melihat keberadaan sang suami yang berada di posisi terdepan dari
para ma’munnya.
Entah apa yang terjadi tidak tahu mengapa, apa yang
membuat semua galaksi berasa terguncang. tidak tahu mengapa, apa yang membuat
hujan meneteskan butiran-butiran, entah mengapa bunga yang seharusnya berkembang
tiba-tiba saja menjadi layu, entah mengapa air tiba-tiba saja terdiam bisu, dan
bahkan malaikat-malaiktapun turut merasakan akan kesedihan terhadap apa yang
dirasakan oleh alam shubuh itu. Semua
mata di penuhi akan linangan air mata, semua mata tak mampu menahan tetesan
airmata yang mengalir di pelopak mata mereka, semuanya terhanyut di dalam
lantunan ayat-ayat Allah yang di bacakan oleh Hafizul. Bahkan rasa sakitpun
akan terasa hilang bagi yang mendengarkan bacaan-bacaan ayat Tuhan yang di
lantunkan olehnya,
Hafidah, Ummi, Ibunda dan Ayahanda Hafizul dan seluruh
santri yang berada di dalam Baitullah itu merasakan kesedihan yang mendalam
sehingga mereka tak kuat menahan tetesan air mata yang ada. Di karenakan hafizul membaca sebuah ayat “Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya
kita kembali.”[4] sujudpun terjadi,
Sang suami, imam, sekaligus orang yang sangat ia cintai meninggal dalam keadaan
istiqomah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
Takdir,,,,,pertemuan
Kepergian Abdul
khiyat bersama Kyai Abdul Majid ke luar kota selama beberapa hari membuat rasa
rindu kepada sosok wanita tua yang telah mengabdikan dirinya hidup bersama sang
suami tercinta sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Bukan hanya bu nyai yang
sangat merindukan sang suami dan anak angkatnya itu tetapi sang kyai dan Abdul
Khiyat juga merasakan hal yang sama merindukan dirinya dan bahkan tak
segan-segan pinta sang Kyai kepada Abdul Khiyat untuk selalu menghubungi istri
tercintanya karena hanya ingin tahu akan kabar dirinya.
Dalam rangka menjadi juri dan peserta di perlombaan MTQ,
mau tidak mau sang Kyai dan Abdul Khiyat
harus meninggalkan Bu nyai sendirian selama dua minggu untuk berada di kota Prabumulih.
Abdul Khiyat di mintai oleh sang kyai untuk menjadi peserta lomba dalam
hapalan Al-Qur’an 30 juz untuk peserta
kategori dewasa.
Abdul Khiyat adalah salah satu peserta yang terplih dari
pondok pesantren Daarul Huffazd untuk mewakili
MTQ nasional tersebut ia berangkat bersama beberapa para santri yang
ikut terpilih untuk mewakili beberapa cabang perlombaan lainnya.
Di hari pertamanya ia hanya lebih memilih untuk berjalan-jalan
di sekitar area perlombaan karena ia mendapatkan giliran jadwal di hari ke
sepuluh dari lima ratus peserta yang
ikut perlombaan cabang hapalan Al-Qur’an
30 juz tingkat dewasa. pada saat terbuai oleh keadaan sekitar tiba-tiba saja ia
menabrak seorang wanita,,,,
Haduhhh.....
keluar suara dari bibir wanita yang ia tabrak.
Aduh maaf yaa,,,saya
tidak sengaja... Sahut Abdul Khiyat
Wanita itu
hanya menganggukkan kepalanya dan tergesa-gesa untuk segera meninggalkan tempat
dimana Abdul Khiyat menabrak dirinya.
wanita itu berlalu dari hadapan Abdul Khiyat begitu saja
tanpa berkata sepatahpun, paras wajah cantiknya masih mampu mempengaruhi alam
pikiran Abdul Khiyat tanpa di sadari dirinya telah terbuai kepada wanita yang
di tabraknya.
Astagfirullah...ucap
Abdul khiyad.
Kemudian
berdo’a “Ya Rabbi, aku berlindung pada-Mu dari
bisikan-bisikan syaithan, dan aku berlindung pada-Mu dari kedatangan mereka
kepadaku”. [5](Surah Al-Mu’minûn (23) : 97 &
98)
Tidak lama kemudian dia bertemu Roihan teman satu kolompoknya yang di kenalnya beberapa
hari yang lalu.
Assalamualaikum..Abdul
ada kerjaan tidak sekarang? Tanya Roihan
Wa alaikum
salam....tidak ada Han, Memang kenapa??Jawab Abdul
Khiyad.
jikalau
begitu temanin aku ya kepasar... sekarang.
Ohh itu Baiklah....
Mereka berdua berangkat dengan menaiki mobil angkot
menuju kepasar yang jaraknya cukup jauh dari kediaman mereka. setelah melalui
beberapa menit dari perhitungan perjalanan mereka, akhirnya mereka sampai
kepada tujuan yang di harapkan, pasar inpres Prabumulih[6]. Dengan
sigapnya Roihan keluar dari mobil angkot yang mereka tumpangi dan hampir saja meninggal
Abdul khiyat di karenakan Roihan tidak sabar lagi untuk menelusuri pasar
terbesar itu.
Enam puluh
menit telah berlalu mereka berdua masih
mengitari pasar itu namun yang mereka cari tidak juga ditemukan. Di saat mereka
telah merasakan kelelahan berencana untuk kembali ketempat kediaman tanpa di sengaja Abdul Khiyat melihat barang
yang di cari oleh Roihan yaitu, sebuah kado kotak musik berwarna ungu. Roihan bersih keras mencari barang tersebut di
karenakan dia ingin memberikan kado spesialnya di hari ulang tahun calon
isitrinya nanti. Setelah menemukan apa yang di cari oleh Roihan Diapun bertanya
kepada Abdul Khiyat.
Kamu
Punya orang yang spesial di Dalam hidupmu?
Tidak
ada Han...! jawab Abdul Khiyat
Tidak
ada? Bagaimana bisa masa tidak ada orang spesial dalam hidupmu.! Tanya
Roihan sambil menyudutkannya.
Sebenarnya
ada Han, tapi itu sudah lama sekali, sudah beberapa tahun yang lalu, bahkan
kini aku tak tahu persis dirinya sekarang.
Sabar
ya sob....Allah pasti akan memilihkan wanita yang tepat untukmu.!
nasehat Roihan sambil menaruh tangannya di atas pundak Abdul Khiyat
Sudah,
ayo kita kembali ke beskem... Ajak Roihan.
Percakapan
yang sempat terjadi berakhir dengan cepatnya, Masih terbayang-bayang di benak
Abdul Khalit mengingat-ingat masa lalunya ketika ia masih berada dan selalu ada
untuk wanita yang ia cintai, walaupun bertahun-tahun lamanya harapannya tidak
pernah tercapai akan tetapi ia masih menunggu dan terus menunggu hingga harapan
itu menghampiri dirinya atau Tuhan akan menentukan sebuah harapan baru baginya.
Merekapun bersiap-siap untuk kembali ketempat
kediaman sementara mereka selama perlombaan berlangsung, di saat mobil yang mereka tumpangi ingin
beranjak dari pemberhentiannya ketempat tujuan tiba-tiba saja Abdul Khiyat meminta kepada sang Sopir Bus untuk berhenti. Seketika itu pula sang sopir marah kepada Abdul Khiyat dan Roihan.
Roihan
yang tak tahu maksud Sahabatnya hanya
bisa diam terpaku dan mengikuti langkah Abdul khiyat yang tiba-tiba saja keluar
dari bus tersebut. Diapun menghampiri sosok wanita yang sedang di goda oleh tiga
pemuda yang berada di pasar tersebut.
Maaf
mas kenapa mengganggu wanita ini??? Tanya Abdul Khiyat kepada tiga
pemuda yang mengganggu wanita cantik itu.
Halah....
ini bukan urusanmu.
Tanpa
basah basi tiba-tiba saja salah satu dari ketiga pemuda itu menghantamkan
tangannya kearah wajah Abdul Khiyat, namun
dengan cekatannya Abdul Khiyat menangkis pukulan itu di karenakan ia telah
membiasakan dirinya untuk selalu berlatih ilmu karate di saat waktu senggangnya,
suasanapun memanas dan terjadilah perkelahian antara Abdul Khiyat bersama
ketiga pemuda itu, tidak tega melihat Abdul Khiyat di keroyok oleh ketiga
pemuda tersebut Roihanpun menolongnya. Wanita yang di ganggupun berteriak
meminta pertolongan kepada warga sekitar pasar tersebut.
Perkelahian
itu terjadi dengan hebatnya sesekali hantaman pukulan dari salah satu pemuda
itu mengenai bagian tubuh Abdul Khiyat Namun dia tidak berdiam diri saja dengan
sekali pukulan keras dari Abdul Khiyat pemuda itupun tersungkur ketanah dalam
keadaan lemas di sebabkan pukulan Abdul Khiyat mengenai bagian ulu hati dari salah
satu pemuda tersebut. Dan kemudian sekali tendangan mae-geri karate[7] membuat
pemuda keduapun terjatuh. Namun sayang berbeda dengan Abdul Khiyad, Roihan yang
menolongnya harus terkena pukulan dari pemuda tersebut. Sesegera mungkin Abdul
Khiyat menolong Roihan dengan melangsatkan
tendangan mautnya ( tendangan Yoko Geri Kekome karate ) kearah
pemuda tersebut sehingga mengenai bagian samping perut pemuda yang berdiri di
hadapan Roihan dan seketika itu pula pemuda tersebut terjatuh dan tak sadarkan
diri.
Suasana
yang tadinya cukup sepi kini telah di penuhi kerumuanan orang dan polisi yang
mencoba meleraikan perkelahian tersebut, ketiga pemuda yang sudah terbaring
lemah dan tak berdaya hanya mengikuti intruksi dari sang polisi untuk di bawah
ke Mabes Polri terdekat. Tak luput pula Abdul Khiyat, Roihan beserta wanita yang
di tolongnya ikut kekantor polisi sebagai saksi dan korban atas kejadian
beberapa menit yang lalu.
Beberapa
jam lamanya mereka berada di Mabes Polri kota prabumulih hanya untuk
menyelesaikan permasalahan mereka kepada ketiga pemuda tersebut, polisi
kemudian memperbolehkan mereka untuk pulang. Roihan kemudian berpamitan terlebih dahulu
kembali ke Camp penginapan sedangkan Abdul Khiyat atas permintaan wanita itu
iapun tinggal menemani wanita tersebut di ruang tunggu mabes polri hingga kedua
orang tuanya datang.
Terima
kasih banyak mas atas pertolongannya...! sahut wanita cantik itu kepada Abdul
Khiyat...
Ya
sama-sama mbak, kebetulan saja tadi saya
lewat dan melihat mbak di ganggu sama ketiga pemuda itu, hanya saja saya tidak
suka ada laki-laki yang mengganggu wanita, apalagi wanita selembut dan sebaik
mbak yang di gannggu.
Mendengar
pernyataan Abdul Khiyat wanita itu tersenyum...karena masih ada pemuda yang menghargai
derajat wanita di zaman ini.
Oh iya mas, nama saya Zahra, Zahratunnisa....nama
mas siapa???
Saya,Agus Abdullah khiyad biasa di panggil Abdul Khiyat...dan
teman saya yang tadi Roihan...
Beberapa
menitpun berlalu kini mereka berduapun telah akrab dan mencoba untuk saling mengenal,
berbincang berbagai pengalaman masing-masing di antara mereka berdua, Abdul Khiyat
yang menceritakan perjalanan dan pengalaman hidupnya begitu pula Zahra yang menceritakan sebagian
kehidupan tentang dirinya,..di sela-sela asyiknya mereka mengobrol datang dua orang tua paruh bayah dan berwibawa menghampiri mereka...
Assalamualaikum...
sapa laki-laki paruh bayah itu...
Wa
alaikum salam....serentak mereka berdua menjawab salam.
Abi,
Ummi...! Zahra sambil memeluk ayah dan ibunya.
Kamu
tidak apa-apa nak?? Tanya sang Ummi.
Alhamdulillah
Ummi, Zahra masih dalam perlindungan Allah dengan melalui pertolongan mas Abdul
Khiyat.
Syukurlah
nak...!
Abi,
Ummi perkenalkan mas Abdul Khiyat orang yang menolong Zahra.
Abdul
khiyatpun menyalami sambil mencium tangan lelaki paruh bayah sebagai tanda
takzim dirinya kepada orang yang lebih tua darinya. Dan menyalami wanita paruh bayah yang berada di
samping laki-laki paruh bayah itu.
Perkenalanpun
terjadi di antara mereka, Zahra sangat bahagia sekali sore itu, ia merasa ada
sesuatu yang aneh menghampiri hatinya, sesuatu yang sulit untuk di tebak, di
raba dan dirasakan hanya Zahra dan Tuhanlah yang tahu tentang perasaan yang ia
rasakan semenjak pertemuannya dengan Abdul Khiyat.
******---
Cintapun
telah bertasbih di atas sajadah kerinduan, inilah kehidupan yang mesti di
sadari oleh setiap insan yang bernyawa, bagaimana terlepas dari rasa butuh atau
tidaknya mereka terhadap cinta, cinta itu sendiri yang akan tetap selalu ada di
dalam kehidupan manusia dan menghampiri di dalam perjalanan kehidupan yang ada,
kita lihat betapa banyak orang menjadi para pujangga cinta karena hanya ingin
menyampaikan isi hati mereka kepada yang di cintainya, sudah berapa banyak
orang menjadi gila di karenakan cinta,
itulah cinta. Ia tidak akan pernah habis di makan oleh waktu dan zaman dia akan
selalu ada. Bahkan lautan dan gunungpun takkan mampu melawan kekuasaan cinta.
Semua
manusia jika telah terkena Virus cinta maka lautan akan di seberangi, gunung
akan di lalui, apipun akan di langkahi hanya di karenakan cinta, itulah cinta
yang akan selalu ada, tumbuh , berkembang dan bersemayam di dalam hati manusia
yang telah mengenal yang namanya cinta.
Semenjak
pertemuan antara Zahra dan Abdul Khiyat, kini hari-hari Zahra telah di isi
dengan nama sosok seorang pemuda yang telah menyelamatkannya. Setiap waktu,
menit bahkan detikpun ia tak mampu melupakan sosok pemuda yang berparaskan
wajah yang penuh kemulyaan itu. Dirinya melupakan waktu makan dan minum hanya
karena membayangkan sosok Abdul Khiyat.
hayooo....lagi
mikirin siapa??? Sapa sang ibu kepada Zahra yang sedang melamun.
Lagi
tidak mikirin siapa-siapa Ummi...! bantah Zahra atas tebakan sang Ummi.
Halahh,,,jangan
bohong ummi tahu kok siapa yang Zahra pikirkan....
Masa
sih Ummi...? raut wajah Zahra memerah mendengar perkataan umminya.
Tuhkan
benar tebakan Ummi,,,, sudah langsung di lamar saja orangnya...!
Ah
ummi ada-ada saja....masa perempuan melamar laki-laki...!
Zaman
sekarang hal seperti itu sudah biasa...nanti ummi bilang sama Abi yaaa...kalau Zahra
sudah menemukan sang pujaan hati...!
Obrolan
sederhana yang menemukan titik pemecahan dari suatu masalah yang di hadapi Zahra
berakhir dengan sebuah keputusan yang baik akan tetapi keputusan itu tetap
terjaga hingga pada waktunya ia akan menemukan jalan untuk menyelesaikan
permasalahan dirinya.
sembilan hari telah berlalu , namun ia tak pernah luput
sedikitpun untuk memikirkan sosok Abdul Khiyat.
Sosok lelaki yang telah mampu mencuri hatinya, lelaki yang sangat ia cintai, walaupun jarak
tujuh tahun antara umur Zahra dan Abdul Khiyat bukanlah suatu permasalahan bagi
Zahra karena ia sangat mencintai sosok lelaki yang telah menyelamatkan hidupnya.
Hari
yang telah di tentukan oleh sang panitia perlombaan pun telah tiba kini saatnya
bagi Abdul Khiyat mempersiapkan diri untuk mengikuti perlombaan. waktu malam yang
telah di tentukan datang, setelah peserta yang ke empat ratus delapan puluh
membacakan ayat yang telah di tentukan tiba saatnya giliran Abdul Khiyat membaca
ayat yang di perlombakan tersebut, sang juri telah siap menilai atas kepasihan
dari sisi tajwid, hapalan dan sisi penilaian lainnya.
Sang
juri membaca satu surat Al-Qur’an yang kemudian di teruskan oleh Abdul Khiyat. Semua
mata terpukau, semua telinga dengan khusyu’nya mendengarkan bacaan Abdul Khiyat,
semuanya seakan-akan di sihir oleh kemerduan dari bacaan Abdul Khiyat bahkan
sang juripun tetap membiarkan Abdul Khiyat terus dan terus membacakan
kalimatullah itu, semua mata meneteskan air matanya. di karenakan mereka seperti
di sirami oleh sebuah nasehat yang begitu mulya, dan dari kejauhan tampak sosok
seorang wanita yang paras wajah yang begitu cantik dan Dandanan yang begitu anggun
duduk sambil mendengarkan bacaan Abdul Khiyat dia adalah Zahra, airmata Zahra jatuh
dengan lembutnya di bagian pipi halusnya, sungguh indah pesan-pesan Allah yang di
sampaikan melalui bibir orang yang begitu mulya.
Dan
cinta itupun semakin besar dan dalam terhadap Abdul Khiyat, bahkan Zahra tak
kuasa membendung rasa cintanya kepada Abdul Khiyat, ia pun bersenandung di
dalam hatinya melalui sebuah kalimat sederhana yang kemudian di sulap menjadi
sebuah bait-bait cinta...
Tuhan
menciptakan...
langit
dalam bentuk yang begitu sempurna.
Bulan
yang begitu indah jika di pandang malam hari...
Sinar
matahari yang memberikan mamfaat bagi manusia...
Air
yang selalu memberikan kehidupan
Namun....
Ciptaan
yang paling sempurna hanya dirimu...
Itulah
dirimu mas Abdul khiyat...
Semua
kelebihan yang di miliki alam ini ada pada dirimu....
Karena
itu aku memilihmu....
Tiada
terasa akhir dari sebuah kebahagian itu kini telah berganti dengan bayangan
kesedihan, perlombaan berakhir dengan cepatnya bagai bergilirnya waktu yang terus
berjalan tiada terasa semua manusia yang berkumpul di area tersebut menghadapi
hari-harinya dengan penuh ketegangan, senyuman ataupun kesedihan kini berganti
dengan rasa kekecewaan di karenakan kegagalan, ataupun di iringi rasa bahagia
karena berhasil memenangkan perlombaan yang mereka ikuti, namun berbeda dengan Zahra
ia merasakan kesedihan yang mendalam di karenakan ia harus berpisah dengan
lelaki pujaan hatinya untuk jarak waktu yang cukup lama.
Terjalin
sebuah kedekatan...
Perputaran
waktu terus silih berganti, perputaran
jam telah berputar ribuan kalinya, detik telah berkumpul menjadi kata jutaan detik kemudian menjadi jutaan
menit dan menjadi jutaan jam, tak terhitung dan tak terhingga oleh radar kehidupan manusia
seberapa banyak waktu yang telah mereka lalaikan atau seberapa banyak waktu
yang telah mereka mamfaatkan. Tak ada satupun yang tahu seberapa banyak semua
itu mereka dapatkan, semuanya hanya
dapat mereka rasakan.
Dua
minggu telah berlalu, sepulang dari acara perlombaan itu dua hari penuh ia
bersama pak kyai beristirahat di karenakan rasa lelah yang mereka hadapi
beberapa hari yang lalu. Namun
perjuangan Abdul Khiyat dan beberapa santri lainnya tidak sia-sia mereka berhasil
membawa pulang beberapa piala dari berbagai cabang perlombaan. Abdul Khiyat
berhasil memenangkan cabang perlombaan tiga puluh juz tingkat dewasa ia mampu menjadi nomor satu
dari lima ratus peserta lainnya.
Pagi
hari itu ingin sekali Abdul Khiyat memanjakan
dirinya dari rasa lelah di atas kursi
goyang yang berada di lantai luar rumah. walaupun sudah hari ke dua tubuhnya
tetap merasakan rasa lelah yang tak terhingga, dirinya ingin menyegerakan
memejamkan matanya. Di saat ia sudah mulai terbuai dengan alunan mimpi tanpa
dia sadari datang sosok dua anak kecil yang masih kelas 1 MTS memberikan salam
kepada dirinya, langsung saja ia terbangun dari tidur sekejapnya dan menjawab
salam kedua anak tersebut.
Ustaz
ada bu nyai tidak...? tanya dari salah satu anak tersebut.
Tidak
ada nak, bu nyai sudah pergi kepasar pagi-pagi buta tadi.
Ada
apa nak....?? tanya Abdul Khiyat.
Pak
ustaz, Abdul Khalid sedang sakit
sekarang, kata bu nyai jika ada apa-apa dengan Abdul Khalid segera di
beritahukan kepada beliau... jawab kedua anak kecil itu.
Di
karenakan ibu nyai sedang tidak ada di rumah, iapun memutuskan untuk mengambil
alih amanah tersebut, dengan di antar kedua anak tersebut menuju kesalah satu
asrama, setibahnya di depan pintu asrama yang berukruan dua kali satu itu, ia
melihat sosok anak kecil yang tubuhnya sudah terbujur kaku, ternyata sudah dua
hari anak kecil itu sakit mengidap demam berdarah. Di dekatinya anak yang
sedang berbaring terbujur kaku itu, di saat di dekat dan melihat anak itu terasa
ada sesuatu yang tak asing pada dirinya, Abdul Khiyat seakan-akan mengenal sosok anak
kecil tersebut dari dua orang yang pernah ia kenal, namun siapakah?? Tanya di
dalam hatinya pada diri sendiri.
Anak
itupun di bawahnya kesalah satu Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Lampung Selatan[8] yang tak
begitu jauh dari Pondok Pesantren Daarul Hufaazd, dengan cekatannya sang dokter
memeriksa anak kecil itu.
Apakah
anda ayahnya?? Tanya sang dokter...
Mendengar
pertanyaan sang dokter spontan saja Abdul Khiyat membantahnya.
Saya
Abdul Khiyat, saya bukan ayahnya tapi gurunya, ada apa yaa Dok???
Jikalau
begitu saya minta maaf, Begini pak Abdul mengingat kondisi anak ini sekarang
sudah sangat parah jadi anak ini perlu di rawat untuk beberapa hari di Rumah
sakit. Jadi sekarang pak Abdul silahkan ke ruang pengisian data untuk
melengkapi data-data yang ada.
Ya baiklah pak...!
Sesegera
mungkin Abdul Khiyat keruang pengisian data, secepat kilat ia melengkapi data yang di perlukan,
di karenakan ia merasa kasihan melihat kondisi Abdul Khalid yang hanya bisa merasakan
kesakitan dari sakitnya, pikirnya jika ia cepat melengkapi semua data yang ada
maka semakin cepat pula pihak rumah sakit akan menangani penyakit Abdul Khalid.
Abdul
kholid kini telah berada di ruang rumah sakit dan iapun di temanin oleh sang ustaz Abdul Khiyat dan bu Nyai. Kabar
tentang Abdul Khalid telah di beritahu kepada Hafidah, ketika Hafidah memutuskan
untuk berangkat kelampung melalui telpon bu nyai mencoba melarang agar Hafidah
tetap di sana karena mempertimbangkan waktu dan biaya yang ada, insyaAllah di sini sudah ada nak Abdul Khiyat yang
akan mengurusnya.
Hafidah
akhirnya mengurungkan niatnya di karenakan nasehat dari bu nyai dan hati Hafidahpun
menjadi tenang di karenakan anaknya akan
baik-baik saja di sana.
Hampir
seminggu Abdul Khalid berada di rumah sakit, namun setiap hari ia semakin
menunjukkan keadaan yang membaik, selama Abdul Kahlid sakit selama itupula Abdul
Khiyat menjaga dirinya dengan penuh kasih sayang, tidak tahu mengapa ia sangat
menyanyangi Abdul Khalid. beberapa hari ia menemani Abdul Khalid di rumah sakit
maka beberapa hari itu pula rasa
kedekatan itu terjalin. Mereka berdua begitu akrabnya seperti keakraban seorang
anak dan seorang ayah.
Semenjak
itu Abdul Khalid memanggil Abdul Khiyat sebagai seorang ayah karena Abdul
Khalid merindukan sosok seorang ayah, Abdul Khiyat yang merindukan sosok seorang
anak menganggap Abdul Khalid sebagai anaknya sendiri dan begitulah
masing-masing kekurangan yang mereka miliki akhirnya menciptakan sebuah jalinan
kesaudaraan, Abdul khalid sangat senang dan sangat bahagia di karenakan kini ia
telah memilki sosok seorang ayah yang akan menemani hari-harinya.
Abdul
khiyat ternyata adalah sosok lelaki yang begitu penyayang ia tahu apa yang di
butuhkan oleh Abdul Khalid sehingga tak sedikitpun apa yang di ingin Abdul
Khalid yang tidak pahaminya.
*****
Alam
telah berubah, walaupun tanggal tetap
menunjukkan kekonsitenan dalam jumlah mereka namun ia tetap berbeda dari yang
beberapa tahun silam karena mereka berada di waktu yang berbeda, kini sosok
anak yang kecil beberapa tahun yang lalu kini telah mulai tampak sosok
kedewasaannya, telah banyak masa-masa yang di laluinya, pengalaman telah menumpuk
pada dirinya waktunya ia menjadi sosok seorang remaja.
Dan
pastinya iya takkan pernah melupakan sosok seorang laki-laki yang dengan tekun
selalu memperhatikan dirinya selama menyantri di Daarul Hufazd, sosok seroang
guru yang tak pernah ia bantah akan nasehat-nasehatnya dan sosok seorang ayah
yang telah membuat dirinya lebih berarti mejalani hidup di dunia.
Semenjak
mengenal sosok Abdul Khiyat dirinya tak pernah merasakan kesedihan yang
mendalam di kala merindukan kehangatan dan belaian seorang ayah karena
keinganan itu semua telah ia dapatkan dari sosok ayah Abdul Khiyat yang begitu memahami dirinya, dia sangat
menyayangi Abdul Khiyat karena Abdul Khiyat adalah seorang ayah yang takkan
terlupakan baginya.
Tringgggg...tringgggggg...tringggg...
Terdengar
dari kejauhan suara telephone rumah berbunyi dari ruang tamu, sesegera mungkin Hafidah
berlari dan mengangkat telephone tersebut....
Hallo,
assalamualaikum....!
Terdengar
suara seorang wanita yang tidak asing bagi Abdul Khiyat yang mengucapkan salam.
Wa
alaikum salam... !
Di
sisi lainpun merasakan hal yang sama terdengar suara lelaki yang tidak asing
bagi Hafidah yang Membalas salamnya,,,
Maaf
Ini siapa dan ada keperluan apa??? Tanya Hafidah
Saya
Abdul khiyat....
Hari
itu Abdul Khiyat menghubungi Hafidah atas permintaan dari bu Nyai karena selama
beberapa tahun terakhir Abdul khiyat tidak pernah berhubungan dengan Hafidah
apalagi untuk menghubunginya semua sang bu nyailah yang mewakili antara kontak
anaknya dengan sang Ibunda...
Bisa
bericara dengan ibu Hafidah??? Tanya Abdul khiyat
Ya
saya sendiri, ada apa ya mas?? Tanya kembali
Ada amanat
dari bu nyai agar ibu Hafidah segera kelampung di karenakan ahad depan Abdul
Khalid anak ibu akan wisuda hafalan Qur’an 30 juz.
Mendengar kabar
dari lelaki itu Hafidah merasa bahagia dan bersujud syukur akhirnya yang
ia harapkan terwujudkan anak tercintanya telah menjadi seorang penghafal Al-Qur’an
dan akan di mulyakan di dunia dan di akhirat termasuk dirinya.
Ya terima
kasih atas informasinya...Insya Allah lusa malam saya sudah di lampung.
Abdul Khiyat menutup telephonenya setelah megucapkan
salam, dan di balasnya Hafidah dengan menjawab salam itu... dan terdengar suara....tuttttttt...tutttttt....tuttttttt....
( tanda telah terputus )
Karena tidak sabar lagi untuk mngunjungi dan menghadiri
acaara wisudah Abdul Khalid pagi itu juga ia berangkat menuju kelampung,
setelah melalui perjalanan jauh. Tepat lusa malam Hafidah telah sampai ke
lampung sesuai dengan yang ia janjikan.
Sosok
itu..? dan sebuah pesan!
Malam telah berlalu kini waktunya pagi hari yang akan
menyingsing dan akan menampakkan akan ke agungan Tuhan , akan tetapi setiap
pagi takkan pernah melewati akan waktu Fajar di shubuh hari, itulah aturan dan peraturan
yang ada dari ketetapan Tuhan, sebelum pagi harus ada yang namanya kata fajar,
waktu fajar adalah waktu yang istimewah bagi semua makhluk Tuhan di karenakan
waktu fajarlah awal dosa manusia akan di hitung baik ataupun buruknya.
Setengah jam yang lalu, telah pulang Abdul Khiyat dari
sebuah acara MABIT[9]
yang di adakan di luar Pesantren bersama beberapa pemuda-pemuda yang berada di Desa
Babulang[10]
yang cukup jauh dari pesantren Daarul Huffazd. Sejak ba’da isya dirinya pergi
meninggalkan Pesantren Daarul Huffazd
untuk menghadiri acara MABIT tersebut, karena dia di minta oleh sahabatnya
untuk mengisi motivasi bagi para pemuda malam itu.
Setelah mengisi dan menyelesaikan tugasnya tepat jam
setengah satu malam akhirnya iapun pamit kembali kepondok pesantren untuk
melaksanakan sholat shubuh berjama’ah di sana.
Sempat dirinya di minta juga untuk menjadi imam shubuh di
acara MABIT tersebut, namun dia lebih memilih menolak akan permintaan tersebut,
tidak tahu kenapa hatinya selalu berdebar-debar semenjak ia berada di acara
tersebut hingga selesai seakan-akan hatinya selalu mengajak dan membujuk
dirinya agar segera kembali kepondok Pesantren Daarul Huffazd ada hal yang
penting mesti ia saksiakan shubuh itu, Namun apakah itu Abdul Khiyat masih
penuh tanda tanya di dalam hatinya.
Allahu akbar
Allahu akbar..2x
Di saat dalam buaian zikirnya terdengarlah suara azan
dari masjid Jami’. Abdul Khiyat yang semenjak setengah jam yang lalu berzikir
di dalam masjid, seperti biasanya beranjak dari Sap tengah mengambil posisi sap terdepan.
Selesai azan berkumandang satu persatu santriwan dan
santriwati mulai memenuhi sap terdepan yang kemudian menyusul kesap kedua dan
seterusnya.
Abdul khalid seperti biasanya selesai mengumandangkan
azan dirinya langsung mengambil posisi sap terdepan dekat dengan ayah angkatnya,
selama tiga tahun berlalu selama itu pula ia selalu shalat di dekat ayah
angkatnya yang penuh wibawa itu.
Shubuh itu sungguh berbeda sekali dengan shubuh-shubuh
sebelumnya, ada sesuatu hal yang akan terjadi sesuatu yang akan menjadikan awal
keindahan di dalam kehidupan Abdul Khiyat, awal dari segala kisah dan awal dari
mimpinya yang belum terwujudkan pada dirinya.
Terdengarlah
iqomat dari bibir Abdul Khalid yang
menandakan semua para jama’ah akan menyegerakan shalat berjama’ah mereka. Abdul Khiyat berdiri di sap imam. shubuh yang
indah, shubuh yang membahagiakan, shubuh
yang mampu mengobati hati yang penuh kegundahan, shubuh yang menyadarkan
manusia dari kesalahannya, shubuh yang akan menyatukan kedua hati yang telah
lama berpisah, shubuh yang membuat manusia merindukan akan perjumpaan dengan
Tuhannya, shubuh yang akan mengantarkan setiap manusia mati dalam penuh
keistiqomahan.
Sungguh merdu dan indahnya setiap kalimat Allah yang
di ucapkan oleh sang imam, kemerduan itu
mampu menyentuh kalbu-kalbu yang telah lama pekat dari cahaya, kemerduan dan
keindahan yang mampu memberikan semangat baru bagi kehidupan manusia, kemerduan
dan keindahan yang mampu menguatkan keimanan, semua para jama’ah terhanyut
dalam kekhusyu’an kalimat-kalimat Allah yang di baca Abdul Khiyat. Surat
pertama yang mampu membuat para jama’ah menangis di dalam shalat mereka.
Di tengah-tengah kekhusyu’an para jama’ah mendengarkan
ayat-ayat Allah, telah berdiri sosok
seorang wanita cantik yang masih tetap manampakkan keanggunan dirinya di antara
para jama’ah lainnya. walaupun Hafidah
baru sampai tadi malam di Pesantren tetapi dia tetap dengan konsistennya untuk selalu berjama’ah di waktu
shalat shubuh tanpa menghiraukan rasa lelahnya.
Hafidah terhanyut dan jatuh cinta akan bacaan-bacaan yang
di bacakan oleh Abdul Khiyat bahkan semenjak pertama sang imam berdiri, dirinya
telah terpukau di karenakan ia melihat sosok seseorang lelaki yang bercahaya
putih berada tepat di belakang sang imam tersebut dan teringat akan mimpi yang
pernah ia alami.
Sang imampun melanjutkan bacaannya, di saat itupulah
terlihat sosok seseorang yang bercahaya putih berdiri di belakang sang imam dan
cahaya itu seolah-olah meminta kepada Abdul Khiyat membacakan sebuah surat, setelah
Alfatihah kedua selesai di bacakan seketika itupulah terdengar ayat yang di minta oleh cahaya
putih itu di bacakan oleh sang imam Abdul Khiyat.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah
menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang
urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya
dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36)” [11]
Hafidah tersadarkan akan satu hal bahwa cahaya putih itu
adalah Hafizul, yang seolah-olah menyampaikan sebuah pesan kepada dirinya.
*****
Setelah bergelimang dari beberapa kegiatan MABIT membuat Abdul
Khiyat merasakan keletihan dan rasa lelah yang terasa amat sangat melelahkan
apalagi dirinya satu malam suntuk tidak memejamkan matanya di karenakan harus
memperhatikan gerak gerik dari peserta MABIT.
Ba’da shubuh ia lebih memilih untuk beristirahat, setelah
selesai membaca do’a Abdul khiyat sesegera mungkin kembali kerumah pak kyai dan
bu nyai untuk beristirahat. Setelah ia berada di atas kasurnya diapun
memejamkan matanya, ternyata rasa lelah itu memang benar-benar membuat dirinya
tak kuasa untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan shubuh itu.
Berbeda dengan Abdul Khiyat, Hafidah masih larut di dalam
do’anya, ia meminta petunjuk atas kejadian yang baru ia lihat di karenakan
sosok lelaki bercahaya itu seakan-akan memberikan isyarat kepada dirinya agar
bisa lebih dekat dengan sang imam.
Shubuh itu ia benar-benar terlelap dalam do’anya, dia
tidak tahu harus membuat sebuah keputusan seperti apa. Masalah yang kini dia
hadapi adalah masalah yang begitu rumit baginya untuk di selesaikan secepat
mungkin. dirinyapun menyerahkan semua permasalahan itu kepada sang pencipta
maha agaung dari segala sesuatu dan maha yang menyatukan dari segala pertemuan
yang ada.
Tit...tit....tit.....tit.....
Terdengar suara alarm yang tidak jauh dari tempat Abdul
Khiyat berbaring, mendengar suara alarm itu diapun terbangun dari istirahatnya,
ternyata pukul sudah menunjukkan jam sepuluh pagi, diapun bergegas pergi ke
kamar kecil untuk segera mandi membersihkan tubuhnya dari sisa debu kotoran
yang melekat di tubuhnya semenjak tadi malam.
Seusai mandi dia
mendengar dengar suara dari bagian dapur yang tak asing baginya sedang berbicara
dengan bu nyai, rasa penasarannya membuat dirinya ingin menyegerakan diri melangkahkan
kakinya ke sisi dapur, di saat itu pula dirinya melihat sesosok wanita cantik
nan anggun bersama bu nyai yang sedang memasak sayur mayur di dapur.
Seketika itu pula hatinya merasa berdebar-debar, rasa itu
membuat dirinya kebingungan hal apa yang harus ia lakukan, ia tak mampu menahan
rasa yang tiba-tiba saja muncul kembali setelah bertahun-tahun ia hapus dari
ingatannya. Ia benar-benar pasrah akan rasa itu dan semuanya ia pasrahkan
kepada Allah agar ia di beri kekuatan untuk menghadapi rasa yang sedang
menguasai dirinya.
Abdul Khiyat memohon perlindungan yang teramat sangat
kepada Allah di karenakan rasa itu adalah rasa cinta yang pernah ia tanam di
lubuk hatinya kepada wanita yang pernah ia cintai. empat belas tahun silam bukanlah waktu yang sebentar
baginya untuk menghapus rasa cinta itu, seperti seorang pesulap yang dengan
sekejapnya mampu mengubah kertas menjadi sebuah bunga yang elok, seperti itulah
rasa cinta Abdul Khiyat yang begitu cepatnya datang kembali dan hadir di dalam
dirinya.
Dirinya memang
benar-benar mengenal sosok wanita yang di lihatnya itu, dia adalah Hafidah wanita
yang dulu dia panggil dengan sebutan Hafizah ketika mereka berkenalan,
wanita yang dulu pernah dekat dengan
dirinya dan satu satunya wanita yang sangat dia cintai. Di saat di dirinya terbuai
akan bayangan masa lalu Abdul Khiyat terkagetkan oleh sebuah suara kecil yang
memanggilnya.
Ayah.... sedang
megintipin ummi ya?
Abdul khiyat terkagetkan oleh suara Abdul Khalid yang memanggil dirinya, dan
dibingungkan oleh sebutan Ummi karena Abdul Khiyat mengetahui bahwa Ummi Abdul
Khalid namanya Hafidah bukan Hafizah.
Sekeketika itu pula bu nyai dan Hafidah menatap ke arah
suara yang di dengar mereka, Hafidah tersadarkan oleh sosok seorang anak
laki-laki kecil dan di dekatnya berdiri sosok lelaki dewasa yang sedikit
menyembunyikan tubuhnya, hanya dari belahan rambutanya saja yang mampu terlihat
oleh Hafidah.
Khalid
memanggil siapa??? Tanya Hafidah.
Mendengar Hafidah menyebut nama Abdul Khalid hatinya
semakin berdetak kencang dirinya tidak menyangka bahwa anak angkatnya adalah
anak dari wanita yang sangat ia cintai dan yang dia kenal selama ini dengan
nama Hafizah.
Ini Ummi,
ayah angkat Abdul Khiyat yang pernah Khalid ceritain ke ummi.
Bu Nyai yang sadar bahwa yang bersembunyi di balik
dinding itu adalah Abdul Khiya, langsung memanggil Abdul Khiyat agar mnghampiri dirinya dan mengenalkannya kepada
Hafidah.
Dengan sedikit rasa malu Abdul Khiyat melangkahkan kakinya
menghampiri bu Nyai orang tua yang sangat di hormatinya itu. Ada sesuatu hal
yang terjadi pada saat Abdul Khiyat keluar dari persembunyian di balik tembok,
tidak tahu kenapa Hafidah mengingat sosok seorang yang ia kenal sejak empat
belas tahun silam, sosok itu memang
benar-benar tak asing baginya, sosok seorang lelaki yang takkan pernah di
lupakannya.
Hafidah benar-benar terkejut tidak pernah di duga-duganya
lelaki yang bernama Abdul Khiyat dan sang Imam yang berada di dalam mimpinya adalah
Agus Abdullah Khiyad sosok seorang kakak yang sangat di sayanginya, kakak yang
selalu memberikan harapan-harapan baru di dalam hidupnya, dia orang yang sangat
dekat dan mampu memahami isi hati Hafidah. Namun hari itu ada yang berbeda dari
empat belas tahun yang silam entah mengapa pertemuannya dengan Abdullah Khiyad memiliki
suatu rasa yang berbeda di hari itu, jantungnya berdebar dengan kencangnya,
seakan-akan ia merasakan ada sesuatu hal yang dahsyat akan menghampirinya di
saat kedekatan mereka terjalin kembali.
Lamaran....
Lusa lalu telah terjadi seuatu yang benar-benar berbeda,
sebuah perubahan yang sangat besar bagi diri dari seorang anak yang merindukan
seorang sosok ayah, dan sosok seorang ibu, dirinya benar-benar
bahagia setelah pertemuan antara Abdul Khiyat sang ayah angkat dan Hafidahtun
Millah sang ibunda tercintanya. pada akhirnya menjadilah sebuah harapan terbesar
baginya adalah ingin melihat kebahagian mereka berdua ketika bersanding bersama
di dalam pelaminan pernikahan.
Harapan besar, sungguh besar sekali bagi sosok seorang
anak seperti Abdul Khalid, yang mengharapkan agar Abdul Khiyat benar-benar
menjadi Ayahnya dan menjalin sebuah
mahligai rumah tangga yang di Ridhoi
Allah bersama sang ibunda tercinta. Akan tetapi harapan itu menjadi
harapan yang sirna, harapan yang hanya akan menjadi sebuah angan-angan saja di
dalam diri Abdul Khalid, kedekatan yang terjadi tidak pernah membukakan sebuah
tabir cinta, cinta itu tetap tertutup tidak
ada satupun yang membuka tabir cinta yang ada pada diri Abdul khiyat dan
Hafidah.
Di saat Abdul Khalid terbuai akan bacaan-bacaan
tilawahnya, dan di saat itu terlihat pula sosok Abdul Khiyat yang sedang
menyimak bacaan Abdul Khalid. mereka sedang menikmati kebersamaan, berbicara
melalui tilawah-tilawah akan ayat suci Al-Qur’an. Terdengar suara klakson mobil hitam avanza
yang sedang memasuki area pondok Pesantren Daarul Huffazd, mobil itu sempat
berhenti dan menghampiri salah satu santri yang sedang berada di pinggir jalan
halaman pesantren, orang yang berada di dalamnya seperti menanyakan kepada
salah satu santri yang di hampirinya, dan terlihat santri yang di tanyai
menunjuk ke arah rumah pak Kyai.
Tak lama kemudian mobil avanza yang berwarna hitam tadi
berhenti tepat di depan pagar Rumah pak kyai
Abdul majid. Abdul Khiyat yang dari tadi memperhatikan mobil tersebut
penuh dengan rasa penasaran dan menghampiri mobil tersebut.
berbeda
dengan Abdul Khiyat, sosok seorang wanita yang sedang berada di dalam mobil
tersebut merasakan jantungnya berdebar-debar dengan kencangnya di karenakan
sosok lelaki yang ia cintai sedang menghampiri dirinya.
Assalamualaikum..!
.nak Abdul Khiyat !
Keluar sosok orang tua paruh baya dari dalam mobil sambil
mengucapkan salam dan disusul seorang wanita paruh bayah.
Wa alaikum
salam....Maasya Allah... pak kyai buk nyai. Apa kabarnya??? Tanya abdul khiyat sambil bahagia melihat kedua orang
tua tersebut.
Alhamdulillah
baik nak...! jawab sosok lelaki tua paruh
bayah itu.
Abdul Khiyat kemudian menyalami tangan pak kyai dan buk
nyai, terlihat sosok seorang wanita cantik keluar dari mobil, kecantikannya
mampu mengalahkan cahaya matahari gadis itu sungguh indah untuk di pandang oleh
kedua mata yang melihatnya bahkan mataharipun seketika itu menjadi redup pada
saat sosok wanita cantik keluar dari mobil.
Assalamualaikum...
mas Abdul Khiyat.
Wa alaikum
salam...zahara, ini benar zahra ???
Iya mas.....Maasya
Allah kamu sudah sedikit berbeda dengan tiga tahun yang lalu...
Ah mas,
berbeda apanya??? Tanya zahra penasaran.
Tambah
cantik dan anggun saja...! jawab Abdul Khiyat sambil tersenyum....
Mendengar jawaban Abdul Khiyat seketika itu pula, dirinya
seperti melayang-layang di atas angin
karena lelaki yang ia cintai sedang memuji dirinya.
Nak Hafizul kenapa
tamunya di biarin di luar saja....ayoo di ajak masuk!!! Perintah pak kyai melihat tamu tersebut.
Iya
kyai.....!
Percekapan di luar rumah itupun di hentikan, dan Abdul
Khiyat mempersilahkan Zahra dan kedua orang tuanya masuk kedalam rumah, semua
keluarga hari itu berkumpul dan semua yang akan menjadi saksi mata juga akan
berkumpul di sana. Tak terkecuali Hafidah dan Abdul Khalid.
Kyai Abdul Majid mempersilahkan tamunya itu duduk di
ruang tamu, tidak butuh waktu lama bagi
kyai Abdul Majid untuk mengenal sosok kyai Zafran Ayah Zahra di karenakan
mereka berdua adalah sahabat lama yang sudah saling mengenal di antara mereka. Apalagi Ali Gufron anak laki-laki kyai Zafran kakak
dari Zahra yang sedang menempuh S2-nya di mesir adalah salah satu lulusan
terbaik di pondok Daarul Hufaazd tersebut.
Percakapan mereka siang itu sungguh menarik sekali antara
pak kyai Abdul Majid dan pak kyai Zafran, semua mata hari itu berkumpul menjadi
satu tawa, dan saling tersenyum ketika mendengar kelucuan dari sang kyai yang
menceritkan pengalaman mereka masing termasuk di saat mereka bertemu dan saling
mengenal.
Di sela-sela keasyikan mereka berbicara, terjadi sebuah
lirikan kecil di saat itu, mata Zahra sesekali menatap senyuman dari sosok Abdul
Khiyat saat itu yang duduk tidak jauh dari hadapannya, sedangkan Abdul Khiyat sesekali
menatap senyum manis dari sosok wanita yang tidak jauh dari hadapannya tepat
duduk di depannya. Dirinya sangat bahagia sekali mampu menatap sosok wanita
cantik itu, hatinya terasa tenang dan bahagia di karenakan wanita itu
satu-satunya yang telah mampu mencuri hati Abdul Khiyat mata mereka berdua
saling mencuri pandang tanpa ada yang tahu lirikan mata itu.
Hafidah yang sejak dari tadi duduk di depan Abdul Khiyat yang
tidak begitu jauh darinya, beranjak kedapur untuk mengambil teh dan beberapa makanan,
bu nyai pun menyusul Hafidah untuk membantu dirinya di dapur. Dan disaat
pembicaraan antara pak kyai Abdul Majid, dan Abdul Khiyat beserta keluarga
Zahra telah sampai titik temu.
Tidak di duga-duga
oleh Abdul Khiyat jika pak kyai Zafran akan
menyatakan lamarannya dan mengharapkan Abdul Khiyat untuk menjadi imam bagi Zahra, di karenakan
Menurut beliau dan keluarga Zahra lelaki yang tepat menjadi imam dan akan mampu
membimbing Zahra kepada tingkat ibadah yang tertinggi Hanyalah diri Abdul
Khiyat.
Abdul khiyat
seketika merasakan berdebar-debar di dalam hatinya, dirinya tidak akan
menyangka jika akan ada orang yang semulya dan sebaik pak kyai Zafran meminta
dirinya untuk menjadi imam bagi anak wanitanya itu, wanita yang begitu cantik
nan elok, lelaki mana yang akan menolak akan permintaan tersebut??? bahkan seorang
berilmu besarpun pasti tidak akan mampu menolak akan pinangan dari sang kyai
yang mulya itu. Sungguh karunia dan nikmat yang terbesar yang di turunkan oleh
Allah bagi setiap pemuda yang akan menerima lamaran pak kyai Zafran.
Astagfirullah......!
Hafidah terkejut di karenakan gelas yang berada di
tangannya tiba-tiba saja terlepas dari genggamannya. Siang itu hati Hafidah menjadi
hancur, seakan-akan seluruh dunia menjadi gelap pada pandangannya. Seluruh
tubuhnya menjadi lemah, dan tak kuasa untuk berdiri ia benar-benar lemah ia
benar-benar ketakutan hari itu, ia
menangis. Dirinya ingin marah padahal tidak ada badai yang menghampiri, tidak
tahu kenapa dirinya hari itu merasa bersedih kesedihan yang sangat mendalam.
Tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dirinya sunggu benar-benar berada di
dalam kebingungan. Dirinya memasrahkan semuanya kepada sang maha pencipta
berharap akan ada jalan dari rasa resah yang ia rasakan.
******
Satu hari telah berlalu, dan satu hari ia merasakan
kesedihan yang mendalam, sungguh berat hari-hari yang akan di laluinya jika ia
berlama-lama berada di pondok pesantren daarul huffazd. Ingin ia menangis
sekencang-kencangnya namun takut akan ada yang tahu dari kesedihannya,
dirinyapun akhirnya mnyimpan semua tabir kesedihannya, ia melalui kesedihannya
sendiri tanpa ada yang tahu, hanya Tuhan dan Abdul Khalid sang anaklah yang
tahu akan kegelisahannya.
Pagi itu Hafidah berpamitan kepada pak kyai dan bu nyai
untuk segera kembali ke kota palembang beserta Abdul Khalid dalam keadaan hati
yang hancur dan kecewa. Abdul Khalid yang
baru saja menyelesaikan Hafalan Al-Qur’annya itu menerima akan ajakan sang
ibunda untuk lekas kembali kedesa kecil bagian kota palembang itu tempat ia
tumbuh semasa kecil.
Walaupun berat
untuk meninggalkan pesantren tersebut namun tetap ia akan kembali kesana
di karenakan harapannya untuk memiliki seorang ayah yang sebenarnya dari Abdul
Khiyat telah sirna,. Semenjak Abdul
Khiyat di minta oleh sang kyai Zafran untuk menjadi imam bagi putrinya itu
membuat perasaan Abdul Kholid kecewa, akan tetapi ada hati yang lebih kecewa
lagi mendengar kalimat lamaran itu dirinya adalah Hafidah.
Dirinya
mendengarkan akan percakapan sang kyai kepada Abdul Khiyat saat itu. Itulah mengapa
Hafidah di rundung rasa sedih, menangis
tersedu-sedu sejak kemarin di karenakan lelaki yang mampu memberikan dirinya
sebuah harapan baru, lelaki yang akan menghilngakan rasa sepi dari
kesendiriannya itu, lelaki yang sudah di hadiahkan dari suaminya sebagai kado
spesial itu, menjadi sebuah harapan yang sirna. Ternyata Tuhan tidak
menakdirkan mereka untuk hidup bersama.
Keputusan
dan mengejar takdir
Sepertiga malam penuh dengan keberkahan, waktu kedekatan
dan rasa cinta kepada Tuhan akan mampu kita rasakan seperempat malam itu, rasa
kepekatan dari hawa dinginpun takkan mampu menggoda bagi setiap hamba yang penuh keimanan untuk tertidur lelap.
Rayuan angin malampun takkan mampu merayu para hamba-hamba tuhan yang berdiri dan bersujud dengan penuh cinta
pada seperempat malam itu. Sungguh keindahan dari keimanan yang mulya hanya
sedikit dari jutaan ribu hamba Tuhan yang mampu melaksanakannya.
Abdul Khiyat yang telah bersujud penuh dengan kerendahan
hati di perempat malam itu menangis dengan penuh suka cita, ia memohon akan
sebuah petunjuk dari Tuhannya agar tuhan memberikan jawaban dan sebuah
keputusan yang terbaik dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
Semenjak ia di minta untuk menjadi imam bagi Zahra,
dirinya tidak tahu keputusan apa yang harus ia lakukan, dirinya tak mampu
menolak akan tawaran dari sang kyai. Akan tetapi dirinya masih mengharapkan
akan cinta dari Hafidah karena nama Hafidahlah yang telah lama ia tanam di
dalam hatinya. Sosok Hafidahlah yang dirinya inginkan bukan Zahra.
Malam itu terdengar suara tangisan kecil dari Abdul Khiyat
dirinya benar-benar merasa kebingungan dan penuh kebimbangan, sesuatu hal yang
mustahil untuk membuat sebuah keputusan. dirinya hanya berharap selama masa
penantian keputusan yang telah di mintta Abdul Khiyat kepada kyai Zafran untuk
memberikan jawaban dan keputusan atas lamaran sang kyai, Tuhan memberikan
jawaban dan keputusan itu.
Satu hari kepulangan Hafidah dan Abdul Khalid membuat
dirinya benar-benar merasa kehilangan orang yang ia sayangi dan cintai.
Harapannya benar-benar kandas, betapa sedih dan berat dia melalui hari-harinya di
karenakan telah kehilangan sosok Hafidah yang tidak dapat dilihat di
kesehariannya, selama satu minggu ia
mengobati rasa rindu dari cintanya selama beberapa tahun lalu kini harus
merasakan kehilangan kembali, dan kini dia harus kehilangan Hafidah dan Abdul
khalid, dirinya sungguh di rundung sebuah kesedihan yang sangat amat terangat
mendalam.
Abdul khiyat tak mampu menjalani hari-harinya dengan
sebuah senyuman, berat baginya untuk melangkah dan bergerak, kekuatan jiwanya
seakan-akan hilang begitu saja hanya di karenakan rasa kekecewaan terhadap cintanya
tak mampu ia bendung dan mengusai dirinya.
Di saat rasa gundahnya terus-terusan melanda iapun harus
menghadapi permasalahan lainnya, tiada terasa waktu yang telah di tentukan
hanya menunggu waktunya saja untuk mampu membuat sebuah keputusan yang krusial
keputusan yang akan membuat kehidupan Abdul Khiyat menjadi sebuah kehidupan
yang begitu berarti atas mimpinya di dalam merangkai mahligia pernikahan pada plaminan indah.
Hatinya benar-benar hanyut di dalam kesedihan tanpa
hari-hari yang mampu ia lalui hanya sosok buk nyai dan pak kyai yang selalu mampu
memberikan nasehat-nasehat berarti baginya, hingga pada akhirnya dirinyapun
memberikan jawaban atas permintaan sang kyai Zafran untuk meminang Zahra. Hanya
rembulan malamlah yang tahu akan semua keputusan saat itu.
*****
Mugkin semua orang akan berfikir sungguh bodohnya dirimu,
kenapa kamu mau melepaskan orang yang kamu cintai hanya karena datang sesosok orang
yang lebih baik dari orang yang kamu cintai itu. Sungguh kejamnya dirimu
menyakiti wanita yang kamu cintai hanya karena kamu lebih memilih wanita yang
lain. Namun itulah kehidupan yang sudah di gariskan Tuhan bahwa setiap kekecewaan pasti ada sebuah kebahagiaan.
Satu tahun
tanpa terasa telah berlalu...!
Ruangan itu terdengar dengan jelasnya sebuah teriakan
yang mengecam rasa kekuatiran bagi yang mendengarnya, rasa kekuatiran yang akan
mampu membuat raut wajah semua orang menjadi ketakutan, suara yang akan
menjadikan hati semua orang menjadi berdebar-debar dan kecemasan yang luar
biasa.
Terlihat dari kejauhan sosok Abdul Kholid berlari dari
luar rungan menuju tempat dari tadi terdengar sebuah jeritan, namun kini
ruangan itu tidak lagi terdengar sebuah jeritan tetapi telah berganti menjadi
sebuah tangisan anak kecil.
Abi.!!! Abdul khalid mendekati abinya yang sedang menggendong
adik pertamanya.
Alhamdulillah
adik kecil Kholid telah lahir, ayah kita
bernama apa dia??? Tanya khalid kepada sang ayah.
Ayah akan
beri nama dia Hafizah tunnisyaa agar
kita selalu mengingat Nama Hafizul sosok lelaki yang telah memberikan pelajaran
berarti di dalam kehidupan Ummi, dan sebgai sosok seorang ayah bagi kamu nak ( sambil memegagang kepala Abdul Khalid) dan
sebagai sahabat sejati bagi Ayah.
Mendengar pernyataan dari sang suami Abdul khiyat yang
memiliki hati yang sungguh muliya seperti Hafizul, dirinya tersenyum bahagia
dan di ikuti senyuman bayi kecil yang telah berhenti menangis sejak tadi.
Sekian....!
Penutup :
Mohon dengan
sangat agar saran dan kritikannya tetap selalu ada demi keindahan dan kebiakan
dari karya-karya ana kedepan. Salam
cinta karena Allah.
Wassalamualaikum
wr. wb.
Nama : Drs.
Kyai. H. A. Ahmad. S.hum ( aamiin )
No :
08781870171313/ 085712157822
Email :
umam_ahmad21@yahoo.com
Untuk File Donwload here : Rembulan Malam I dan Rembulan Malam II
[2] Universitas Gajah Mada yogyakarta adalah
Universitas terkenal yang berada di kota pelajar tersebut.
[6] Pasar inpres Prabumulih adalah salah satu
pasar yang ada di kota Prabumulih lebih lengkapnyaklik:http://palembangpos.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13732:deru-blusukan-ke-pasar-inpres-prabumulih&catid=90:politik-kito&Itemid=82
[7] Mae-geri karate adalah tendangan kaki
mengarah ke atas lihat gambar di http://karate-center.blogspot.com/2012/12/nama-tendangan-geri-dalam-karate.html
[9] Malam bina iman dan takwa