Rembulan Malam II


 Rembulan malam 2
Oleh
Ahmad
Mahasiswa  Fak. Adab dan Ilmu Budaya

UIN Sunan Kalijaga


Sekapur Sirih....

“Jika engkau merindukan orang yang engkau cintai, maka orang yang engkau cintai itu akan merasakan rasa rindu yang engkau  rasakan, berilah kado yang Spesial kepada orang-orang yang engkau sayangi dan cintai, agar engkau tetap di kenang olehnya”

Sepenggal dari kata sekapur sirih adalah rangkap dari cerita kehidupan seorang suami  yang sangat mencintai istrinya, bahkan sepeninggal dirinyapun masih tetap memberikan kado spesial untuk sang istri tercinta...

memilki kebaikan di dunia maupun di akhirat adalah sebuah mimpi besar bagi orang-orang yang berhati mulya seperti sosok Hafizul. Tentunya sosok kebaikan yang di miliki Hafizul menjadi sebuah sosok yang di rindukan bagi setiap orang walaupun ia telah tiada. namun kisah dan namanya tetap akan hidup untuk selama-lamanya di hati orang-orang terdekatnya termasuk sang istri tercinta.

Apa yang terjadi kepada Hafidah sepeninggalnya Hafizul sang suami tercinta???

Kado spesial seperti apakah yang akan di berikan kepada Hafidah setelah kepergiannya???

Anda ingin tahu kisah kelanjutan Rembulan malam???

Silahkan baca , semoga bermamfaat dan selamat membaca....^_^.





Awal Berkabut putih...

*****

Bunyi gemerincingan air mengalir dari langit dan jatuh kebumi, membasahi selauruh alam semesta, setiap bebutiran air yang jatuh adalah keberkahan dari tuhan kepada makhluknya yang memiliki kehidupan di muka bumi ini, setiap bebutiran hujan jika telah menyatu menjadi satu maka akan berbentuklah sebuah aliran sungai kecil, dari aliran sungai kecil  itu kemudian bersatu menjadi satuan yang lebih besar dari berbagai aliran sungai hingga akhirnya mengumpul menjadi suatu lautan yang lebih luas dari penggabungan berbagai lautan hingga menjadilah sebuah samudra yang luasnya berkali-kali lipat dar lautan. Di manakah ke agungan Tuhan yang kurang menjelaskan bagi setiap hambanya?  tentulah jawabannya tidak ada. hanya satu penciptaannya saja telah membuat mata manusia terpukau akan kebesaranNya, tetapi kehidupan semu di dunia ini telah menjadikan manusia buta akan dari keagungan Tuhannya.

 Berbeda dengan seorang pemuda yang sedang menikmati nyanyian dari gemerinciangan air hujan yang sedang turun, setiap butiran hujan yang jatuh maka satu kalimatullah yang akan ia lontarkan melalui buah bibirnya yang kemerahan.

Abdul Khalid pagi itu menikmati hujan yang sedang turun walaupun hujan itu sebenarnya telah mengurungkan niatnya untuk masuk ruangan perkuliahan di UGM yogyakarta. Senin pagi itu hujan turun dengan derasnya, pukul 09.00 wib dia harus sudah berada di kampus di karenakan hari ini adalah hari perkenalan dirinya kepada mahasiwa lama di kampus tersebut, Namun ternyata hujan belum juga berhenti hingga jam menunjukkan pukul 10.00 wib. Akhirnya ia mengurungkan niat untuk masuk di hari pertamanya.

Hujan di hari itupun tetap menunjukkan keegoisannya seolah-olah hari itu adalah hari dia berkuasa dari awan cerah, dan awan cerahpun seakan-akan menunjukkan rasa lemah dirinya terhadap hujan, di karenakan titah Tuhannya, sebab Tuhan memiliki suatu rencana yang dahsyat kepada makhluknya seperti yang terjadi delapan belas tahun yang silam hujan dan beserta kabut putih menyelimuti takdir di antara kelahiran Abdullah kholid dengan sosok bayi mungil yang cantik dan mulya.

Jam menunjukkan pukul 17.00 perlahan demi perlahan  hujan yang sejak pagi mengguyur kota yogyakarta  kini telah redah dengan sendirinya, dan orang-orang  yang sejak tadi menantikan hujan berhenti dan bisa melanjutkan berbagai kegiatan mereka, ada yang mulai membuka warung kecil yang berada di pinggiran jalan, ada juga yang membuka tempat penjualan lesehan makanan di pepinggiran trotoar jalan kota yogyakarta dan tak luput pula tempat pavoritnya masyarakat menengah kebawah, angkringan adalah tempat pavorit masyarakat jogja maupun masyrakat pendatang yang dari luar kota jogja di karenakan makanan yang harganya murah meriah.

Sore itu terlihat di pepinggiran jalan masih basah dan nampak begitu becek, dengan berat hati Abdul Khalid keluar dari kediamannya di karenakan dirinya tidak mau melewatkan akan keindahan di sore hari pada hari pertamanya berada di kota pelajar itu. Abdul Khalik  berniat untuk keluar dan berjalan-jalan sebentar bersama sahabat barunya.

Hari pertama dan luar biasa bagi dirinya di karenakan ia merasakan betapa indahnya di pepinggiran kota jogja,  dia di temani Roni sahabat yang baru di kenalnya sejak  ia berada di kota pelajar. Mereka saling mengenal di karenakan berada di dalam satu tempat tinggal bersama di sebuah kos-kossan kecil di dekat kampus mereka berkuliah.

Hampir satu jam mereka mengitari sebagian pepinggiran kota jogja setelah puas berjalan-jalan  mereka kembali ke kos di mana kini mereka bernaung melalui hari-hari mereka bersama-sama untuk beberapa Tahun kedepan, merajut sebuah mimpi yang ingin mereka torehkan di negeri indonesia ini.

Malam semakin menampakkan keperkasaannya dari terangnya matahari, hanya tampak sedikit cahaya bintang kecil dan di hampiri cahaya rembulan malam yang sudah mulai menampakkan keindahannya. dan yang pastinya rembulan itu akan mampu menarik perhatian dari setiap mata yang menatapnya.

Tit.....tit...tit...
1 pesan masuk dan 2 panggilan tak terjawab dari seorang Ayah  yang nan jauh. Sms tersbut hanya berisikan sebuah pesan tanya dari sang Ayah di karenakan Abdul khalid sejak tadi tidak mengangkat telpon ketika di hubungi.  secepat kilat Abdul Khalid akhirnya membalas pesan tersebut setelah beberapa detik kemudian handphone Abdul Khalid kembali  berbunyi.

Hallo....!

 Assalamualaikum...

Wa alaikum salam... jawab sang Ayah.

Bagaimana kabarnya nak.... tanya sang Ayah.

Baik Ayah,,,, jawab Abdul Khalid.

Bagaimana, sudah betahan di jogja...???sang ayah bertanya kembali   

Untuk sementara ini Khalid belum tahu ayah, betah atau tidak yang pasti Alhamdulillah berkat ayah Khalid merasa nyaman-nyaman saja di sini...

jikalau begitu rajin-rajin ya belajar di sana...!

Baiklah ayah...Khalid janji akan rajin-rajin di sini sebagaimana  janji Khalid  kepada Ummi..

Baguslah nak...Sudah dulu ya, ayah ada pekerja’an yang mesti segera di kerjakan, Assalamualaikum....

Syukron ayah sudah memberikan semangat dan dorongan untuk khalid, wa alaikum salam...

Bagaikan layaknya seorang ayah dan seorang anak mereka selalu saling bertanya akan keadaan mereka masing-masing, terutama ayah angkat Khalid yang selalu mengecek perkembangan khalid setiap pekannya di karenakan ia sangat menyayangi  Khalid seperti anaknya sendiri, Pembicaraan merekapun berakhir dengan singkat antara khalid dengan seorang Ayah yang sekarang sedang berada di Netherlands menempuh gelar doktor bagian sastranya itu.

******

Delapan belas tahun silam, malam itu sungguh malam yang penuh berkabut, hawa terasa dingin untuk dirasakan semua orang bahkan mungkin akan sangat mengganggu pemandangan bagi si pengguna jalan, malam berkabut menyimpan beribu-ribu tanda bahaya bagi setiap orang yang berani melangkahkan kakinya keluar rumah. Hingga saat ini yang harus di lakukan adalah bagaimana rasa takut itu di hadapi sehingga manusia berani untuk melangkah  menuju suatu tujuan  dengan selamat.

Pakkkkk.....cepat !!!

Teriak seorang wanita yang tak mampu lagi menahan  rasa sakit dari perutnya, ia terus berusaha keras untuk menahannya namun terkadang ia sendiri tak mampu lagi untuk lebih lama menahan rasa sakit itu, dan semakin lama rasa sakit itu semakin menunjukkan rasa perihnya.

Pakkk cepat...!!!

kembali lagi wanita itu berteriak menyuruh sang sopir mobil agar menambahkan kecepatannya. Wajah  yang berada malam itu semua di rundung kecemasan tak ubahnya seseorang yang di kejar oleh malaikat kematian.  Bahkan di samping wanitu itu duduk seorang ibu paruh bayah yang tak mampu menyimpan expresi kecemasannya walaupun rasa sakit seperti itu pernah ia alami.

 Ummi, Hafidah tidak kuat lagi...! sahut Hafidah kepada ummi Rohani

Sang ibunda yang secara tidak langsung pernah mengalami hal yang sama seperti yang di alami Hafidah ketika melahirkan Zaidul Ali dan Hafidah, Ia mencoba menenangkan Hafidah,

sabar nak sebentar lagi kita mau sampai.

Ummi, Hafidah tidak tahan lagi..!!! teriak Hafidah sekali lagi...

Mempertimbangkan rumah sakit yang masih jauh dan dengan keadaan yang tidak memungkinkan untuk melanjuti perjalanan, Sang ibunda pun akhirnya meminta agar Pak Tugiman sopir mobil tersebut berhenti.

Pak tolong carikan rumah terdekat sini dan kita minta pertolongan kepada mereka agar membantu melancarkan persalinan Hafidah!!! Perintah sang ibunda kepada pak Tugiman.

Baik buk...!

Dengan sigapnya sang sopir cepat melangkah keluar mobil dengan di temani oleh Zaidul Ali, setelah  melihat kekanan dan kekiri akhirnya pandangan Pak Tugiman dan Zaidul Ali tertujuh kepada sebuah rumah cukup besar dan mewah yang tak jauh dari  pemberhentian mobil itu, dengan sedikit berwajah melas pak Tugiman dan Zaidul Ali mencoba meminta pertolongan kepada orang yang berada di rumah tersebut, hingga akhirnya sang pemilik rumah memperbolehkan mereka untuk melakukan persalinan di rumah  mereka. 

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedu-dukanmu.” (Q.s. Muhammad: 7).[1]

Itulah takdir Allah betapa ia menyayangi hamba-hambanya yang bertakwa, bukan suatu kebetulan tapi inilah peran dari takdirNya, ternyata di dalam rumah mewah tersebut ada seorang ibu Bidan yang ternyata juga sedang menunggu kelahiran seorang anak dari anak perempuannya.

Berbagai perlengkapan persalinan sudah di siapkan, rungan itu terasa hangat, hangat di karenakan rintihan dari  Hafidah yang merasakan rasa sakit yang luar biasa yang tak tertahankan. Terlihat dari dalam kamar yang tak jauh dari Hafidah merintih kesakitan, ada seorang wanita hamil yang juga mendengarkan rintihan Hafidah, sempat timbul rasa kekhuatiran di dalam dirinya karena tak lama lagi ia juga akan merasakan hal yang sama. 

Dengan pengalaman dan keahlian yang telah di miliki ibu bidan, sedikit Instruksi dari sang ibu Bidan agar Hafidah menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya secara perlahan hingga di lakukannya berulang-kali. Semua yang berada di dalam rumah tersebut berdebar-debar menantikan kelahiran seorang anak baru ke dunia.  ketika teriakan keras terakhir Hafidah terdengar dan.......

Oaghhhh....Oaghhhh....Oaghhh.....

Terdengarlah tangisan seorang anak bayi laki-laki malam itu, Zaidul Ali akhirnya merasa tenang mendengar teriakan anak kecil itu menandakan persalinan berjalan dengan lancar, tak sabar lagi untuk melihat keponakan barunya Ini Zaidul Ali masuk ruangan dan melihat betapa bercahayanya sosok bayi laki-laki itu dan indah untuk di pandang oleh setiap mata yang memandangnya.

Sang kakak Zaidul Ali kemudian menggendongnya dan menaruhkan bibirnya tepat di telingah kanan bayi mungil itu, Allahu akbar, Allahu akbar 2x... Sang kakak ternyata mengazankan bayi mungil yang barus saja merasakan kehangatan dunia,  betapa tenang sang bayi ketika ia mendengar bacaan azan dari sang paman seolah-olah ia sedang di peluk oleh seorang ayah yang baik hati sambil di nyanyikan sebuah lantunan lagu yang begitu indah mampu menentramkan semua hati  yang mendengarkannya.

 Melihat hal itu air mata Hafidah pun tak tertahankan lagi untuk mengalir dari pelipis matanya,  airmata itu mengalir bagaikan derasnya aliran sungai yang menuju ke aliran yang lebih rendah. Karena ia melihat sosok lelaki bercahaya sedang menghampiri   si bayi mungilnya  dan iya turut mengumandankan azan bagi si bayi mungil itu, hati Hafidah menangis karena sang suami ternyata selalu ada untuknya selama ini.

Mas hafizul....!(hati kecil Hafidah memanggil suaminya itu )

Sambil menatap Hafidah dan tersenyum sosok laki-laki bercahaya itu kemudian menghilang seiring Azan berakhir dari mulut Zaidul Ali. Kembali lagi hati kecil Hafidah menangis karena ia sangat merindukan suami tercintanya.

Tidak lama beberapa menit dari kelahiran bayi laki-laki mungil itu, tiba-tiba saja terdengar rintihan seorang perempuan  dari kamar yang tidak begitu jauh dari tempat persalinan Hafidah, ternyata akan lahir pula  seorang anak gadis perempuan di malam hujan berkabut putih itu. Seorang anak yang di takdirkan Tuhan menjadi bidadari dunia dan akan memiliki kepribadian yang mulya.

***----****

Pepohonan  nan rindang yang dulu berada di depan pesantren Daarul Huffazd tanpa terasa kini telah tiada dan di gantikan dengan sebuah bangunan kecil yang berjejer di pepinggiran jalan. Rerumputan yang dulunya  memenuhi pepinggiran jalan kini berganti dengan sebuah adukan-adukan semen yang telah membeku. Dahulunya masa-masa kekanakan kini telah terlihat sudah tampak tumbuh besar Enam tahun berlalu dengan begitu cepatnya kini, si bayi mungil itu sudah berubah menjadi sosok seorang anak laki-laki kecil yang tampan.

Tiada terasa Hampir satu jam Hafidah duduk bersama anak kesayangannya Abdul Khalid...

Ummi, ummi menangis karena menceritakan kisah Abi ya??? Tanya Kholid.

Ya nak,,, ummi sangat merindukan Abi kholid. ummi sangat mencintai dan menyayangi Abi, sebagaimana ummi menyayangi dan mencintai diri Ummi, Abi takkan pernah tergantikan oleh siapapun di dalam hati Ummi. ( Hafidatun Millah Menangis sambil memeluk Anaknya).

Ummi bisakah kita bertemu  sama abi ???

Mendengar pertanyaan anaknya hati Hafidah seakan-akan tersayat sebuah silet kecil, ternyata anaknya yang tak pernah merasakan pelukan dan kehangatan dari seorang ayah mampu merasakan kerinduan yang mendalam terhadap Sang ayah Hafizul.

Dengan eratnya Hafidah memeluk Abdul Khalid, do’akan Ummi, Kholid dan Abi agar bisa bertemu kelak di akhirat sana, yang harus Kholid lakukan sekarang adalah memperbanyak mendo’akan Abi di sana, agar Abi tenang bersama baginda Rasulullah dan para sahabat di akhirat.

Ummi kholid janji akan menjadi anak yang berbakti kepada orang Tua dan Kholid takkan pernah melupakan untuk selalu mendo’akan Abi dan Ummi di setiap sujud Kholid. Dengan tegas dan cerdasnya kholid berjanji kepada ibunya.

Semoga kamu seperti abimu yang selalu menepati janjinya,,,

Pasti ummi kholid janji,,,!tegas kholid kepada sang ibunda.

sekarang kamu tidur ya nak, besokkan kamu harus bersiap-siap masuk di pesantren Daarul Huffazd..

Baiklah ummi...selamat malam ummi!

Ya,  mimpi yang indah... ( Hafidah mencium kening anaknya ).

Malam yang sungguh indah, tampak jelas keindahannya di kala rembulan malam muncul dengan sinarnya, orang-orang  yang menatap rembulan itu tidak akan merasakan rasa sakit kelopak matanya di karenakan keindahan rembulan malam menyimpan beribu-ribu kelembutan yang mampu memikat hati setiap Makhluk Tuhan dan pastinya tidak akan menyakiti jiwa-jiwa manusia di kala rembulan malam pergi dengan lembutnya menyingsing mentari pagi.

 Abdul kholid  tertidur dengan lelapnya dirinya seakan-akan di temani oleh rembulan malam sehingga menciptakan sebuah khayalan di dalam mimpinya, mimpi yang akan menjadikannya manusia dewasa, mimpi yang akan di rajutnya bersama makhluk Tuhan lainnya, mimpi yang akan mengantarkannya kepada cita-cita tertinggi inilah awal di balik kisah  tabir kabut putih akan tetapi kisah yang akan di rajut sekarang adalah kisah rembulan malam II bersama sang ibunda Hafidah.



Yang di rindukan...

Orang yang telah lama tidak kembali dari kampung halamannya maka ia patut di beri gelar sang musafir, musafir adalah orang-orang yang tak pernah mengenal lelah akan langkahnya menuju sampai kesuatu tujuan.

Abdul Khiyat adalah sosok seorang pecinta ilmu, ia akan berkelana kemanapun ia akan melangkah dan pergi menuju pencapaian ilmu yang tertinggi, hingga pada akhirnya dirinya layak di sebut sebagai sang Musafir Ilmu,  bertahun-tahun lamanya ia tak kembali kedesa kecil di bagian sumatera selatan, bertemu dengan sahabat-sahabat tercintanya Hafizul, Arif dan Dedi dan bertemu dengan orang-orang terdekat lainnya Namun hal yang tak di ingatnya adalah kedua orang tua angkatnya.

Telah lama dirinya tidak mengingat bagaimana rupa kedua orang tuanya, semenjak ia pergi dari rumah meninggalkan kenangan yang ada hanya di karenakan ia tidak terima  akan perlakuan dari kedua orang tua angkatnya di dalam mendidik dirinya. Setiap hari , setiap jam dirinya harus merasakan rasa sakit betapa tega kedua orang tua terhadap dirinya yang semakin lama semakin menunjukkan rasa ketidak pri kemanusiaan kepada Abdul Khiyat.

Hanya di karenakan dirinya adalah anak yang di angkat dari keluarga sederhana pada keluarga kecil, semenjak ia lahir kedua orang tua kandungnya telah meninggalkan dirinya sehingga ia harus di asuh oleh kedua orang tua angkatnya yang penuh kekejaman.

Semenjak kecil telah di tinggalkan oleh kedua orang tua kandungnya dan semasa beranjak dewasa ia telah didik dengan keras dari kedua orang tua angkatnya, membuat dirinya sadar bahwa dirinya pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari yang ada. Keputusan itupun akhirnya di lakukannya pergi kelampung bersama Hafizul beberapa tahun silam dan tinggal beberapa waktu lama di Pesantren Daarul Hufazd membuat dirinya menjadi sosok yang penuh dengan derajat kemulyaan.

Selama dua tahun ia berada di pesantren Daarul Huffazd banyak hal yang di lakukan terutama  ia sering membantu parah ustaz dan Ustazah di pondok tersebut. Hafizul tinggal di sana menjadi seorang anak dalam di tempat sang Kyai. demi kemudahan dirinya untuk bisa bertahan hidup lebih lama lagi dari kejamnya kepedihan dunia ini. Hari-harinya di isi  dengan tilawah dan bekerja.

Hingga suatu saat ia di takdirkan bertemu dengan seorang wanita pujaan hatinya, yang dulu hatinya di penuhi dengan kebelengguhan rasa dendam, kemaraahan dan rasa kebencian, semenjak berjumpa dengan wanita tersebut membuat dirinya mengerti apa itu cinta. Akan tetapi cinta itu hanya bisa tersampaikan di dalam hati kecil saja, karena di saat kedekatan mereka terjalin ternyata wanita itu hanya menganggap dirinya sebagai seorang kakak tidak lebih. dan cinta itupun pada akhirnya hanya bisa ia pendam selama bertahun-tahun semenjak bertemu dan berpisah terhadap wanita tersebut.

Setelah bertahun-tahun lamanya ia berkelana meninggalkan pondok yang banyak mengajarkan kebaikan-kebaikan pada dirinya, yang menghantarkannya kepada sebuah impian terbesar di dalam  merajut kehidupan di dunia, merangkainya menjadi sebuah tanaman yang beraroma wangi sehingga mampu memberikan mamfaat kepada orang lain yang mencium dan merasakannya.

Ada rasa Enggan dirinya untuk kembali kepondok yang telah memberikannya jalan kehidupan itu, pondok yang pernah mempertemukannya dengan sang pujaan hati sehingga  ia belajar mencintai bukan belajar untuk membenci.  sungguh betapa berat hatinya untuk kembali kesana setelah ia mengetahui kabar pernikahan sang pujaan hati, hatinya tersayat-sayat oleh sebuah silet tumpul yang perlahan demi perlahan menembus bagian terdalamnya, seketika itu juga merasakan betapa hancur hati Abdul Khiyat.

Setelah enam tahun ia mendengar kabar pernikahan dari sang pujaan hati iapun akhirnya memutusan kembali meniatkan untuk kembali mengunjungi pondok tercintanya, karena ia sadar tanpa adanya kehidupan di Pesantren Daarul Huffazd takkan mungkin menghantarkan dirinya kepada sebuah titik kesuksesan seperti sekarang ini, gelar S2 yang telah ia rasakan itu semua berkat sebuah langkah dari pesantren  tercintanya.

******

Tin tin tin.....

Suara mobil angkot berwarna merah yang menuju kesebuah jalan pedesaan kecil. Orang yang berada di dalamnya saling berdesak-desakkan, ada orang tua terhimpit oleh yang muda, ada yang anak kecil hanya terdiam melihat suara bising dari para penumpang karena kondisi mobil yang tak begitu layak lagi untuk di pergunakan, dan sesekali terdengar suara ledakan besar dari sisi knalpot mobil.

Siang itu Abdul Khiyat telah sampai kelampung dan kini telah menuju kesebuah pondok kecil di pinggiran jalan menuju arah selatan, tidak lama kemudian terdengarlah suara mobil tua kusam berwarna merah berhenti tepat di depan gerbang Pondok pesantren Daarul Huffazd. Seketika itu pula terlihat sosok Abdul Khiyat yang baru saja menurunkan barang-barangnya dari mobil tua itu.

Tidak di duga-duga oleh Abdul Khiyat ternyata dirinya telah di tuggu oleh sosok seorang ibu-ibu yang sudah mulai sedikit memutih pada bagian rambutnya dan tampak dengan jelas kerutan pada dahi dan pipinya, beliau adalah Bu Nyai Khodijatur Rahmah dan juga melihat sosok  seorang laki-laki yang tidak jauh berbeda dengan kondisi sosok seorang ibu yang menantinya, rambutnya yang telah nampak memutih, dahi dan pipinya yang terlihat dengan jelas sebuah kerutan, beliau adalah Kyai Abdul Majid

Kedua orang tersebut adalah orang yang sangat berpengaruh di pondok tersebut di karenakan merekalah penerus dari pendiri awal pondok pesantren Daarul Huffazd. Dan bagi Abdul  Khiyat mereka adalah orang tua yang sesungguhnya bagi dirinya, menemaninya ketika di masa-masa terpuruk, seorang mantan Preman yang cukup terkenal dan di segani di tempat tinggal sebelumnya mencoba mencari jalan petunjuk Tuhan yang akhirnya dia menemukan jalan yang di inginkannya, berada di pondok tersebut dan di terima dengan baik oleh kedua orang yang selalu mengaggapnya sebagai anak  bukan sebagai seorang santri biasa.

Semenjak kepergian Abdul Humman anak laki-laki satu-satunya dari Pak Kyai dan dan bu Nyai membuat mereka sangat menyayangi Abdul Khiyat, di karenakan Abdul Humman meninggal dalam keadaan su’ul khotimah sebagai anak pecandu Narkotika. Dan itulah yang tidak di ingin oleh Pak Kyai dan Bu Nyai hal yang sama terjadi  terhadap manusia yang ingin membenahi diri mereka  dari kesalahan-kesalahan yang telah mereka lakukan,  sebagai menebus rasa bersalah pak Kyai dan buk Nyai atas Abdul Humman yang mereka abaikan selama bertahun-tahun di karenakan mereka tidak mau menerima dan melihat anak yang pecandu Narkotika itu.

Assalamualaikum....pa Kyai, bu Nyai ( sambil memcium tangan mereka )

Wa alaikum salam anakku Abdul Khiyat (jawab kyai sambil memeluk Abdul Khiyat dan di ikuti oleh bu Nyai )

MasyaAllah kini kamu benar-benar telah menjadi orang hebat nak...

Syukurlah pak Kyai dan bu Nyai  semua itu berkat do’a dan dukungan dari kalian berdua...

Tidak begitu lama percakapan terjadi di antara mereka bertiga, sambil berjalan kerumah kediaman pak Kyai dan bu Nyai, banyak hal, pengalaman sesuatu yang telah di alami dan di  telah di lalaui oleh Abdul Khiyat semenjak melangkahkan kakinya meninggalkan pulau sumatera bagian lampung ini.

Bahkan kehidupan di rumah pak Kyai dan bu Nyai terasa sepi semenjak kepergian Abdul Khiyat kepulau jawa dalam waktu yang cukup lama, keramaian itu akan terasa ketika para santri yang sedang sibuk membaca ayat-ayat Allah di halaman pekarangan masjid ataupun di pepinggiran pagar pondok, dan di dekat Asrama mereka masing-masing.

Sesampainya di rumah Abdul Khiyat tinggal di kamar Abdul Humman sebagaimana dulu ia tinggal di sana selama masa mengabdi kepada sang Kyai dan bu Nyai selama dua tahun lamanya hingga akhirnya ia harus berat hati meninggal kedua orang tua tersebut di karenakan mengejar cita-citanya di pulau jawa dengan beasiswa dari Kemenag kota bandar lampung membuatnya bisa melanjutkan study S1 dan S2-nya di UGM yogyakarta[2].

Tiada terasa  kini ia telah berdiri kembali di lingkungan yang banyak mengajarkannya sebuah pengalaman dan bekal kehidupan untuk menggapai semua yang ia inginkan semenjak kecil. Dua hari berada di pesantren daarul Huffazd membuatnya terasa seperti menjadi anak dalem pak kyai dan bu nyai seperti dahulu, tilawah Al-Qur’an selalu berkumandang dari ujaran bibirnya yang mampu mengalahkan kemerduan dari sebuah dentingan piano,  sehingga membuat setiap telinga yang mendengarnya pastilah akan terpukau akan nada yang di sampaikan oleh nada-nada yang di Lafazdkan oleh Abdul Khiyat.

Dua hari,,, kenangan...

Manusia memang seakan-akan terlahirkan oleh sebuah kisah dan sebuah perjalanan dari alur sebuah cerita kehidupan yang mana perjalanan itu akan selalu ada celah dari sebuah kisah yang akhirnya membuat sebuah pengalaman yang sangat berarti dalam kehidupan mereka masing-masing.

Tak jauh berbeda dengan keadaan Abdul  Khiyat ternyata hari itu lampung kenangan telah kedatangan sosok seorang bidadari nan anggun, bidadari yang akan membukakan semua mata yang telah lama terpejamkan, bahkan setiap bunga yang sedang layupun akan bermekaran ketika merasakan keanggunan dari sosok sang bidadari itu.

Hafidah beserta anak kecilnya baru saja menempuh perjalanan yang nan jauh, dari luar kota lampung perjalanan mereka yang cukup memakan waktu sehari semalam itu membuat rasa lelah yang tak tertahankan lagi, semenjak Hafidah melahirkan Abdul Kholid mereka telah meninggalkan kota lampung selama enam tahun lamanya mereka tinggal di tempat orang tua Hafizul di desa kecil pinggiran kota palembang.

Semenjak kepergian Ummi Rohani menemui sang khalik pemilik  nyawa dari segala nyawa  membuat  Hafidah merasa sedih dan kehilangan, sang mertua yang merasa kehilngan anak kesayangannya hafizul  tidak ingin lagi kehilangan manantu dan cucu kesayangannya  itu meminta dirinya agar mau tinggal bersama mereka di desa kecil di pepinggiran kota palembang.

Zaidul Ali yang sejak dulu sudah memiliki keluarga dan rumah sendiri di kota metro politan lampung terkadang mengunjungi adik tercintanya itu selama berada di lampung maupun setelah perpindahannya kedesa kecil itu, terutama keponakan tersayangnya yang selalu mampu membuatnya tersenyum ketika ia mentap si bayi mungil yang kini telah berubah sosok menjadi seorang bocah kecil yang sangat tampan.

Setelah dua hari  dirinya berada di kota lampung membuatnya ingin menyegerakan pergi kepondok pesantren yang pernah menjadi kenangan semasa kecil dan pondok terakhir  melihat dan menatap orang-orang yang ia cintai, pondok yang telah melahirkan seorang kader-kader dakwah baru bagi kebaikan islam di masa yang akan mendatang. dua hari itu pula rasa yang tak tertahankan lagi dirinya untuk kembali kerumah lamanya rumah yang telah ia tinggali bertahun-tahun bersama kedua orang tuanya, rumah  yang telah mengajarkannya sebuah arti kehidupan, rumah yang telah membuatnya merasakan kehidupan di bawah bayangan rembulan malam, akankah kisah kehidupan itu akan kembali lagi seperti dulu di kala rembulan malam bersinar dengan indahnya??? Semua itu hanya Tuhanlah yang tahu.

Sekembalinya kelampung untuk meneruskan hidupnya dan ingin agar Abdul Khalid menimba ilmu di Pondok Pesantren Daarul Hufaazd membuat dirinya ingin sekali menyegerakan pergi kepesantren. di hari kedua Hafidah meniatkan dirinya untuk pergi kepesantren sambil mengantarkan Abdul Khalid mendaftar sebagai santri disana.

Sore itu terdengar suara kecil dari injakan kaki seorang wanita yang baru turun dari mobil angkot kecil, hatinya berdebar-debar karena untuk yang pertama kalinya dirinya menginjakkan kaki di lingkungan pesantren daarul Huffazd setelah kepergiannya enam tahun yag lalu, betapa gemetar dirinya ketika berada di lingkungn pesantren itu banyak sekali bayangan-bayangan dari kenangan lalu menghantui benak dan pikirannya. Terbesit di hatinya ingin menangis namun ia tetap mencoba untuk tegar menerima keadaan itu semua.

Assalamualaikum....nak Hafidah?? ( sapa seorang ibu yang telah jelas nampak rauh wajah Tuanya)

Wa alaikum salam....Masya Allah buk nyai...!

Nak Hafidah, bagaimana kabarnya sekarang?? Tanya bu Nyai kembali.

Alhamdulillah bu nyai selalu dalam perlindunganNya...

Pasti ini Abdul Khalid...?  Tebak bu nyai yang sejak dari tadi melihat si bocah kecill yang enam tahun lalu pernah dia asuh.

Iya bu nyai ini Abdul Khalid... jawab Hafidah.

Subhanallah kini dia sudah besar, semoga menjadi anak yang sholeh ya! Sambil memegang kepala  Abdul Khalid.

Iya bu Nyai... Abdul Khalid menjawab perkataan bu nyai.

Mendengar Abdul Khalid menjawab perkataan sang ibu nyai membuat ibu nyai tersenyum manis seolah-olah senyuman manis itu mengantarkan dirinya merasakan senyuman di kala masa mudanya.    

Ayo nak kerumah ibu...! ajak bu Nyai.

Bersama bu Nyai dan anaknya Hafidah menuju kesebuah rumah sederhana dari bangunan lama, namun tetap berdiri dengan tegaknya di karenakan  rumah itu di rawat dengan baik oleh sang penghuninya. Rumah itu adalah rumah bu Nyai yang telah menemani masa-masa tuanya bersama sang suami...

Silahkan duduk nak...!  perintah buk nyai kepada Hafidah

Iya, buk nyai. Pak kyai kemana ya bu ??? tanya Hafidah yang sejak dari tadi tidak melihat sosok sang Kyai.

Baru tadi pagi ia berangkat keluar kota...

Sendirian bu Nyai???

Tidak, dia di temani oleh anak kami???

anak bu nyai, siapa??? Tanya Hafidah sedikit bingung karena telah lama buk nyai tidak memiliki anak.

Maksudnya anak angkat kami, Abdul Khiyat.

Apa bu nyai Abdul Khiyat??? Hafidah merasa penasaran.

Seketika itu pula ia mencoba mereka-reka sosok Abdul Khiyat yang sedikit sama dengan nama Agus Abdullah Khiyad beberapa tahun silam yang sempat dekat dengan dirinya, yang selalu memberikan nasehat , orang yang selalu memberikan dirinya motivasi-motivasi baru agar ia selalu bangkit dari keterpurukaan di dalam kehidupannya sosok seorang malaikat yang telah menyelamatkan dirinya dari bahaya yang hampir mengubah hidupnya menjadi hampa menjalani hari-hari di dunia ini. Namun sekuat apapun ia mengingat hanya wajah sebatas waktu itu yang mampu ia ingat, entah apakah sang kakak telah berubah atau tidak, bahkan masih mengingat dirinya atau tidak namun yang pasti Hafidah masih mengingat dengan jelas masa-masa kedekatannya bersama Agus Abdullah Khiyad sang kakak yang begitu berarti baginya.

*****

Hari adalah awal dari sebuah arti perjalanan kehidupan manusia, cerita kehidupan tak pernah berhenti di kala manusia masih memiliki perjalanan hari, selama manusia masih memilki nafas atau nyawa maka selama itu pula mereka akan melalui ribuan atau jutaan hari tanpa di sadari oleh akal pikiran mereka hanya di kala masa tua barulah mereka menyadari ternyata kini hari-hari mereka sudah mulai berkurang dan terbuang dengan sia-sia.

Hari itu kota palembang penuh dengan kesibukan manusia yang sedang berlalu lalang di jalanan  raya kota palembang, ada sebagian manusia yang sibuk akan berjualan dan sambil melayani pembeli. Ada pula berjualan makanan dan terlihat kepulan asap dari wajan kecil makanan tersebut, terlihat dengan jelas manusia melakukan kegiatan hari-hari mereka dengan rutinitas yang hampir sama.

Terlihatlah sosok seorang wanita yang sedang duduk manis di bangku bagian belakang bus, menghayati akan nyanyian merdu dari sang pengamen cilik. Anak kecil yang menyanyikan lagu raja dangdut menyayikan lagu sang raja dangdut lirik demu lirik, bait demi bait  dan sungguh indah untuk didengar oleh telinga yang berada di dalam bus itu, setelah nyanyian itu berhenti sang pengamen kecil kemudian berjalan kearah Hafidah dan mengulurkan tangan mengharap belas kasih dari Hafidah.

            Dia memberikan sedikit riskinya kepada anak kecil yang meminta uang kepada dirinya setelah menyelesaikan keinginan sang anak pun pergi dan tidak tampak lagi di hadapan Hafidah dan sahabatnya itu. Hari itu Hafidah pergi dari pesantren bersama sahabat karibnya  untuk menyaksikan  pertandingan pinal sri Wijaya Vs Persipura[3] tanpa seizin dari pihak keamanan pesantren

Pukul satu siang mereka telah berada di Kilo Meter dua belas  kota palembang,  mengingat jadwal pertandingan akan di mulai pukul tujuh malam maka Hafidah dan Sila sahabatnya itu menyempatkan diri untuk pergi berjalan-jalan sebentar di sekitar pasar 16.  Hampir dua jam mereka berada di pasar 16,  karena ini adalah pengalaman pertama mereka berada di kota palembang maka mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

 Setelah puas mengitari sisi bagian pasar tersebut mereka merasa kelelahan dan beristirahat di tempat restoran kecil yang tidak jauh jaraknya dari pasar 16, puas dengan menyantap hidangan yang ada mereka tidak menyadari bahwa uang yang mereka miliki telah di curi para pencuri pasar 16.

Fidah... gi mana nih, kok dompet aku tidak ada?

            Tiba-tiba Sila merasa kaget karena baru menyadari dirinya telah kecurian. Dan seketika itu pula Hafidah memeriksa banrang miliknya ternyata mereka berdua telah kecurian semenjak berada di pasar tersebut, rasa cemas pun menghampiri mereka berdua di karenakan mereka bingung harus berbuat apa. Apalagi mereka baru pertama kali ini berada di kota palembang dan belum terlalu memahami seluk beluk kota tersebut dan tidak satupun orang yang mereka kenal.

Bagaimana mbak??? Tanya sang pelayan.

Aduh mbak bagaimana ya kami  baru saja kecopetan, dompet kami beserta isinya tidak tahu hilang kemana... Jawab Sila dan di ikuti Hafidah yang meyakinkan pernyataan Sila kepada sang pelayan.

Maaf mbak itu resiko mbak berdua, sebaiknya mbak bertemu dan menyelesaikannya dengan manager kami saja. Saran sang pelayan kepada mreka berdua.

Hampir satu jam mereka berada di rungan manager restoran tersebut untuk menyelesaikan permasalahan mereka, pada akhirnya mereka keluar dari ruangan tersebut dengan dada dan hati yang lega di karenakan sang manager memberi keringanan kepada mereka dengan cara menyita sementara waktu barang yang mereka miliki,  akan tetapi masih ada permasalahn baru yang akan di hadapi oleh Hafidah dan Sila sahabatnya itu.  Permasalahan yang akan benar-benar mengancam diri mereka berdua, permasalahan yang tidak patut untuk di anggap mudah oleh siapapun, permasalahan antara hidup dan mati di antara mereka berdua.

Waktu telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam namun mereka masih dalam keadaan terpuruk mereka  benar-benar tidak tahu harus kemana, langkah kaki merakalah yang menghantarkan ke suatu  tempat yang sama sekali mereka belum ketahui secara pasti kecuali sebuah jembatan yang menyambung antara sisi sungai yang satu dengan sisi sungai yang lainnya,  mereka berusaha beristirahat di tempat peristirahatan taman yang berada di dekat jembatan Ampera.

Rasa resah dan kebingungan terus menghampriri mereka, tanpa uang, alat komunikasi,  di tambah lagi tidak satupun  orang-orang yang berada di sekitar mereka yang di kenal.  Tidak terlalu begitu banyak orang-orang yang nampak kelihatan berjalan di taman itu di karenakan sebagian orang kota palembang telah berkumpul di sebuah stadion jaka baring palembang untuk menyaksikn laga pertandingan Sri Wijaya VS Persipura.  hanya ada beberapa pemuda dan pemudi yang sedang asyik berpacaran di pepinggiran sungai musi, seorang pengamen yang berkali-kali menyanyikan lagu-lagu mereka, dan beberapa orang tua yang sibuk mengurusi jualan mereka di bawah jembatan Ampera.

Hafidah dan sahabatnya itu menyesali akan tindakan mereka yang pergi dari pesantren tanpa seizin  pengurus keamanan  pesantren, sesekali juga terlihat Hafidah  memukuli kepalanya sendiri karena menyesali akan perbuatannya yang memaksa Sila turut serta menemaninya melarikan diri dari pesantren.

Di saat mereka sedang sibuk mengintrofeksi diri masing-masing.

tidak di sadari oleh mereka telah nampak sosok tujuh pemuda dalam keadaan mabuk  yang sedang menghampiri dan berniat mengganggu Hafidah dan Sila sahabatnya itu di karenakan tergoda akan kecantikan dari paras wajah Hafidah.

rasa kuatir dan cemas diri Hafidah dan Sahabatnya mereka mencoba meminta pertolongan dari orang-orang  yang berada di sekitar mereka, namun sayangnya semua mata yang pada saat itu menyaksikan kejadian hanya terdiam terpaku seakan-akan mereka tidak mau tahu akan urusan ketujuh pemudah itu terhadap Hafidah dan Sila Sahabatnya.

Suasanapun semakin mencekam ketujuh pemuda itu semakin menunjukkan tingkah beringas mereka kepada Hafida dan Sila. hijab yang melindungi bagian kepala Hafidah terlepas di karenakan tarikan dari salah satu ketujuh pemuda tersebut. hatinya ketakutan, ingin sekuat mungkin untuk berlari dari keadaan yang sedang di alaminya namun dia tak kuasa melawan keadaan yang ada.

Hafidah merasa cemas dia benar-benar pasrah di malam itu, tiada daya dan upaya dirinya untuk melawan hanya kepasrahanlah yang ada, dirinya merasa sedih melihat dirinya dan temannya tidak mampu melakukan apa-apa dan di tempat umum seperti itu tidak ada satupun orang yang mau menolong dirinya dia hanya bisa menangis kecil melihat keempat pemuda itu mulai melepaskan penutup aurat yang lainnya. Dirinya benar-benar pasrah dan hanya kepada Tuhanlah dia meminta pertolongan dari ketujuh pemuda itu.

pukkkkk...!!!

Dasar pemuda kurang ajar....

Tidak tahu dari arah mana suara dan pukulan itu, namun yang pasti keempat  pemuda yang sedang sibuk melepaskan pelindung aurat Hafidah dan ketiga pemudah yang sedang sibuk memegang Sila sahabatnya itu, kini di sibukkan dengan pukulan dari sosok seorang preman yang berambut panjang memiliki tubuh sawo matang dan di bantu oleh beberapa temannya memberikan pelajaran kepada ketujuh pemuda tersebut.

Sempat terjadi perlawanan oleh ketujuh pemuda tersebut akan tetapi perlawanan itu hanya menghasilkan sesuatu kesia-siaan. bagaikan di kejar oleh anjing gila yang sedang menyerang manusia itupula yang terjadi dengan ketujuh pemuda tersebut di karenakan mereka terkocar-kacir atas serangan dan gertakan dari sang pemimpin kelima preman itu.

Siapa yang tidak kenal dengan dirinya, semua orang jika bertemu dengannya akan merasa takut, semua orang tidak mau berurusan dengannya dan semua orang yang di hajarnya akan pasti babak belur, terkocar-kacir lari tidak tahu arah kemana mereka akan kabur dengan mengeluarkan jurus langkah seribu mereka, itulah sosok  preman yang terkenal di jembatan ampera sungai musi kota palembang yang memiliki anak buah di seluruh pelosok kota. Namun setiap manusia apapun itu sebarapa pun kuat dan besarnya keberanian yang mereka miliki tetap ada yang mereka takuti termasuk sang preman.

Satu hal yang paling di hormati dan di takutinya adalah sang imam besar masjid agung palembang, dirinya sangat menghormati sosok sang ulama tersebut apapun yang di katakan sang imam pastilah ia penuhi, termasuk untuk mengamankan wilayah jembatan ampera yang tidak begitu jauh dari masjid agung yang sering di pergunakan para pemudi untuk melakukan perbuatan maksiat.

Sang preman itu tidak mengharapkan upah dari sang imam namun keberkahanlah yang di harapkannya dari sang imam, dan hampir semua preman yang berada di sekitar wilyah ampera kini mulai sedikit demi sedikit  mengenal apa itu ajaran islam yang selama ini hanya mereka kenal, dan tidak jarang pula sang imam besarlah yang selalu memberikan ajaran itu. Banyak sekali ilmu agama yang kini mulai mereka dapatkan dari ajaran sang imam termasuk sang pemimpin dari preman tersebut tetapi kini tinggal prakteklah yang mesti di lakukan oleh mereka dan sang pemimpin premanlah kelak yang akan mengamalkan ilmu dari sang Imam dan akan menjadim imam besar di Baitullah, rumah Allah yang penuh keberkahan di sebuah pesantren ternama lampung selatan.

Tiada terasa beberapa menit suasana tegang kini telah menjadi tenang kelima orang yang menolong Hafidah dan sahabatnya itu mampu mengalahakan ketujuh pemuda yang mengganggu mereka berdua.

Terima kasih bang??? Ucap Hafidah kepada sang pemimpin preman tersebut.

Ya sama-sama, Lain kali hati-hati jangan sampai duduk di tempat yang sepi...! Nasehat pemimpin preman itu kepada Hafidah.

Kalian kenapa berada di sini??? tanya sosok preman yang telah menolong Hafidah

Dengan terang jelasnya Hafidah menceritakan akan kejadian yang sedang menimpa mereka di mulai ketidak tahuannya tentang kota palembang, di susul dengan kejadian pencopetan di pasar dan kejadian yang baru saja menimpa diri mereka. sosok preman yang sedang setia mendengarkan  cerita Hafidah dan sahabatnya itu lekas menggerakkan tangannya kesaku celana bagian kanan dan mengambil sebuah Handphone miliknya. Tidak lama kemudian dia menekan tombol “Calling” seakan-akan dia menghubungi seseorang.

Satu jam setelah dari waktu sosok preman yang sedang sibuk menelepon tadi tiba-tiba saja datang remaja yang berusia tujuh belas tahun datang dan menghampiri mereka, tidak tahu apa yang di serahkan remaja tujuh belas tahun itu kepada sang pemimpin preman tersebut, yang kemudian menyerahkannya kepada Hafidah.

Benar dompet ini milik kalian?  Tanya sang pemimpin preman.

Benar bang...! benar bang

Jikalau begitu tolong di cek ada yang hilang atau tidak???

Syukur semuanya masih lengkap, terima kasih banyak bang!!!

Ya,lain kali hati-hati dengan barang bawaan kalian kota palembang banyak sekali pencuri handal jadi jangan mudah lengah terhadapnya... nasehat sang preman.

Iya bang...

Sekarang kalian mau kemana??? Tanya sang preman

Tidak tahu bang!!!

Sekarang lebih baik kalian beristirahat dan  tidur di masjid agung palembang saja di sana kalian akan aman menunggu esok pagi kembali ketempat kalian berdua.

Dan pemimpin preman kemudian mengantarkan mereka berdua kemasjid Agung untuk bermalam di sana, sang satpam yang mengenal sosok pemimpin preman itu kemudian mengizinkan kepada kedua wanita tersebut untuk bermalam hingga menjelang esok hari. Sebelum mereka beristriahat di dalam masjid mereka menyempatkan diri untuk berbincang-bincang sedikit dengan sang preman yang menolongnya.

Nama abang siapa dari tadi mengbrol kita belum tahu namanya??? tanya hafidah sambil tersenyum manis.

Sang preman yang sedang berdiri di hadapan Hafidan dan Sila sahabatnya itu tersenyum mencoba menahan dirinya di karenakan paras cantik yang di miliki Hafidah sempat membuat hatinya tergetarkan dari rasa kelelakian yang dimilikinya.

Panggil saja saya Agus  Abdullah Khiyad, atau Abdullah khiyad, kalau kalian berdua siapa? Jawab sang preman itu, dan bertanya kembali.

Nama saya Hafidatun millah dan ini teman saya Sila!

Oh Hafizah dan Sila??? Ternyata dirinya salah menyebut nama Hafidah.

Bukan bang, Nama saya  Hafidah bukan Hafizah. Bantah Hafidah

Karena nama itu yang saya sebut pertama kali dan saya menyukainya maka saya akan memanggil kamu dengan nama Hafizah...

Ya sudah bang tidak apa lumayan bagus juga ... Hafidah mengalah sambil tersenyum...

Pertemuan yang tidak di sangka-sangka oleh dirinya, pertemuan yang telah lama terjalin namun pertemuan itu akan lama pula berpisah dan kemudian akan terjalin kembali.

 Sore itu sudah mulai gelap dan Hafidah masih terbuaikan dengan bayangan di saat pertemuan pertamanya dengan sang kakak kesayangan Agus Abdullah Khiyad dan kemudian mengahantarkannya pada pertemuan selanjutnya di pesantren Daarul Huffazd, Hafidah sangat merindukan perjumpaan dengan Agus Abdullah Khiyad semenjak perpisahan mereka dari pesantren demi menuntut cita-cita tertinggi mereka masing-masing, namun tidak tahu kapankan Tuhan akan mempertemukan mereka kembali.

Terdengar suara azan dari sebuah masjid yang tidak begitu asing lagi bagi Hafidah, masjid yang menyimpan berjuta-juta kenangan antara pertemuannya dengan sang kakak, sang suami tercinta Hafizul Rahman. Masjid yang telah menjadi saksi atas ijab qobul dirinya dengan suami yang penuh akan ketauladanan terhadap dirinya, masjid yang telah menjadi awal mimpi-mimpinya, masjid yang telah mendekatkan dirinya kepada sang khalik, ayah, ibunda, dan Hafizul Rahman,  masjid yang akan selalu di ingatnya hingga akhir hayatnya.

            Waktu magrib telah datang, semua para santri telah meninggalkan kesibukan mereka masing-masing dan berkumpul di dalam satu bangunan di dalam Baitullah hanya untuk mendapatkan keridhohanNya dan syafaat dariNya. Semua makhluk Tuhan khusyuk di dalam sujudnya, tak ada sedikitpun kebisingan yang akan mengganggu perjalanan di dalam sujud mereka bagi hamba-hamba Tuhan yang beriman. Subhannallah, walhamdulillah, Allah akbar adalah nada yang terdengar oleh telinga manusia yang begitu khusyuk di dalam zikir mereka.

Bunga tidur,  kenangan lama!

kebisingan siang dan sore hari akan sangat mengganggu di dalam peristirahatan setiap peristirahatan manusia, namun di saat tibanya kebisingan malam maka semua mata akan terlelap dengan nyenyaknya bahkan kembang tidurpun akan selalu ada dan menghampiri di kebisingan malam mengalun-alun di dalam mimpi manusia yang mengalaminya semua rasa mungkin akan terbuai oleh lantunan nyanyian dari kebisingan malam itu tak tersadarkan bahwa mereka telah tertidur dengan pulasnya.

Di mana saya,????

Tanya Hafidah kepada dirinya sendiri di karenakan ia tidak tahu kini ia sedang berdiri di mana, yang ada saat itu hanyalah sebuah ruangan kecil yang terang benderang mengalahkan cahaya lampu yang berkekuatan lebih dari beribu-ribu watt. Hafidah benar-benar merasa bingung kenapa dirinya berada di tempat yang sama sekali tidak dia ketahui.

Assalamualaikum.... !

Terdengar suara yang ia kenal dari arah luar ruangan, Hafidahpun tertuju kesebuah pintu saat itu, pintu yang memancarkan cahaya kekuning-kuningan di karenakan terbuat dari inti mas yang memiliki  nilai harga jual  yang tinggi. Hafidah kemudian melangkahkan kakinya kearah pintu tersebut, di saat di buka dan dilihatnya telah berdiri sosok lelaki bercahaya dirinyapun terkagetkan dengan sosok lelaki yang bercahaya putih berdiri di hadapannya  itu, dia sungguh mengetahui sosok lelaki bercahaya itu dia adalah Hafizul sang suami  tercintanya.

Abi kemana saja, ummi sangat merindukan Abi,,,,! Tanya Hafidah

Ummi tidak perlu menangis dan sedih, selama ini Abi pergi jauh hanya untuk mencarikan sebuah kado spesial untuk Ummi...

Kado apakah itu Abi??? Tanya Hafidah penasaran.

Suatu saat Abi akan memberitahukan kadonya Ummi..

Hafizul yang tersenyum kepada Hafidah dan menunjuk kearah salah satu sosok lelaki bercahaya yang sedang berdiri tepat di depan ratusan orang yang memiliki wajah  yang berseri-seri dan bercahaya seperti  sosok lelaki bercahaya yang sedang berdiri di depan mereka.

Abi akan turut berma’mum kepadanya. Itulah kado Abi untuk  Ummi

Hafidah terbangun dari mimpinya, hatinya berdebar-debar karena baru saja memimpikan suami tercintanya, namun mimpi itu membuat dirinya merasa bingung dan bertanya-tanya Akan maksud dari sang suami mengatakan akan memberikan sebuah kado spesial yang nanti di berikan kepada dirinya kelak dan siapakah sosok lelaki bercahaya itu yang sedang berdiri tepat di depan ratusan orang yang sedang bermakmum kepadanya.

Ummi, Ayo kemasjid..!!! Abdul khalid mengajak ibunya.

Terbuai akan memikirkan kado spesial yang akan di berikan oleh sang suami dan sosok lelaki bercahaya di maksud suaminya  di dalam mimpi tersebut,  Diapun terkagetkan dengan suara Abdul Khalid yang sejak dari tadi sudah bersiap-siap untuk pergi kemasjid. Ternyata bunga tidur itu membuat dirinya terbuai dari lantunan akan seruan Tuhan. dirinya beristigfar memohon ampun kepada Tuhan atas kelalaiannya.

Sehabis shalat shubuh dan mengaji  Hafidah lebih memilih pagi itu untuk bersantai di taman kecil yang berada di depan rumah bu Nyai, Hafidah duduk santai bersama anaknya Abdul Khalid.  Terbayang di dalam benaknya memilki harapan untuk bisa duduk bersama sang suami,  tiba-tiba saja ia menangis terseduh di hadapan Abdul Khalid.

Ummi ada apa, kenapa ummi menangis seperti tadi malam di saat menceritakan tentang Abi??? Tanya Abdul khalid.

Tidak ada apa-apa nak ummi hanya saja sedang merindukan Abi.

Pagi itu Hafidah merasa sedih di karenakan ia hampir saja mengabaikan pesan sang suami, dan melalaikan akan perintah Allah. Semenjak kepergian Hafizul, dirinya tidak pernah sedikitpun untuk melalaikan waktu shalat, bahkan dia selalu menyiapkan dirinya ketika akan masuk waktu shalat. Tidak pernah terbesit di dalam dirinya untuk  melalaikannya apalagi untuk meninggalkannya.

Hafidahpun meneceritakan akan kisah sang suami kepada Abdul Khalid dan pertanyaan itupun berlanjut menjadi sebuah kisah cerita dari Hafizul.

*****

Mas Hafizul.....!!! teriak hafidah.

Seketika semua orang menyaksikan peristiwa penyelamatan dramatis itu terkagetkan dengan teriakan Hafidah. Semua orang menyegerakan diri untuk turun dari pos pertama menuju kearah bawah dari ketinggian lima ratus kaki itu dan di ikuti oleh orang yang berada di pos kedua. Terlihat dengan jelas sosok laki-laki yang sedang menahan rasa sakitnya setelah ia terjatuh dari ketinggian lima ratus kaki.

Sempat ia tersangkut di bagian pepohonan membuat dirinya mampu bertahan dari luka yang ada, namun ia tampak begitu lemah dan tak berdaya yang hanya ada sesekali ia mendengar suara keributan dari orang-orang yang akan menolongnya. Tidak lama dari rasa sadarnya perlahan demi perlahan diapun memejamkan kedua matanya.

Setiap mata yang menyaksiakan atas perjuangan sang suami kepada sang istri tentunya akan merasa ibah, pengorbanan yang tak sia-siapun terjadi walaupun terkadang  harus mengorbankan diri  demi orang-orang yang di cintai, tentunya cinta yang tuluslah yang akan mampu melakukan semua itu.

Dulu dirinya yang tak ingin mencintai orang lain  dikarenakan di dalam hatinya telah tertulis akan sebuah nama dari sosok lelaki yang lebih ia cintai daripada yang mencintai, kini rasa itu akan mampu di sentuh oleh perjuangan dari sebuah ketulusan cinta yang di miliki sang suami kepada istri yang di cintainya, dan Hafizulpun telah menunjukkan ketulusan cinta itu.

Mas hafizul....!

terdengar sosok seorang perempuan menangis terseduh-seduh sambil menyebut dirinya dan terdengar suara beberapa orang yang tidak begitu asing baginya terutama suara ayah dan ibunda tercinta. Malam  itu ternyata Hafizul siuman dari pingsannya setelah beberapa jam lalu ia tertidur tidak sadarkan diri.  Tanpa di sadari oleh dirinya, Dia telah berbaring di rumah sakit, tak berdaya sedikitpun  beberapa bagian tubuhnya tak mampu ia gerakkan. Hanya gerakan mulut dan tangannyalah yang masih mampuh dia gerakkan.

Ummi...!!!

Hafidah yang sejak dari tadi duduk di samping Hafizul tersadarkan akan suara kecil dari suaminya, dan sesegera mungkin iya menghapus air matanya dan membalas panggilan  suaminya itu.

Mas ini aku, Hafidah!!! Sambil meneteskan air mata.

Ummi di mana Abi, kenapa abi berbaring di atas kasur??? Tanya hafizul yang masih kebingungan.

Mas istirahat ya....! jangan terlalu banyak berbicara.

Hafidah mencoba menenangkan suaminya namun dirinya tetap meneteskan air mata karena tak kuasa melihat kondisi sang suami.

Semua mata yang melihat pembicaraan itu, terpaksa harus meneteskan air mata karena melihat betapa tegarnya sosok Hafidah yang mencoba menenang suami tercintanya itu. Bahkan jutaan bintang di langit dan rembulan turut serta merasakan kesedihan di ruangan kecil itu melihat akan pengorbanan Hafizul dan ketabahan dari istrinya terhadap musibah dan ujian yang sedang di hadapi mereka berdua.

            Malam semakin larut Hafizul yang sejak dari  menahan rasa sakit pada tubuhnya mencoba kembali berbicara kepada sang istri dan keluarga yang hadir.

Ummi, maukah ummi mengabulkan permohonan Abi yang terakhir???

Terdengar dari luar ruangan tetesan dari butiran hujan jatuh sedikit demi sedikit, Awan yang malam itu sempat cerah kini berubah menjadi pekat dan hitam, dan langitpun tertutup oleh awan di karenakan dirinya ingin menunjukkan rasa kesedihannya malam itu. Bahkan rembulan begitu tampak redup,cahaya bintang yang begitu terang kini telah berubah seakan-akan semua alam ingin menunjukkan rasa kesedihan mereka kepada pemilik hati yang mulya yang akan pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.

Perkataan itu seolah memberikan sebuah tanda bahwa Hafizul ingin lekas berpamitan untuk pergi jauh, jauh sekali tanpa adanya kebisingan dari kehidupan dunia, tanpa adanya gangguan dari siapapun, merangkap sebuah kehidupan yang terbebaskan dari rasa kesalahan dan dosa.

Zaidul Ali yang tak kuat menahan air matanya keluar dari ruangan karena ia tak ingin sahabat sekaligus adik iparnya melihat dan merasakan kesedihan yang di alami dirinya sehingga akan membuat diri Hafizul semakin sedih dan terpuruk.

Mendengarkan perkataan Hafizul tiba-tiba saja semua mata yang berada di ruangan itu kembali lagi meneteskan air mata dengan derasnya. Namun Hafidahlah yang paling tegar ia tidak mau melihat suaminya sedih di karenakan ia menangis di hadapannya.

Katakanlah mas, apapun permintaan mas Hafizul akan ummi kabulkan.. bahkan ummi harus berkelana kemanapun hanya untuk memenuhi permintaan mas Hafizul ummi akan lakukan itu mas, asalkan mas Hafizul lekas sembuh dan jangan mengatakan seperti itu lagi....! hati Hafidahpun menangis karena takut akan kehilangan sang suami.

 Janji ummi akan menepatinya...!

Tanya Hafizul sambil menampakkan raut kesedihannya,  di karenakan ia sadar bahwa dia  tidak akan lama lagi meninggalkan semua orang yang ia cintai dan sayangi itu termasuk sang istri tercinta.

Ummi janji Abi, ummi sangat sayang dan mencintai abi, pasti ummi akan tepati janji itu... !tiada terasa air mata Hafidah pun menetes.

            Mendengar apa yang di ucapkan  sang istri, air mata Hafizulpun menetes dengan derasnya betapa dirinya bahagia dan senang karena istri yang selama ini dia sayangi dan cintai kini telah membukakan hatinya kepada dirinya.

Ummi jangan sedih, tetaplah tersenyum, Abi akan selalu ada untuk Ummi dan tetaplah hidup walaupun tanpa Abi,pasti suatu saat ummi akan bertemu orang yang tepat untuk menggantikan posisi Abi. Hal yang terakhir abi inginkan adalah ummi bersama abi  shalat berjama’ah di masjid jami’ karena di sanalah abi akan mengantarkan orang yang pantas untuk ummi cintai.

Suatu permintaan yang sangat berat bagi Hafidah karena melihat kondisi Hafizul yang tak mungkin harus beranjak dari tempat tidurnya malam itu, namun Hafidah harus menepati janji yang telah ia janjikan, permintaan yang tak mungkin untuk di tolak olehnya dan iapun dengan berat hati mengabulkan permintaan terakhir suami tercintanya.

Azan shubuhpun akhirnya terdengar dari pembesar suara masjid Jami’ tanda waktu shalat telah datang, shubuh itu semua santri merasakan kesedihan yang mendalam karena sejak dari tadi malam merindukan sosok seorang imam seperti Hafizul yang mampu menarik lantunan-lantunan ayat Al-Qur’an kepada mereka sehingga setiap lantunan ayat-ayat itu mampu membuat mereka terbuai dalam lamunan kekhusyu’an mentadabburi ke agungan Tuhan.

Semua santri telah berada di rungan dalam masjid Jami’ seperti biasanya ada sebagian santri yang sibuk membaca Al-Qur’an dan ada juga sebagian yang masih terbuai akan lamunan kenikmatan dari tidur, ada juga yang sedang sibuk menyiapkan diri untuk shalat tahiyatul Masjid.

Sepuluh menit berlalu, masuklah sosok sang imam yang duduk di atas kursi roda dan di belakangnya wanita cantik sholehah dan tampak keanggunannya di balik mukenah putihnya sambil mendorong kursi roda tersebut menuju ke depan tempat sang imam berdiri.

Para santri terkejut di karenakan sang imam adalah ustaz Hafizul Rahman imam yang sangat mereka rindukan akan lantunan-lantunan bacaannya. setelah Hafizul berada di urutan sejadah imam, Hafidah berlalu darinya menuju barisan terdepan sap putri yang berada  di lantai dua tepat di atas makmun laki-laki. Sehingga dapat dengan jelas Hafidah melihat keberadaan sang suami yang berada di posisi terdepan dari para ma’munnya.

Entah apa yang terjadi tidak tahu mengapa, apa yang membuat semua galaksi berasa terguncang. tidak tahu mengapa, apa yang membuat hujan meneteskan butiran-butiran, entah mengapa bunga yang seharusnya berkembang tiba-tiba saja menjadi layu, entah mengapa air tiba-tiba saja terdiam bisu, dan bahkan malaikat-malaiktapun turut merasakan akan kesedihan terhadap apa yang dirasakan oleh alam shubuh itu.  Semua mata di penuhi akan linangan air mata, semua mata tak mampu menahan tetesan airmata yang mengalir di pelopak mata mereka, semuanya terhanyut di dalam lantunan ayat-ayat Allah yang di bacakan oleh Hafizul. Bahkan rasa sakitpun akan terasa hilang bagi yang mendengarkan bacaan-bacaan ayat Tuhan yang di lantunkan olehnya,

Hafidah, Ummi, Ibunda dan Ayahanda Hafizul dan seluruh santri yang berada di dalam Baitullah itu merasakan kesedihan yang mendalam sehingga mereka tak kuat menahan tetesan air mata yang ada. Di karenakan  hafizul membaca sebuah ayat Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali.”[4]  sujudpun terjadi, Sang suami, imam, sekaligus orang yang sangat ia cintai meninggal dalam keadaan istiqomah meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Takdir,,,,,pertemuan 

Kepergian  Abdul khiyat bersama Kyai Abdul Majid ke luar kota selama beberapa hari membuat rasa rindu kepada sosok wanita tua yang telah mengabdikan dirinya hidup bersama sang suami tercinta sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Bukan hanya bu nyai yang sangat merindukan sang suami dan anak angkatnya itu tetapi sang kyai dan Abdul Khiyat juga merasakan hal yang sama merindukan dirinya dan bahkan tak segan-segan pinta sang Kyai kepada Abdul Khiyat untuk selalu menghubungi istri tercintanya karena hanya ingin tahu akan kabar dirinya.

Dalam rangka menjadi juri dan peserta di perlombaan MTQ,  mau tidak mau sang Kyai dan Abdul Khiyat harus meninggalkan Bu nyai sendirian selama dua minggu untuk berada di kota  Prabumulih.  Abdul Khiyat di mintai oleh sang kyai untuk menjadi peserta lomba dalam hapalan Al-Qur’an 30 juz  untuk peserta kategori dewasa.

Abdul Khiyat adalah salah satu peserta yang terplih dari pondok pesantren Daarul Huffazd untuk mewakili  MTQ nasional tersebut ia berangkat bersama beberapa para santri yang ikut terpilih untuk mewakili beberapa cabang perlombaan lainnya.

Di hari pertamanya ia hanya lebih memilih untuk berjalan-jalan di sekitar area perlombaan karena ia mendapatkan giliran jadwal di hari ke sepuluh  dari lima ratus peserta yang ikut perlombaan  cabang hapalan Al-Qur’an 30 juz tingkat dewasa. pada saat terbuai oleh keadaan sekitar tiba-tiba saja ia menabrak seorang wanita,,,,

Haduhhh..... keluar suara dari bibir wanita yang ia tabrak.

Aduh maaf yaa,,,saya tidak sengaja... Sahut Abdul Khiyat

Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya dan tergesa-gesa untuk segera meninggalkan tempat dimana Abdul Khiyat menabrak dirinya.

wanita itu berlalu dari hadapan Abdul Khiyat begitu saja tanpa berkata sepatahpun, paras wajah cantiknya masih mampu mempengaruhi alam pikiran Abdul Khiyat tanpa di sadari dirinya telah terbuai kepada wanita yang di tabraknya.

Astagfirullah...ucap Abdul khiyad.  

Kemudian berdo’a “Ya Rabbi, aku berlindung pada-Mu dari bisikan-bisikan syaithan, dan aku berlindung pada-Mu dari kedatangan mereka kepadaku”. [5](Surah Al-Mu’minûn (23) : 97 & 98)

Tidak lama kemudian dia bertemu Roihan teman  satu kolompoknya yang di kenalnya beberapa hari yang lalu.

Assalamualaikum..Abdul ada kerjaan tidak sekarang? Tanya Roihan

Wa alaikum salam....tidak ada Han, Memang kenapa??Jawab Abdul Khiyad.

jikalau begitu temanin aku ya kepasar... sekarang.

Ohh  itu Baiklah....

Mereka berdua berangkat dengan menaiki mobil angkot menuju kepasar yang jaraknya cukup jauh dari kediaman mereka. setelah melalui beberapa menit dari perhitungan perjalanan mereka, akhirnya mereka sampai kepada tujuan yang di harapkan, pasar inpres Prabumulih[6]. Dengan sigapnya Roihan keluar dari mobil angkot yang mereka tumpangi dan hampir saja meninggal Abdul khiyat di karenakan Roihan tidak sabar lagi untuk menelusuri pasar terbesar itu.

  Enam puluh menit  telah berlalu mereka berdua masih mengitari pasar itu namun yang mereka cari tidak juga ditemukan. Di saat mereka telah merasakan kelelahan berencana untuk kembali ketempat kediaman  tanpa di sengaja Abdul Khiyat melihat barang yang di cari oleh Roihan yaitu, sebuah kado kotak musik berwarna ungu.  Roihan bersih keras mencari barang tersebut di karenakan dia ingin memberikan kado spesialnya di hari ulang tahun calon isitrinya nanti. Setelah menemukan apa yang di cari oleh Roihan Diapun bertanya kepada Abdul Khiyat.

Kamu Punya orang yang spesial di Dalam hidupmu?

Tidak ada Han...! jawab Abdul Khiyat

Tidak ada? Bagaimana bisa masa tidak ada orang spesial dalam hidupmu.! Tanya Roihan sambil menyudutkannya.

Sebenarnya ada Han, tapi itu sudah lama sekali, sudah beberapa tahun yang lalu, bahkan kini aku tak tahu persis dirinya  sekarang.

Sabar ya sob....Allah pasti akan memilihkan wanita yang tepat untukmu.! nasehat Roihan sambil menaruh tangannya di atas pundak Abdul Khiyat

Sudah, ayo kita kembali ke beskem... Ajak Roihan.

Percakapan yang sempat terjadi berakhir dengan cepatnya, Masih terbayang-bayang di benak Abdul Khalit mengingat-ingat masa lalunya ketika ia masih berada dan selalu ada untuk wanita yang ia cintai, walaupun bertahun-tahun lamanya harapannya tidak pernah tercapai akan tetapi ia masih menunggu dan terus menunggu hingga harapan itu menghampiri dirinya atau Tuhan akan menentukan sebuah harapan baru baginya.

  Merekapun bersiap-siap untuk kembali ketempat kediaman sementara mereka selama perlombaan berlangsung,  di saat mobil yang mereka tumpangi ingin beranjak dari pemberhentiannya ketempat tujuan tiba-tiba saja Abdul Khiyat  meminta kepada sang Sopir Bus untuk berhenti.  Seketika itu pula  sang sopir marah kepada Abdul Khiyat dan Roihan.

Roihan yang tak tahu maksud Sahabatnya  hanya bisa diam terpaku dan mengikuti langkah Abdul khiyat yang tiba-tiba saja keluar dari bus tersebut. Diapun menghampiri sosok wanita yang sedang di goda oleh tiga pemuda yang berada di pasar tersebut.

Maaf mas kenapa mengganggu wanita ini??? Tanya Abdul Khiyat kepada tiga pemuda yang mengganggu wanita cantik itu.

Halah.... ini bukan urusanmu.

Tanpa basah basi tiba-tiba saja salah satu dari ketiga pemuda itu menghantamkan tangannya kearah wajah Abdul Khiyat,  namun dengan cekatannya Abdul Khiyat menangkis pukulan itu di karenakan ia telah membiasakan dirinya untuk selalu berlatih ilmu karate di saat waktu senggangnya,  suasanapun memanas dan  terjadilah perkelahian antara Abdul Khiyat bersama ketiga pemuda itu, tidak tega melihat Abdul Khiyat di keroyok oleh ketiga pemuda tersebut Roihanpun menolongnya. Wanita yang di ganggupun berteriak meminta pertolongan kepada warga sekitar pasar tersebut.

Perkelahian itu terjadi dengan hebatnya sesekali hantaman pukulan dari salah satu pemuda itu mengenai bagian tubuh Abdul Khiyat Namun dia tidak berdiam diri saja dengan sekali pukulan keras dari Abdul Khiyat pemuda itupun tersungkur ketanah dalam keadaan lemas di sebabkan pukulan Abdul Khiyat mengenai bagian ulu hati dari salah satu pemuda tersebut. Dan kemudian sekali tendangan mae-geri karate[7] membuat pemuda keduapun terjatuh. Namun sayang berbeda dengan Abdul Khiyad, Roihan yang menolongnya harus terkena pukulan dari pemuda tersebut. Sesegera mungkin Abdul Khiyat menolong Roihan dengan  melangsatkan tendangan mautnya ( tendangan Yoko Geri Kekome karate ) kearah pemuda tersebut sehingga mengenai bagian samping perut pemuda yang berdiri di hadapan Roihan dan seketika itu pula pemuda tersebut terjatuh dan tak sadarkan diri.

Suasana yang tadinya cukup sepi kini telah di penuhi kerumuanan orang dan polisi yang mencoba meleraikan perkelahian tersebut, ketiga pemuda yang sudah terbaring lemah dan tak berdaya hanya mengikuti intruksi dari sang polisi untuk di bawah ke Mabes Polri terdekat. Tak luput pula Abdul Khiyat, Roihan beserta wanita yang di tolongnya ikut kekantor polisi sebagai saksi dan korban atas kejadian beberapa menit yang lalu.

Beberapa jam lamanya mereka berada di Mabes Polri kota prabumulih hanya untuk menyelesaikan permasalahan mereka kepada ketiga pemuda tersebut, polisi kemudian memperbolehkan mereka untuk pulang.  Roihan kemudian berpamitan terlebih dahulu kembali ke Camp penginapan sedangkan Abdul Khiyat atas permintaan wanita itu iapun tinggal menemani wanita tersebut di ruang tunggu mabes polri hingga kedua orang tuanya datang.

Terima kasih banyak mas atas pertolongannya...! sahut wanita cantik itu kepada Abdul Khiyat...

Ya sama-sama mbak,  kebetulan saja tadi saya lewat dan melihat mbak di ganggu sama ketiga pemuda itu, hanya saja saya tidak suka ada laki-laki yang mengganggu wanita, apalagi wanita selembut dan sebaik mbak yang di gannggu.

Mendengar pernyataan Abdul Khiyat wanita itu tersenyum...karena masih ada pemuda yang menghargai derajat wanita di zaman ini.

 Oh iya mas, nama saya Zahra, Zahratunnisa....nama mas siapa???

Saya,Agus  Abdullah khiyad biasa di panggil Abdul Khiyat...dan teman saya yang tadi  Roihan...

Beberapa menitpun berlalu kini mereka berduapun telah akrab dan mencoba untuk saling mengenal, berbincang berbagai pengalaman masing-masing di antara mereka berdua, Abdul Khiyat yang menceritakan perjalanan dan pengalaman hidupnya begitu  pula Zahra yang menceritakan sebagian kehidupan tentang dirinya,..di sela-sela asyiknya mereka mengobrol datang  dua orang tua paruh bayah dan berwibawa  menghampiri mereka...

Assalamualaikum... sapa laki-laki paruh bayah itu...

Wa alaikum salam....serentak mereka berdua menjawab salam.

Abi, Ummi...! Zahra sambil memeluk ayah dan ibunya.

Kamu tidak apa-apa nak?? Tanya sang Ummi.

Alhamdulillah Ummi, Zahra masih dalam perlindungan Allah dengan melalui pertolongan mas Abdul Khiyat.

Syukurlah nak...!

Abi, Ummi perkenalkan mas Abdul Khiyat orang yang menolong Zahra.

Abdul khiyatpun menyalami sambil mencium tangan lelaki paruh bayah sebagai tanda takzim dirinya kepada orang yang lebih tua darinya. Dan menyalami  wanita paruh bayah yang berada di samping  laki-laki paruh bayah itu.

Perkenalanpun terjadi di antara mereka, Zahra sangat bahagia sekali sore itu, ia merasa ada sesuatu yang aneh menghampiri hatinya, sesuatu yang sulit untuk di tebak, di raba dan dirasakan hanya Zahra dan Tuhanlah yang tahu tentang perasaan yang ia rasakan semenjak pertemuannya dengan Abdul Khiyat.



******---

Cintapun telah bertasbih di atas sajadah kerinduan, inilah kehidupan yang mesti di sadari oleh setiap insan yang bernyawa, bagaimana terlepas dari rasa butuh atau tidaknya mereka terhadap cinta, cinta itu sendiri yang akan tetap selalu ada di dalam kehidupan manusia dan menghampiri di dalam perjalanan kehidupan yang ada, kita lihat betapa banyak orang menjadi para pujangga cinta karena hanya ingin menyampaikan isi hati mereka kepada yang di cintainya, sudah berapa banyak orang  menjadi gila di karenakan cinta, itulah cinta. Ia tidak akan pernah habis di makan oleh waktu dan zaman dia akan selalu ada. Bahkan lautan dan gunungpun takkan mampu melawan kekuasaan cinta.

Semua manusia jika telah terkena Virus cinta maka lautan akan di seberangi, gunung akan di lalui, apipun akan di langkahi hanya di karenakan cinta, itulah cinta yang akan selalu ada, tumbuh , berkembang dan bersemayam di dalam hati manusia yang telah mengenal yang namanya cinta. 

Semenjak pertemuan antara Zahra dan Abdul Khiyat, kini hari-hari Zahra telah di isi dengan nama sosok seorang pemuda yang telah menyelamatkannya. Setiap waktu, menit bahkan detikpun ia tak mampu melupakan sosok pemuda yang berparaskan wajah yang penuh kemulyaan itu. Dirinya melupakan waktu makan dan minum hanya karena membayangkan sosok Abdul Khiyat.

hayooo....lagi mikirin siapa??? Sapa sang ibu kepada Zahra yang sedang melamun.

Lagi tidak mikirin siapa-siapa Ummi...! bantah Zahra atas tebakan sang Ummi.

Halahh,,,jangan bohong ummi tahu kok siapa yang Zahra pikirkan....

Masa sih Ummi...? raut wajah Zahra memerah mendengar perkataan umminya.

Tuhkan benar tebakan Ummi,,,, sudah langsung di lamar saja  orangnya...!

Ah ummi ada-ada saja....masa perempuan melamar laki-laki...!

Zaman sekarang hal seperti itu sudah biasa...nanti ummi bilang sama Abi yaaa...kalau Zahra sudah menemukan sang pujaan hati...!

Obrolan sederhana yang menemukan titik pemecahan dari suatu masalah yang di hadapi Zahra berakhir dengan sebuah keputusan yang baik akan tetapi keputusan itu tetap terjaga hingga pada waktunya ia akan menemukan jalan untuk menyelesaikan permasalahan dirinya.

 sembilan  hari telah berlalu , namun ia tak pernah luput sedikitpun untuk memikirkan sosok  Abdul Khiyat. Sosok lelaki yang telah mampu mencuri hatinya,  lelaki yang sangat ia cintai, walaupun jarak tujuh tahun antara umur Zahra dan Abdul Khiyat bukanlah suatu permasalahan bagi Zahra karena ia sangat mencintai sosok lelaki yang telah menyelamatkan hidupnya.

Hari yang telah di tentukan oleh sang panitia perlombaan pun telah tiba kini saatnya bagi Abdul Khiyat mempersiapkan diri untuk mengikuti perlombaan. waktu malam yang telah di tentukan datang, setelah peserta yang ke empat ratus delapan puluh membacakan ayat yang telah di tentukan tiba saatnya giliran Abdul Khiyat membaca ayat yang di perlombakan tersebut, sang juri telah siap menilai atas kepasihan dari sisi tajwid, hapalan dan sisi penilaian lainnya.

Sang juri membaca satu surat Al-Qur’an yang kemudian di teruskan oleh Abdul Khiyat. Semua mata terpukau, semua telinga dengan khusyu’nya mendengarkan bacaan Abdul Khiyat, semuanya seakan-akan di sihir oleh kemerduan dari bacaan Abdul Khiyat bahkan sang juripun tetap membiarkan Abdul Khiyat terus dan terus membacakan kalimatullah itu, semua mata meneteskan air matanya. di karenakan mereka seperti di sirami oleh sebuah nasehat yang begitu mulya, dan dari kejauhan tampak sosok seorang wanita yang paras wajah yang begitu cantik dan Dandanan yang begitu anggun duduk sambil mendengarkan bacaan Abdul Khiyat dia adalah Zahra, airmata Zahra jatuh dengan lembutnya di bagian pipi halusnya, sungguh indah pesan-pesan Allah yang di sampaikan melalui bibir orang yang begitu mulya.

Dan cinta itupun semakin besar dan dalam terhadap Abdul Khiyat, bahkan Zahra tak kuasa membendung rasa cintanya kepada Abdul Khiyat, ia pun bersenandung di dalam hatinya melalui sebuah kalimat sederhana yang kemudian di sulap menjadi sebuah bait-bait cinta...

Tuhan menciptakan...

langit dalam bentuk yang begitu sempurna.

Bulan yang begitu indah jika di pandang malam hari...

Sinar matahari yang memberikan mamfaat bagi manusia...

Air yang selalu memberikan  kehidupan

Namun....

Ciptaan yang paling sempurna hanya dirimu...

Itulah dirimu mas Abdul khiyat...

Semua kelebihan yang di miliki alam ini ada pada dirimu....

Karena itu aku memilihmu....



Tiada terasa akhir dari sebuah kebahagian itu kini telah berganti dengan bayangan kesedihan, perlombaan berakhir dengan cepatnya bagai bergilirnya waktu yang terus berjalan tiada terasa semua manusia yang berkumpul di area tersebut menghadapi hari-harinya dengan penuh ketegangan, senyuman ataupun kesedihan kini berganti dengan rasa kekecewaan di karenakan kegagalan, ataupun di iringi rasa bahagia karena berhasil memenangkan perlombaan yang mereka ikuti, namun berbeda dengan Zahra ia merasakan kesedihan yang mendalam di karenakan ia harus berpisah dengan lelaki pujaan hatinya untuk jarak waktu yang cukup lama.



Terjalin sebuah kedekatan...

Perputaran waktu terus silih berganti,  perputaran jam telah berputar ribuan kalinya, detik telah berkumpul menjadi  kata jutaan detik kemudian menjadi jutaan menit dan menjadi jutaan jam, tak terhitung dan tak  terhingga oleh radar kehidupan manusia seberapa banyak waktu yang telah mereka lalaikan atau seberapa banyak waktu yang telah mereka mamfaatkan. Tak ada satupun yang tahu seberapa banyak semua itu mereka dapatkan,  semuanya hanya dapat mereka rasakan.

Dua minggu telah berlalu, sepulang dari acara perlombaan itu dua hari penuh ia bersama pak kyai beristirahat di karenakan rasa lelah yang mereka hadapi beberapa hari yang  lalu. Namun perjuangan Abdul Khiyat dan beberapa santri lainnya tidak sia-sia mereka berhasil membawa pulang beberapa piala dari berbagai cabang perlombaan. Abdul Khiyat berhasil memenangkan cabang perlombaan tiga puluh juz  tingkat dewasa ia mampu menjadi nomor satu dari lima ratus peserta lainnya.

Pagi hari itu ingin sekali Abdul  Khiyat memanjakan dirinya dari  rasa lelah di atas kursi goyang yang berada di lantai luar rumah. walaupun sudah hari ke dua tubuhnya tetap merasakan rasa lelah yang tak terhingga, dirinya ingin menyegerakan memejamkan matanya. Di saat ia sudah mulai terbuai dengan alunan mimpi tanpa dia sadari datang sosok dua anak kecil yang masih kelas 1 MTS memberikan salam kepada dirinya, langsung saja ia terbangun dari tidur sekejapnya dan menjawab salam kedua anak tersebut.

Ustaz ada bu nyai tidak...? tanya dari salah satu anak tersebut.

Tidak ada nak, bu nyai sudah pergi kepasar pagi-pagi buta tadi.

Ada apa nak....?? tanya Abdul Khiyat.



Pak ustaz,  Abdul Khalid sedang sakit sekarang, kata bu nyai jika ada apa-apa dengan Abdul Khalid segera di beritahukan kepada beliau... jawab kedua anak kecil itu.

Di karenakan ibu nyai sedang tidak ada di rumah, iapun memutuskan untuk mengambil alih amanah tersebut, dengan di antar kedua anak tersebut menuju kesalah satu asrama, setibahnya di depan pintu asrama yang berukruan dua kali satu itu, ia melihat sosok anak kecil yang tubuhnya sudah terbujur kaku, ternyata sudah dua hari anak kecil itu sakit mengidap demam berdarah. Di dekatinya anak yang sedang berbaring terbujur kaku itu, di saat di dekat dan melihat anak itu terasa ada sesuatu yang tak asing pada dirinya,  Abdul Khiyat seakan-akan mengenal sosok anak kecil tersebut dari dua orang yang pernah ia kenal, namun siapakah?? Tanya di dalam hatinya pada diri sendiri.

Anak itupun di bawahnya kesalah satu Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Lampung Selatan[8] yang tak begitu jauh dari Pondok Pesantren Daarul Hufaazd, dengan cekatannya sang dokter memeriksa anak kecil itu.

Apakah anda ayahnya?? Tanya sang dokter...

Mendengar pertanyaan sang dokter spontan saja Abdul Khiyat membantahnya.

Saya Abdul Khiyat, saya bukan ayahnya tapi gurunya, ada apa yaa Dok???

Jikalau begitu saya minta maaf, Begini pak Abdul mengingat kondisi anak ini sekarang sudah sangat parah jadi anak ini perlu di rawat untuk beberapa hari di Rumah sakit. Jadi sekarang pak Abdul silahkan ke ruang pengisian data untuk melengkapi data-data yang ada.

 Ya baiklah pak...!

Sesegera mungkin Abdul Khiyat keruang pengisian data,  secepat kilat ia melengkapi data yang di perlukan, di karenakan ia merasa kasihan melihat kondisi Abdul Khalid yang hanya bisa merasakan kesakitan dari sakitnya, pikirnya jika ia cepat melengkapi semua data yang ada maka semakin cepat pula pihak rumah sakit akan menangani penyakit Abdul Khalid.

Abdul kholid kini telah berada di ruang rumah sakit dan iapun di temanin oleh  sang ustaz Abdul Khiyat dan bu Nyai. Kabar tentang Abdul Khalid telah di beritahu kepada Hafidah, ketika Hafidah memutuskan untuk berangkat kelampung melalui telpon bu nyai mencoba melarang agar Hafidah tetap di sana karena mempertimbangkan waktu dan biaya yang ada,  insyaAllah di sini sudah ada nak Abdul Khiyat yang akan mengurusnya.

Hafidah akhirnya mengurungkan niatnya di karenakan nasehat dari bu nyai dan hati Hafidahpun menjadi tenang di karenakan  anaknya akan baik-baik saja di sana.

Hampir seminggu Abdul Khalid berada di rumah sakit, namun setiap hari ia semakin menunjukkan keadaan yang membaik, selama Abdul Kahlid sakit selama itupula Abdul Khiyat menjaga dirinya dengan penuh kasih sayang, tidak tahu mengapa ia sangat menyanyangi Abdul Khalid. beberapa hari ia menemani Abdul Khalid di rumah sakit maka beberapa hari itu pula  rasa kedekatan itu terjalin. Mereka berdua begitu akrabnya seperti keakraban seorang anak dan seorang ayah.

Semenjak itu Abdul Khalid memanggil Abdul Khiyat sebagai seorang ayah karena Abdul Khalid merindukan sosok seorang ayah, Abdul Khiyat yang merindukan sosok seorang anak menganggap Abdul Khalid sebagai anaknya sendiri dan begitulah masing-masing kekurangan yang mereka miliki akhirnya menciptakan sebuah jalinan kesaudaraan, Abdul khalid sangat senang dan sangat bahagia di karenakan kini ia telah memilki sosok seorang ayah yang akan menemani hari-harinya.

Abdul khiyat ternyata adalah sosok lelaki yang begitu penyayang ia tahu apa yang di butuhkan oleh Abdul Khalid sehingga tak sedikitpun apa yang di ingin Abdul Khalid yang tidak pahaminya.

*****

Alam telah berubah,  walaupun tanggal tetap menunjukkan kekonsitenan dalam jumlah mereka namun ia tetap berbeda dari yang beberapa tahun silam karena mereka berada di waktu yang berbeda, kini sosok anak yang kecil beberapa tahun yang lalu kini telah mulai tampak sosok kedewasaannya, telah banyak masa-masa yang di laluinya, pengalaman telah menumpuk pada dirinya waktunya ia menjadi sosok seorang remaja.

Dan pastinya iya takkan pernah melupakan sosok seorang laki-laki yang dengan tekun selalu memperhatikan dirinya selama menyantri di Daarul Hufazd, sosok seroang guru yang tak pernah ia bantah akan nasehat-nasehatnya dan sosok seorang ayah yang telah membuat dirinya lebih berarti mejalani hidup di dunia.

Semenjak mengenal sosok Abdul Khiyat dirinya tak pernah merasakan kesedihan yang mendalam di kala merindukan kehangatan dan belaian seorang ayah karena keinganan itu semua telah ia dapatkan dari sosok ayah Abdul Khiyat  yang begitu memahami dirinya, dia sangat menyayangi Abdul Khiyat karena Abdul Khiyat adalah seorang ayah yang takkan terlupakan baginya.

Tringgggg...tringgggggg...tringggg...

Terdengar dari kejauhan suara telephone rumah berbunyi dari ruang tamu, sesegera mungkin Hafidah berlari dan mengangkat telephone tersebut....

Hallo, assalamualaikum....!

Terdengar suara seorang wanita yang tidak asing bagi Abdul Khiyat yang mengucapkan salam.

Wa alaikum salam... !

Di sisi lainpun merasakan hal yang sama terdengar suara lelaki yang tidak asing bagi Hafidah yang Membalas salamnya,,,

Maaf Ini siapa dan ada keperluan apa??? Tanya Hafidah

Saya Abdul khiyat....

Hari itu Abdul Khiyat menghubungi Hafidah atas permintaan dari bu Nyai karena selama beberapa tahun terakhir Abdul khiyat tidak pernah berhubungan dengan Hafidah apalagi untuk menghubunginya semua sang bu nyailah yang mewakili antara kontak anaknya dengan sang Ibunda...

Bisa bericara dengan ibu Hafidah??? Tanya Abdul khiyat

Ya saya sendiri, ada apa ya mas?? Tanya kembali

Ada amanat dari bu nyai agar ibu Hafidah segera kelampung di karenakan ahad depan Abdul Khalid anak ibu akan wisuda hafalan Qur’an 30 juz.

Mendengar kabar  dari lelaki itu Hafidah merasa bahagia dan bersujud syukur akhirnya yang ia harapkan terwujudkan anak tercintanya telah menjadi seorang penghafal Al-Qur’an dan akan di mulyakan di dunia dan di akhirat termasuk dirinya.

Ya terima kasih atas informasinya...Insya Allah lusa malam saya sudah di lampung.

Abdul Khiyat menutup telephonenya setelah megucapkan salam, dan di balasnya Hafidah dengan menjawab salam itu... dan terdengar suara....tuttttttt...tutttttt....tuttttttt.... ( tanda telah terputus )

Karena tidak sabar lagi untuk mngunjungi dan menghadiri acaara wisudah Abdul Khalid pagi itu juga ia berangkat menuju kelampung, setelah melalui perjalanan jauh. Tepat lusa malam Hafidah telah sampai ke lampung sesuai dengan yang ia janjikan.



Sosok itu..? dan sebuah pesan!

Malam telah berlalu kini waktunya pagi hari yang akan menyingsing dan akan menampakkan akan ke agungan Tuhan , akan tetapi setiap pagi takkan pernah melewati akan waktu Fajar di shubuh hari, itulah aturan dan peraturan yang ada dari ketetapan Tuhan, sebelum pagi harus ada yang namanya kata fajar, waktu fajar adalah waktu yang istimewah bagi semua makhluk Tuhan di karenakan waktu fajarlah awal dosa manusia akan di hitung  baik ataupun buruknya.

Setengah jam yang lalu, telah pulang Abdul Khiyat dari sebuah acara MABIT[9] yang di adakan di luar Pesantren bersama beberapa pemuda-pemuda yang berada di Desa Babulang[10] yang cukup jauh dari pesantren Daarul Huffazd. Sejak ba’da isya dirinya pergi meninggalkan  Pesantren Daarul Huffazd untuk menghadiri acara MABIT tersebut, karena dia di minta oleh sahabatnya untuk mengisi motivasi bagi para pemuda malam itu.

Setelah mengisi dan menyelesaikan tugasnya tepat jam setengah satu malam akhirnya iapun pamit kembali kepondok pesantren untuk melaksanakan sholat shubuh berjama’ah di sana.

Sempat dirinya di minta juga untuk menjadi imam shubuh di acara MABIT tersebut, namun dia lebih memilih menolak akan permintaan tersebut, tidak tahu kenapa hatinya selalu berdebar-debar semenjak ia berada di acara tersebut hingga selesai seakan-akan hatinya selalu mengajak dan membujuk dirinya agar segera kembali kepondok Pesantren Daarul Huffazd ada hal yang penting mesti ia saksiakan shubuh itu, Namun apakah itu Abdul Khiyat masih penuh tanda tanya di dalam hatinya.

Allahu akbar Allahu akbar..2x

Di saat dalam buaian zikirnya terdengarlah suara azan dari masjid Jami’. Abdul Khiyat yang semenjak setengah jam yang lalu berzikir di dalam masjid, seperti biasanya beranjak dari Sap tengah  mengambil posisi sap terdepan.

Selesai azan berkumandang satu persatu santriwan dan santriwati mulai memenuhi sap terdepan yang kemudian menyusul kesap kedua dan seterusnya.

Abdul khalid seperti biasanya selesai mengumandangkan azan dirinya langsung mengambil posisi sap terdepan dekat dengan ayah angkatnya, selama tiga tahun berlalu selama itu pula ia selalu shalat di dekat ayah angkatnya yang penuh wibawa itu. 

Shubuh itu sungguh berbeda sekali dengan shubuh-shubuh sebelumnya, ada sesuatu hal yang akan terjadi sesuatu yang akan menjadikan awal keindahan di dalam kehidupan Abdul Khiyat, awal dari segala kisah dan awal dari mimpinya yang belum terwujudkan pada dirinya.

Terdengarlah  iqomat dari  bibir Abdul Khalid yang menandakan semua para jama’ah akan menyegerakan shalat berjama’ah mereka.  Abdul Khiyat berdiri di sap imam. shubuh yang indah, shubuh yang membahagiakan,  shubuh yang mampu mengobati hati yang penuh kegundahan, shubuh yang menyadarkan manusia dari kesalahannya, shubuh yang akan menyatukan kedua hati yang telah lama berpisah, shubuh yang membuat manusia merindukan akan perjumpaan dengan Tuhannya, shubuh yang akan mengantarkan setiap manusia mati dalam penuh keistiqomahan.

Sungguh merdu dan indahnya setiap kalimat Allah yang di  ucapkan oleh sang imam, kemerduan itu mampu menyentuh kalbu-kalbu yang telah lama pekat dari cahaya, kemerduan dan keindahan yang mampu memberikan semangat baru bagi kehidupan manusia, kemerduan dan keindahan yang mampu menguatkan keimanan, semua para jama’ah terhanyut dalam kekhusyu’an kalimat-kalimat Allah yang di baca Abdul Khiyat. Surat pertama yang mampu membuat para jama’ah menangis di dalam shalat mereka.

Di tengah-tengah kekhusyu’an para jama’ah mendengarkan ayat-ayat Allah,  telah berdiri sosok seorang wanita cantik yang masih tetap manampakkan keanggunan dirinya di antara para jama’ah lainnya. walaupun  Hafidah baru sampai tadi malam di Pesantren tetapi dia tetap dengan  konsistennya untuk selalu berjama’ah di waktu shalat shubuh tanpa menghiraukan rasa lelahnya.

Hafidah terhanyut dan jatuh cinta akan bacaan-bacaan yang di bacakan oleh Abdul Khiyat bahkan semenjak pertama sang imam berdiri, dirinya telah terpukau di karenakan ia melihat sosok seseorang lelaki yang bercahaya putih berada tepat di belakang sang imam tersebut dan teringat akan mimpi yang pernah ia alami.

Sang imampun melanjutkan bacaannya, di saat itupulah terlihat sosok seseorang yang bercahaya putih berdiri di belakang sang imam dan cahaya itu seolah-olah meminta kepada Abdul Khiyat membacakan sebuah surat, setelah Alfatihah kedua selesai di bacakan seketika itupulah  terdengar ayat yang di minta oleh cahaya putih itu di bacakan oleh sang imam Abdul Khiyat.

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia telah berbuat kesesatan yang nyata. (Qs. Al Ahzaab (33) : 36)” [11]

Hafidah tersadarkan akan satu hal bahwa cahaya putih itu adalah Hafizul, yang seolah-olah menyampaikan sebuah pesan kepada dirinya.

*****

Setelah bergelimang dari beberapa kegiatan MABIT membuat Abdul Khiyat merasakan keletihan dan rasa lelah yang terasa amat sangat melelahkan apalagi dirinya satu malam suntuk tidak memejamkan matanya di karenakan harus memperhatikan gerak gerik dari peserta MABIT.

Ba’da shubuh ia lebih memilih untuk beristirahat, setelah selesai membaca do’a Abdul khiyat sesegera mungkin kembali kerumah pak kyai dan bu nyai untuk beristirahat. Setelah ia berada di atas kasurnya diapun memejamkan matanya, ternyata rasa lelah itu memang benar-benar membuat dirinya tak kuasa untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan shubuh itu.

Berbeda dengan Abdul Khiyat, Hafidah masih larut di dalam do’anya, ia meminta petunjuk atas kejadian yang baru ia lihat di karenakan sosok lelaki bercahaya itu seakan-akan memberikan isyarat kepada dirinya agar bisa lebih dekat dengan sang imam. 

Shubuh itu ia benar-benar terlelap dalam do’anya, dia tidak tahu harus membuat sebuah keputusan seperti apa. Masalah yang kini dia hadapi adalah masalah yang begitu rumit baginya untuk di selesaikan secepat mungkin. dirinyapun menyerahkan semua permasalahan itu kepada sang pencipta maha agaung dari segala sesuatu dan maha yang menyatukan dari segala pertemuan yang ada.

Tit...tit....tit.....tit.....

Terdengar suara alarm yang tidak jauh dari tempat Abdul Khiyat berbaring, mendengar suara alarm itu diapun terbangun dari istirahatnya, ternyata pukul sudah menunjukkan jam sepuluh pagi, diapun bergegas pergi ke kamar kecil untuk segera mandi membersihkan tubuhnya dari sisa debu kotoran yang melekat di tubuhnya semenjak tadi malam.

Seusai  mandi dia mendengar dengar suara dari bagian dapur yang tak asing baginya sedang berbicara dengan bu nyai, rasa penasarannya membuat dirinya ingin menyegerakan diri melangkahkan kakinya ke sisi dapur, di saat itu pula dirinya melihat sesosok wanita cantik nan anggun bersama bu nyai yang sedang memasak sayur mayur di dapur.

Seketika itu pula hatinya merasa berdebar-debar, rasa itu membuat dirinya kebingungan hal apa yang harus ia lakukan, ia tak mampu menahan rasa yang tiba-tiba saja muncul kembali setelah bertahun-tahun ia hapus dari ingatannya. Ia benar-benar pasrah akan rasa itu dan semuanya ia pasrahkan kepada Allah agar ia di beri kekuatan untuk menghadapi rasa yang sedang menguasai dirinya.

Abdul Khiyat memohon perlindungan yang teramat sangat kepada Allah di karenakan rasa itu adalah rasa cinta yang pernah ia tanam di lubuk hatinya kepada wanita yang pernah ia cintai. empat belas  tahun silam bukanlah waktu yang sebentar baginya untuk menghapus rasa cinta itu, seperti seorang pesulap yang dengan sekejapnya mampu mengubah kertas menjadi sebuah bunga yang elok, seperti itulah rasa cinta Abdul Khiyat yang begitu cepatnya datang kembali dan hadir di dalam dirinya.

 Dirinya memang benar-benar mengenal sosok wanita yang di lihatnya itu, dia adalah Hafidah wanita yang dulu dia panggil dengan sebutan Hafizah ketika mereka berkenalan, wanita  yang dulu pernah dekat dengan dirinya dan satu satunya wanita yang sangat dia cintai. Di saat di dirinya terbuai akan bayangan masa lalu Abdul Khiyat terkagetkan oleh sebuah suara kecil yang memanggilnya.

Ayah.... sedang megintipin ummi ya?

Abdul khiyat terkagetkan oleh suara  Abdul Khalid yang memanggil dirinya, dan dibingungkan oleh sebutan Ummi karena Abdul Khiyat mengetahui bahwa Ummi Abdul Khalid namanya Hafidah bukan Hafizah.

Sekeketika itu pula bu nyai dan Hafidah menatap ke arah suara yang di dengar mereka, Hafidah tersadarkan oleh sosok seorang anak laki-laki kecil dan di dekatnya berdiri sosok lelaki dewasa yang sedikit menyembunyikan tubuhnya, hanya dari belahan rambutanya saja yang mampu terlihat oleh Hafidah.

Khalid memanggil siapa??? Tanya Hafidah.

Mendengar Hafidah menyebut nama Abdul Khalid hatinya semakin berdetak kencang dirinya tidak menyangka bahwa anak angkatnya adalah anak dari wanita yang sangat ia cintai dan yang dia kenal selama ini dengan nama Hafizah.

Ini Ummi, ayah angkat Abdul Khiyat yang pernah Khalid ceritain ke ummi.

Bu Nyai yang sadar bahwa yang bersembunyi di balik dinding itu adalah Abdul Khiya, langsung memanggil Abdul Khiyat agar  mnghampiri dirinya dan mengenalkannya kepada Hafidah.

Dengan sedikit rasa malu Abdul Khiyat melangkahkan kakinya menghampiri bu Nyai orang tua yang sangat di hormatinya itu. Ada sesuatu hal yang terjadi pada saat Abdul Khiyat keluar dari persembunyian di balik tembok, tidak tahu kenapa Hafidah mengingat sosok seorang yang ia kenal sejak empat belas tahun silam,  sosok itu memang benar-benar tak asing baginya, sosok seorang lelaki yang takkan pernah di lupakannya.

Hafidah benar-benar terkejut tidak pernah di duga-duganya lelaki yang bernama Abdul Khiyat dan sang Imam yang berada di dalam mimpinya adalah Agus Abdullah Khiyad sosok seorang kakak yang sangat di sayanginya, kakak yang selalu memberikan harapan-harapan baru di dalam hidupnya, dia orang yang sangat dekat dan mampu memahami isi hati Hafidah. Namun hari itu ada yang berbeda dari empat belas tahun yang silam entah mengapa pertemuannya dengan Abdullah Khiyad memiliki suatu rasa yang berbeda di hari itu, jantungnya berdebar dengan kencangnya, seakan-akan ia merasakan ada sesuatu hal yang dahsyat akan menghampirinya di saat kedekatan mereka terjalin kembali.

Lamaran....

Lusa lalu telah terjadi seuatu yang benar-benar berbeda, sebuah perubahan yang sangat besar bagi diri dari seorang anak yang merindukan seorang  sosok ayah, dan  sosok seorang ibu, dirinya benar-benar bahagia setelah pertemuan antara Abdul Khiyat sang ayah angkat dan Hafidahtun Millah sang ibunda tercintanya. pada akhirnya menjadilah sebuah harapan terbesar baginya adalah ingin melihat kebahagian mereka berdua ketika bersanding bersama di dalam pelaminan pernikahan.

Harapan besar, sungguh besar sekali bagi sosok seorang anak seperti Abdul Khalid, yang mengharapkan agar Abdul Khiyat benar-benar menjadi Ayahnya  dan menjalin sebuah mahligai rumah tangga yang di Ridhoi  Allah bersama sang ibunda tercinta. Akan tetapi harapan itu menjadi harapan yang sirna, harapan yang hanya akan menjadi sebuah angan-angan saja di dalam diri Abdul Khalid, kedekatan yang terjadi tidak pernah membukakan sebuah tabir cinta, cinta itu tetap  tertutup tidak ada satupun yang membuka tabir cinta yang ada pada diri Abdul khiyat dan Hafidah.

Di saat Abdul Khalid terbuai akan bacaan-bacaan tilawahnya, dan di saat itu terlihat pula sosok Abdul Khiyat yang sedang menyimak bacaan Abdul Khalid. mereka sedang menikmati kebersamaan, berbicara melalui  tilawah-tilawah akan ayat suci Al-Qur’an.  Terdengar suara klakson mobil hitam avanza yang sedang memasuki area pondok Pesantren Daarul Huffazd, mobil itu sempat berhenti dan menghampiri salah satu santri yang sedang berada di pinggir jalan halaman pesantren, orang yang berada di dalamnya seperti menanyakan kepada salah satu santri yang di hampirinya, dan terlihat santri yang di tanyai menunjuk ke arah rumah pak Kyai.

Tak lama kemudian mobil avanza yang berwarna hitam tadi berhenti tepat di depan pagar Rumah pak kyai  Abdul majid. Abdul Khiyat yang dari tadi memperhatikan mobil tersebut penuh dengan rasa penasaran dan menghampiri mobil tersebut.

            berbeda dengan Abdul Khiyat, sosok seorang wanita yang sedang berada di dalam mobil tersebut merasakan jantungnya berdebar-debar dengan kencangnya di karenakan sosok lelaki yang ia cintai sedang menghampiri dirinya.

Assalamualaikum..! .nak Abdul Khiyat !

Keluar sosok orang tua paruh baya dari dalam mobil sambil mengucapkan salam dan disusul seorang wanita paruh bayah.

Wa alaikum salam....Maasya Allah... pak kyai buk nyai. Apa kabarnya??? Tanya abdul khiyat sambil bahagia melihat kedua orang tua tersebut.

Alhamdulillah baik nak...! jawab sosok lelaki tua paruh bayah itu.

Abdul Khiyat kemudian menyalami tangan pak kyai dan buk nyai, terlihat sosok seorang wanita cantik keluar dari mobil, kecantikannya mampu mengalahkan cahaya matahari gadis itu sungguh indah untuk di pandang oleh kedua mata yang melihatnya bahkan mataharipun seketika itu menjadi redup pada saat sosok wanita cantik keluar dari mobil.

Assalamualaikum... mas Abdul Khiyat.

Wa alaikum salam...zahara, ini benar zahra ???

Iya mas.....Maasya Allah kamu sudah sedikit berbeda dengan tiga tahun yang lalu...

Ah mas, berbeda apanya??? Tanya zahra penasaran.

Tambah cantik dan anggun  saja...! jawab Abdul Khiyat sambil tersenyum....

Mendengar jawaban Abdul Khiyat seketika itu pula, dirinya seperti  melayang-layang di atas angin karena lelaki yang ia cintai sedang memuji dirinya.

Nak Hafizul kenapa tamunya di biarin di luar saja....ayoo di ajak masuk!!! Perintah pak kyai melihat tamu tersebut.

Iya kyai.....!

Percekapan di luar rumah itupun di hentikan, dan Abdul Khiyat mempersilahkan Zahra dan kedua orang tuanya masuk kedalam rumah, semua keluarga hari itu berkumpul dan semua yang akan menjadi saksi mata juga akan berkumpul di sana. Tak terkecuali Hafidah dan Abdul Khalid.

Kyai Abdul Majid mempersilahkan tamunya itu duduk di ruang  tamu, tidak butuh waktu lama bagi kyai Abdul Majid untuk mengenal sosok kyai Zafran Ayah Zahra di karenakan mereka berdua adalah sahabat lama yang sudah saling mengenal di antara mereka.  Apalagi Ali Gufron anak laki-laki kyai Zafran kakak dari Zahra yang sedang menempuh S2-nya di mesir adalah salah satu lulusan terbaik di pondok Daarul Hufaazd tersebut.

Percakapan mereka siang itu sungguh menarik sekali antara pak kyai Abdul Majid dan pak kyai Zafran, semua mata hari itu berkumpul menjadi satu tawa, dan saling tersenyum ketika mendengar kelucuan dari sang kyai yang menceritkan pengalaman mereka masing termasuk di saat mereka bertemu dan saling mengenal.

Di sela-sela keasyikan mereka berbicara, terjadi sebuah lirikan kecil di saat itu, mata Zahra sesekali menatap senyuman dari sosok Abdul Khiyat saat itu yang duduk tidak jauh dari hadapannya, sedangkan Abdul Khiyat sesekali menatap senyum manis dari sosok wanita yang tidak jauh dari hadapannya tepat duduk di depannya. Dirinya sangat bahagia sekali mampu menatap sosok wanita cantik itu, hatinya terasa tenang dan bahagia di karenakan wanita itu satu-satunya yang telah mampu mencuri hati Abdul Khiyat mata mereka berdua saling mencuri pandang tanpa ada yang tahu lirikan mata itu.

Hafidah yang sejak dari tadi duduk di depan Abdul Khiyat yang tidak begitu jauh darinya, beranjak kedapur untuk mengambil teh dan beberapa makanan, bu nyai pun menyusul Hafidah untuk membantu dirinya di dapur. Dan disaat pembicaraan antara pak kyai Abdul Majid, dan Abdul Khiyat beserta keluarga Zahra telah sampai titik temu.

 Tidak di duga-duga oleh Abdul Khiyat jika pak kyai  Zafran akan menyatakan lamarannya dan mengharapkan Abdul Khiyat  untuk menjadi imam bagi Zahra, di karenakan Menurut beliau dan keluarga Zahra lelaki yang tepat menjadi imam dan akan mampu membimbing Zahra kepada tingkat ibadah yang tertinggi Hanyalah diri Abdul Khiyat.   

 Abdul khiyat seketika merasakan berdebar-debar di dalam hatinya, dirinya tidak akan menyangka jika akan ada orang yang  semulya dan sebaik pak kyai Zafran meminta dirinya untuk menjadi imam bagi anak wanitanya itu, wanita yang begitu cantik nan elok, lelaki mana yang akan menolak akan permintaan tersebut??? bahkan seorang berilmu besarpun pasti tidak akan mampu menolak akan pinangan dari sang kyai yang mulya itu. Sungguh karunia dan nikmat yang terbesar yang di turunkan oleh Allah bagi setiap pemuda yang akan menerima lamaran pak kyai Zafran.

Astagfirullah......!

Hafidah terkejut di karenakan gelas yang berada di tangannya tiba-tiba saja terlepas dari genggamannya. Siang itu hati Hafidah menjadi hancur, seakan-akan seluruh dunia menjadi gelap pada pandangannya. Seluruh tubuhnya menjadi lemah, dan tak kuasa untuk berdiri ia benar-benar lemah ia benar-benar ketakutan  hari itu, ia menangis. Dirinya ingin marah padahal tidak ada badai yang menghampiri, tidak tahu kenapa dirinya hari itu merasa bersedih kesedihan yang sangat mendalam. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dirinya sunggu benar-benar berada di dalam kebingungan. Dirinya memasrahkan semuanya kepada sang maha pencipta berharap akan ada jalan dari rasa resah yang ia rasakan.

******

Satu hari telah berlalu, dan satu hari ia merasakan kesedihan yang mendalam, sungguh berat hari-hari yang akan di laluinya jika ia berlama-lama berada di pondok pesantren daarul huffazd. Ingin ia menangis sekencang-kencangnya namun takut akan ada yang tahu dari kesedihannya, dirinyapun akhirnya mnyimpan semua tabir kesedihannya, ia melalui kesedihannya sendiri tanpa ada yang tahu, hanya Tuhan dan Abdul Khalid sang anaklah yang tahu akan kegelisahannya.

Pagi itu Hafidah berpamitan kepada pak kyai dan bu nyai untuk segera kembali ke kota palembang beserta Abdul Khalid dalam keadaan hati yang hancur dan kecewa.  Abdul Khalid yang baru saja menyelesaikan Hafalan Al-Qur’annya itu menerima akan ajakan sang ibunda untuk lekas kembali kedesa kecil bagian kota palembang itu tempat ia tumbuh semasa kecil.

Walaupun berat  untuk meninggalkan pesantren tersebut namun tetap ia akan kembali kesana di karenakan harapannya untuk memiliki seorang ayah yang sebenarnya dari Abdul Khiyat telah sirna,. Semenjak  Abdul Khiyat di minta oleh sang kyai Zafran untuk menjadi imam bagi putrinya itu membuat perasaan Abdul Kholid kecewa, akan tetapi ada hati yang lebih kecewa lagi mendengar kalimat lamaran itu dirinya adalah Hafidah.

            Dirinya mendengarkan akan percakapan sang kyai kepada Abdul Khiyat saat itu. Itulah mengapa Hafidah di rundung rasa sedih,  menangis tersedu-sedu sejak kemarin di karenakan lelaki yang mampu memberikan dirinya sebuah harapan baru, lelaki yang akan menghilngakan rasa sepi dari kesendiriannya itu, lelaki yang sudah di hadiahkan dari suaminya sebagai kado spesial itu, menjadi sebuah harapan yang sirna. Ternyata Tuhan tidak menakdirkan mereka untuk hidup bersama.

Keputusan dan mengejar takdir

Sepertiga malam penuh dengan keberkahan, waktu kedekatan dan rasa cinta kepada Tuhan akan mampu kita rasakan seperempat malam itu, rasa kepekatan dari hawa dinginpun takkan mampu menggoda bagi setiap hamba  yang penuh keimanan untuk tertidur lelap. Rayuan angin malampun takkan mampu merayu para hamba-hamba tuhan  yang berdiri dan bersujud dengan penuh cinta pada seperempat malam itu. Sungguh keindahan dari keimanan yang mulya hanya sedikit dari jutaan ribu hamba Tuhan yang mampu melaksanakannya.

Abdul Khiyat yang telah bersujud penuh dengan kerendahan hati di perempat malam itu menangis dengan penuh suka cita, ia memohon akan sebuah petunjuk dari Tuhannya agar tuhan memberikan jawaban dan sebuah keputusan yang terbaik dari permasalahan yang sedang  dihadapinya.

Semenjak ia di minta untuk menjadi imam bagi Zahra, dirinya tidak tahu keputusan apa yang harus ia lakukan, dirinya tak mampu menolak akan tawaran dari sang kyai. Akan tetapi dirinya masih mengharapkan akan cinta dari Hafidah karena nama Hafidahlah yang telah lama ia tanam di dalam hatinya. Sosok Hafidahlah yang dirinya inginkan bukan Zahra.

Malam itu  terdengar suara tangisan kecil dari Abdul Khiyat dirinya benar-benar merasa kebingungan dan penuh kebimbangan, sesuatu hal yang mustahil untuk membuat sebuah keputusan. dirinya hanya berharap selama masa penantian keputusan yang telah di mintta Abdul Khiyat kepada kyai Zafran untuk memberikan jawaban dan keputusan atas lamaran sang kyai, Tuhan memberikan jawaban dan keputusan itu.

Satu hari kepulangan Hafidah dan Abdul Khalid membuat dirinya benar-benar merasa kehilangan orang yang ia sayangi dan cintai. Harapannya benar-benar kandas, betapa sedih dan berat dia melalui hari-harinya di karenakan telah kehilangan sosok Hafidah yang tidak dapat dilihat di kesehariannya, selama  satu minggu ia mengobati rasa rindu dari cintanya selama beberapa tahun lalu kini harus merasakan kehilangan kembali, dan kini dia harus kehilangan Hafidah dan Abdul khalid, dirinya sungguh di rundung sebuah kesedihan yang sangat amat terangat mendalam.

Abdul khiyat tak mampu menjalani hari-harinya dengan sebuah senyuman, berat baginya untuk melangkah dan bergerak, kekuatan jiwanya seakan-akan hilang begitu saja hanya di karenakan rasa kekecewaan terhadap cintanya tak mampu ia bendung dan mengusai dirinya.    

Di saat rasa gundahnya terus-terusan melanda iapun harus menghadapi permasalahan lainnya, tiada terasa waktu yang telah di tentukan hanya menunggu waktunya saja untuk mampu membuat sebuah keputusan yang krusial keputusan yang akan membuat kehidupan Abdul Khiyat menjadi sebuah kehidupan yang begitu berarti atas mimpinya di dalam merangkai   mahligia pernikahan pada plaminan indah.

Hatinya benar-benar hanyut di dalam kesedihan tanpa hari-hari yang mampu ia lalui hanya sosok buk nyai dan pak kyai yang selalu mampu memberikan nasehat-nasehat berarti baginya, hingga pada akhirnya dirinyapun memberikan jawaban atas permintaan sang kyai Zafran untuk meminang Zahra. Hanya rembulan malamlah yang tahu akan semua keputusan saat itu.

*****

Mugkin semua orang akan berfikir sungguh bodohnya dirimu, kenapa kamu mau melepaskan orang yang kamu cintai hanya karena datang sesosok orang yang lebih baik dari orang yang kamu cintai itu. Sungguh kejamnya dirimu menyakiti wanita yang kamu cintai hanya karena kamu lebih memilih wanita yang lain. Namun itulah kehidupan yang sudah di gariskan Tuhan bahwa setiap  kekecewaan pasti ada sebuah kebahagiaan.

Satu tahun tanpa terasa telah berlalu...!

Ruangan itu terdengar dengan jelasnya sebuah teriakan yang mengecam rasa kekuatiran bagi yang mendengarnya, rasa kekuatiran yang akan mampu membuat raut wajah semua orang menjadi ketakutan, suara yang akan menjadikan hati semua orang menjadi berdebar-debar dan kecemasan yang luar biasa.

Terlihat dari kejauhan sosok Abdul Kholid berlari dari luar rungan  menuju tempat  dari tadi terdengar sebuah jeritan, namun kini ruangan itu tidak lagi terdengar sebuah jeritan tetapi telah berganti menjadi sebuah tangisan anak kecil.

Abi.!!! Abdul khalid mendekati abinya yang sedang menggendong adik pertamanya.

Alhamdulillah adik kecil Kholid telah lahir, ayah  kita bernama apa dia??? Tanya khalid  kepada sang ayah.

Ayah akan beri nama dia Hafizah tunnisyaa  agar kita selalu mengingat Nama Hafizul sosok lelaki yang telah memberikan pelajaran berarti di dalam kehidupan Ummi, dan sebgai sosok seorang ayah bagi kamu nak  ( sambil memegagang kepala Abdul Khalid) dan sebagai sahabat sejati bagi Ayah.

Mendengar pernyataan dari sang suami Abdul khiyat yang memiliki hati yang sungguh muliya seperti Hafizul, dirinya tersenyum bahagia dan di ikuti senyuman bayi kecil yang telah berhenti menangis sejak tadi.

Sekian....!







Penutup :

Mohon dengan sangat agar saran dan kritikannya tetap selalu ada demi keindahan dan kebiakan dari karya-karya  ana kedepan. Salam cinta karena Allah.

Wassalamualaikum wr. wb.

Nama : Drs. Kyai. H. A. Ahmad. S.hum ( aamiin )

No : 08781870171313/ 085712157822

Email : umam_ahmad21@yahoo.com



Untuk File Donwload here : Rembulan Malam I dan Rembulan Malam II

[2] Universitas Gajah Mada yogyakarta adalah Universitas terkenal yang berada di kota pelajar tersebut.
[6] Pasar inpres Prabumulih adalah salah satu pasar yang ada di kota Prabumulih lebih lengkapnyaklik:http://palembangpos.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13732:deru-blusukan-ke-pasar-inpres-prabumulih&catid=90:politik-kito&Itemid=82
[7] Mae-geri karate adalah tendangan kaki mengarah ke atas lihat gambar di http://karate-center.blogspot.com/2012/12/nama-tendangan-geri-dalam-karate.html
[9] Malam bina iman dan takwa

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak